Chapter 10 | Sebuah Foto

28 7 0
                                    

"Kamu dihargai oleh orang lain atau tidak, tetap saja kamu itu orang yang istimewa."

Suasana kantin terdengar ricuh. Orang-orang berdesakan demi bisa jajan. Para pedagang hanya bisa bersabar untuk melayani mereka. Mocha, Cino, dan Gerry tengah membicarakan sesuatu. "Gerry, Cino, kalian dapat berapa di tugas layanan masyarakat kemarin?" tanya Mocha. Mocha sibuk minum jus, Cino sibuk makan mi ayam, dan Gerry sibuk makan bakso.

"Kita dapat A+," jawab Gerry.

"Wah, selamat ya untuk kalian berdua." Mocha senang mendengarnya. Ia bahagia saat mengetahui pekerjaannya dapat membantu orang lain.

Di SMK Jatidharma Bandung, ada topik hangat pembicaraan para murid. Sebentar lagi akan diadakan Latihan Kedisiplinan Siswa atau yang biasa mereka singkat LKS. Acara tersebut hanya diperuntukkan bagi kelas sepuluh saja. Gelisah nan takut yang dirasakan para murid kelas sepuluh. Karena menurut rumor, acara ini penuh dengan tes mental.

"Gimana persiapan untuk LKS?" tanya Cino.

"Aku sih aman aja," jawab Mocha.

"Aku sih agak khawatir aja. Takutnya di sana aku emosi sama pengujinya," jawab Gerry.

Sepertinya Cino masih ragu untuk mengikutinya. Ia takut terjadi apa-apa kepadanya. Apalagi rumor mengatakan bahwa LKS penuh oleh tes mental. Cino berharap, bahwa kebaikan akan terus menyertai baginya.

***

Keesokan harinya, hari di mana para murid kelas sepuluh ketakutan. Mereka akan berhadapan dengan tes mental. Waktu masih menunjukkan pukul empat pagi. Memang, para murid harus datang lebih pagi, soalnya untuk menghindari kemacetan.

"Bi, aku berangkat dulu ya!" teriak Cino memanggil Bibi yang sedang masak di dapur.

"Iya!" teriak Bibi.

Saat hendak berangkat, tiba-tiba lengan Cino ada yang menariknya. Ternyata Tiara yang menariknya. Sepertinya ia akan minta tolong atau minta oleh-oleh. "Kak Cino, nanti di sana jangan lupa foto-foto ya! Soalnya aku butuh untuk cover ceritaku," pinta Tiara. Cino mengangguk dan langsung pergi meninggalkan Tiara.

Saat kemarin malam sebelum tidur, Cino membuat hal-hal yang harus difoto. Ia tahu kalau Tiara pasti meminta foto untuk ceritanya. Setelah beberapa menit, akhirnya Cino sampai di sekolahnya. Di sana, para murid ada yang masih ngantuk, nangis karena takut, dan ada juga yang tidur di lantai depan kelas. Tak lama kemudian, para murid kelas sepuluh dibagi beberapa kelompok. Satu kelompok itu diisi oleh sepuluh orang. Tak lupa juga, ada pembagian posisi tempat duduk bus dan nomor bus.

Setelah selesai dilakukan, para murid pun langsung pergi ke busnya masing-masing. Cino dan Gerry dapat bus nomor lima, sedangkan Mocha dapat bus nomor tiga. Acara LKS ini dilaksanakan di Gunung Manglayang. Setelah semuanya sudah berada di posisi masing-masing, bus pun mulai berangkat.

Saat di perjalanan, bus Cino dan Gerry diisi oleh hiburan, sedangkan bus Mocha diisi oleh ghibah. Perjalanan ini membutuhkan waktu sekitar satu jam. Karena di perjalanan menyenangkan, maka perjalanan pun terasa sangat cepat.

Bus pun sampai di kawasan Gunung Manglayang. Udara dingin nan sejuk menyelimuti para murid. Saat bus meninggalkan kawasan Gunung Manglayang, tiba-tiba terdengar sebuah peluit yang sangat nyaring. Ternyata itu pemberitahuan untuk acara apel pembuka. Setelah apel, para murid pun disuruh untuk mendirikan tenda perkelompoknya masing-masing. Para senior hanya baru kelihatan beberapa batang hidungnya. Sepertinya ada rahasia yang disembunyikan.

Jikalau sudah selesai mendirikan tenda, para murid pun dibebaskan untuk bermain. Karena acaranya masih lama dimulai, para murid pun ada yang foto-foto di sekitar tendanya, ada yang sarapan, ada yang tidur, dan ada juga yang sibuk pacaran. Sedangkan Cino, ia terpikirkan untuk berfoto bersama Mocha. Ia ingin punya kenang-kenangan bersama Mocha.

Cino pun pergi ke tenda khusus perempuan. Tak sembarangan boleh masuk ke kawasan tenda lawan jenisnya. Cino harus meminta izin terlebih dahulu ke tim penjaga kawasan perempuan. Cino bermaksud untuk menemui Mocha, maka Mocha pun dipanggil oleh tim tersebut. Selang beberapa menit, Mocha pun datang dengan santainya. Ia memakai jaket putih bergambar unicorn. Cino pun menjelaskan bahwa ia mengajak Mocha untuk berfoto bersama. Dan wajah Mocha pun memerah saat mendengar ajakan Cino.

Mocha masih malu-malu untuk berfoto dengan Cino. Tetapi ia sangat semangat saat mengetahui bahwa foto ini akan dipakai untuk keponakan Cino, sebagai cover ceritanya.

"Cino, keponakan kamu butuh berapa foto?" tanya Mocha sambil mengatur kamera telepon genggamnya. Cino tak tahu pasti berapa yang dibutuhkan, yang ia tahu hanya foto tersebut harus banyak. "Entah, yang penting banyak aja." Mocha pun hanya mengiyakan jawaban Cino.

Saat pengaturan telepon genggam Mocha sudah selesai, berfoto pun dimulai. Mereka terlebih dahulu berfoto alam. Alam tersebut sangat indah dan sejuk memandang. Sayang, dikhawatirkan ada sekelompok orang-orang yang nantinya akan merusak alam ini. Setelah selesai berfoto alam, mereka pun mencoba foto diri mereka masing-masing. Tak lupa juga berfoto bersama. Setelah semua foto tersebut dianggap cukup, kegiatan berfoto pun selesai.

"Kamu cantik, Mocha," gumam Cino saat melihat-lihat hasil foto. Mocha pun mendengar pernyataan Cino tadi. Tetapi ia mencoba untuk pura-pura tidak dengar. "Kamu tadi ngomong apa?" Mocha mencoba untuk Cino mengulangi pernyataannya. Cino terkejut, ia kira Mocha tidak mendengarnya. "Enggak apa-apa kok." Sebal rasanya. Tetapi apakah Cino menaruh hati kepada Mocha? Hmm, mereka berdua takut dengan tragedi yang akan menanti mereka.

MochaccinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang