"Lebih baik kita bertengkar hebat, lalu kita kembali bersama. Daripada kita hanya saling diam, lalu akhirnya kita berpisah."
Seorang laki-laki berumur tiga belas tahun, tampan menggunakan jas hitam. Ya, ini adalah hari kelulusan di sekolahnya. Hari di mana bahagia bercampur dengan sedih. Bahagia karena bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dan, sedih karena harus berpisah dengan teman dan sahabat. Laki-laki tersebut langsung menangis.
Tak jauh dari tempat laki-laki tersebut, datanglah seorang gadis kecil. Seorang gadis yang sama berumur tiga belas tahun. Cantik nan anggun menggunakan kebaya putih. Gadis tersebut langsung menghampiri laki-laki tersebut yang sedang duduk di bangku taman.
"Kamu kenapa bersedih?" tanya gadis tersebut yang keheranan. Laki-laki tersebut langsung mengelap air matanya. Laki-laki tersebut malu dengan kelakuannya. Laki-laki tersebut menyangka bahwa tak akan ada yang menemaninya. Namun, itu tidaklah benar. Ternyata ada seseorang yang mau menemaninya. "Aku tidak apa-apa," jawab laki-laki tersebut.
Gadis tersebut tahu betul, bahwa di balik sebuah kata tidak apa-apa itu artinya ada apa-apa. "Sudahlah, kamu jangan menangis lagi. Kita kan bersahabat. Lagipula, aku tak akan meninggalkanmu kok." Gadis tersebut berusaha untuk menenangkan laki-laki tersebut.
"Benar ya, kita akan selalu bersama?" Laki-laki tersebut meminta janji kepada gadis tersebut dengan menyodorkan jari kelingkingnya untuk sebagai tanda janji. "Ya, jika Tuhan berkehendak, maka kita akan selalu bersama," jawab gadis tersebut sambil menyodorkan jari kelingkingnya juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mochaccino
Teen Fiction[Novel pertama dari Trilogi Kopi] "Kau sudah memiliki dia. Jadi, tolong jaga dia baik-baik ya. Mungkin, ini sudah menjadi takdir cintaku." Mocha Ayunindya Eri, seorang gadis yang suka protes, bawel, dan suka membuat animasi. Namun, ada saja laki-lak...