Sepen

708 99 38
                                    

"Mang, nambah lagi lima rebu, ya!" teriak Niall ke Mamang cilok sambil ngunyah sisa cilok yang masih ada di mulutnya.

"Buset, Yel, masih muat perut lo?" heran Liam sambil geleng-geleng.

"Bahagianya gue itu sederhana. Makan banyak, tapi nggak gendut," ujar Niall bangga.

Sorry not sorry nih, ya, Yel, sayangnya gue nggak percaya.

Eh, btw, kita berlima lagi pada nongkrong di Mamang cilok keliling yang lagi jualan di sebelah masjid. Sholat tarawih dan witir udah kelar, tapi sekarang masih do'a. Sebut kita laknat.

Tapi nikmat.

Pas gue ngeliat ke dalam masjid, seketika gerakan gue yang mau masukin cilok terakhir ke mulut berhenti.

Subhanallah. My only Hubbi kalau pakai mukenah tambah bikin gue zina mata aja. Tapi, diliatin terus bikin zina, nggak diliat sayang.

Gue nggak kedip, ralat, gue nggak mau kedip. Karena gue takut kalau gue kedip nanti dia berubah jadi ubur-ubur. Kan, nggak lucu ubur-ubur pakai mukenah.

"Woi, Zayn! Bengong aja lo!" Louis teriak tepat di kuping gue sambil nepuk punggung gue keras banget, cilok terakhir gue sampai mental jauh.

Dan.. hal itu bikin gue kedip. Cepat-cepat gue noleh ke my only Hubbi, dan alhamdulillah mata gue masih terasa segar liatnya.

"Yah, Jen, kalo lo nggak mau ciloknya mending bagi ke gue. Kan, jadi mubazir," kata Niall sok sedih. Elah gentong, bilang aja lo pengen makan jatah terakhir gue.

"Ohh, lagi pantengin only Hubbi-nya dia tuh," tutur Harry yang langsung gue polototin. Tapi dianya santai seolah gue nggak bakal bunuh dia.

"Eh, yang mana? Yang mana, sih?" heboh Louis, Niall, sama Liam.

"Noh, yang mukenah janda," sahut Harry sambil nunjuk pakai dagunya. Kenapa nggak pakai rambut lo aja, Her?

"Widihh, mulus banget selera lo, Jen," celetuk si Liam.

"Wih, jelas dong!" jawab gue sombong sambil mainin jambul khatulistiwa gue.

"Ohh, si Gigi ternyataa," kata Louis sambil manggut-manggut.

Spontan kita berempat noleh cepat ke Louis, terutama gue -gue sambil melotot-. Kok dia bisa tau duluan nama my only Hubbi, sih. Jadi zbl.

"Gigi? Namanya Gigi? Serius lo, Lou?" tanya gue heboh.

Akhirnya. Setelah sekian lama gue nggak cari tau namanya. Setelah dua tahun gue demen sama dia. Akhirnya gue tau namanya. Rezeki anak sholeh.

"Yoi," jawab Louis singkat. "Tapi lebih mending juga yang mukenah polkadot," lanjut dia sambil mesem-mesem.

"Yang mukenahnya kayak donat itu?" tanya Niall sambil makan cilok. Louis cuma ngangguk.

"Namanya siapa? Gusi?" tebak Harry.

Louis noyor kepala Harry dengan enteng. "Ngaco lo!"

Harry manyun lima senti. "Ya, kan gue nanya kali."

Lalu Louis mesem-mesem lagi sambil ngeliatin teman Gigi bermukenah donat itu. "Eleanor namanya."

Gue nyebut nama Gigi jadi ikutan senyum-senyum geli. Sumpah demi apapun, gue pengen salto sekarang juga.

"Eleanor itu bukannya yang dipake di mata, ya?" tanya Niall polos. Saking polosnya pengen gue cuci pakai oli.

"Itu eyeliner, anying," umpat Louis kesal. Niall cuma nyengir-nyengir, nunjukin cabe yang nyangkut di giginya.

Our RamadhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang