"Kau sudah mau berangkat, ya?". Tanya Nara padaku begitu aku keluar kamar dengan pakaian seragam sekolahku.
"Aku sudah terlambat 10 menit, kenapa kau tak bangunkan aku, sih?".
"Ya, ampun! Kupikir kau tidak ingin pergi kesekolah hari ini!".
Ia melihatku dengan tatapan bersalah. "Tapi, ini masih pukul 06.13 pagi!"."Ya! Karena itulah. Hari ini aku ada audisi musik di sekolah, sebenarnya audisinya masih besok. Tapi entah kenapa jadwalnya diganti hari ini. Aku harus segera pergi". Ucapku sambil berjalan ke sudut ruang tamu dan mengambil gitar kesayanganku beserta bag-nya. Aku melirik ke arah jam dinding yang tergantung di dinding ruang tamu. Gawat! Aku sudah benar-benar terlambat.
"Oke, sepertinya kau memang benar-benar terlambat, kau perlu kuantar?".
"Good Job, tentu saja. Ayo!".
****
"Kau tidak ingin kujemput nanti?". Tanya Nara setelah aku turun dari mobil.
"Tidak perlu, aku akan benar-benar sibuk hari ini. Kurasa aku akan pulang larut malam,".
"Baiklah, itu artinya kau akan menghabiskan sebagian harimu di sekolah, hubungi aku jika kau perlu sesuatu, mengerti?".
"Ne! Ya sudah. Aku pergi dulu". Setelah itu, aku berlari melewati lobi sekolahku, menyusuri koridor yang panjang untuk sampai di ruang aula. Setelah sampai di depan pintu aula sekolah, aku langsung masuk ke dalamnya. Aku benar-benar gugup, aku sudah terlambat 30 menit dari waktu awal, ditambah melihat para peserta dan penonton yang hadir menambah daftar kepanikanku. Mereka semua mengenakan pakaian casual, meskipun pesertanya dari berbagai sekolah, tapi tidak ada satupun dari mereka yang memakai seragam sekolah, mereka tampak prepare meski dengan waktu yang tidak banyak. Tapi itu tidak terjadi kepadaku, aku benar-benar merasa buruk hari ini, aku datang tanpa persiapan yang matang. Aku berjalan kearah panggung sambil menatap seragam sekolah donker yang tengah kupakai.
Kira-kira seperti inilah penampakan seragam sekolah Yanggisan jika di visualisasikan.
****
Ini buruk! Ditambah keterlambatanku, menambah point images burukku di hadapan juri. Sial!
Sedetik kemudian, aku buru-buru menghapus pikiran negatif yang membuat otakku kehabisan oksigen. Aku segera mengambil gitarku dari dalam bag-nya. Coach Soyu yang sejak tadi memerhatikanku di sisi pinggir panggung memberikan intruksi untuk segera memulai pertunjukkan. Aku mengangguk, mengiyakan intruksinya.
Setelah bisa melihat seluruh peserta, penonton, beserta jurinya di venue aula, aku terdiam membeku sambil memegang gitar di tanganku. God! Perasaan macam apa ini?
Seketika, aku lupa apa yang harus kulakukan. Lagu apa yang akan aku bawakan hasil dari latihan selama 2 bulan ini menguap tak tersisa dari otakku. Kakiku gemetar hebat, tanganku dingin, di tambah tatapan heran dari semua orang-orang di aula termasuk dari coach-ku sendiri, membuatku sulit bernapas. Aku hampir saja menangis jika tidak mengontrol emosiku.
Tapi tiba-tiba...
"Semangat Hyesoo-ya!".
Seseorang berteriak dari arah venue, meski jaraknya sedikit jauh karena orang itu berada di belakang, tapi dari suaranya sepertinya aku kenal. Aku memicingkan mataku untuk dapat melihatnya dengan jelas. Sudah kuduga, itu Taehyung yang tengah membawa papan bertuliskan, HYESOO YOU WIN!!
"Hyesoo-ya, kau pasti bisa. Aku ada disini untuk mendukungmu sekarang!". Teriaknya, pandangan orang-orang sama sekali tak berpaling dari kami berdua.
Dan entah kenapa, aku menjadi sedikit lebih tenang. Bahkan, Taehyung masih sempat mengepalkan tangannya kearahku saat pandangan kami bertemu. Ia tersenyum kepadaku. Tapi tanganku masih dingin, aku masih diliputi rasa gugup yang luar biasa hebat. Aku mencoba menetralkan pikiranku, mencoba fokus pada apa yang akan aku kerjakan dan lakukan sekarang, lalu kembali mengeratkan pegangan tanganku pada gitar.
'Ayolah Hyesoo-ya, kau pasti bisa!'. Kata-kata itu kutanamkan berulang kali di dalam otakku. Aku mencoba mengembangkan senyumku, senyum optimis yang mengisyaratkan kemenanganku.
Aku menatap gitar kesayanganku. Dengan perasaan yang masih khawatir, aku mencoba memetik senar gitarku perlahan. Ini tidak terlalu buruk, bukan?!
Aku menoleh ke arah Taehyung, saat petikan senar gitar pertamaku mulai menggema keseluruh aula.
Taehyung tersenyum tulus ke arahku. Itu adalah senyuman yang telah hilang selama beberapa hari ini dari hidupku. Dan karena senyuman bodohnya itulah, aku kembali mendapatkan kekuatan.
Aku kembali melanjutkan apa yang memang menjadi tanggung jawabku. Aku memetik kembali senar gitarku perlahan. Aku harus menyelesaikan ini semua sampai akhir, tak peduli hasil macam apa yang akan aku dapatkan nantinya.
****
-KIM TAEHYUNG-
.
.
.
.
Aku menatap Hyesoo yang tengah berdiri seorang diri di atas panggung dari kursi penonton yang letaknya sedikit agak jauh dari panggung utama.Di beberapa kesempatan, Hyesoo mencuri waktu untuk menatapku. Pandangan kami sempat bertemu berulang kali meski dengan posisinya yang masih terus bernyanyi dan memainkan gitar.
25 menit berlalu, tepat setelah Hyesoo memetik senaran gitarnya yang terakhir. Tepukan gemuruh dari seluruh penonton, peserta, dan para juri yang kagum akan penampilan Hyesoo memenuhi seluruh sudut aula. Hyesoo menatap ke arah mereka sembari tersenyum bangga atas hasil yang didapatnya. Ia turun dari panggung setelah membungkuk memberikan hormat, dan langsung berjalan ke arah pintu keluar.
Aku bangkit dari kursiku dan langsung mengikutinya keluar aula. Hyesoo berhasil keluar lebih dulu karena posisiku dan posisinya yang memang berbeda. Jarak panggung dengan pintu keluar memang sangat dekat, berbeda dengan jarak tempat dudukku yang lumayan membutuhkan waktu untuk sampai di depan pintu keluar. Setelah aku berhasil menutup pintu aula, Hyesoo langsung berlari ke arahku, dan memeluk tubuhku erat. Ia melingkarkan kedua tangannya di leherku dan aku langsung membalas pelukannya.
"Gamsahamida, Taehyungie...".
Aku mengusap lembut punggungnya."Kau hebat Hyesoo-ya". Ujarku.
Ia melepas pelukannya kemudian menatapku."Kau yang hebat! Terima kasih, karena kau sudah mengembalikan kepercayaan diriku. Kau yang sudah menguatkanku".
Aku hanya tersenyum mendengarnya mengatakan bahwa aku telah memberikan apa yang ia butuhkan. Hyesoo-ku telah kembali, hanya kata-kata ini yang terdeskripsi di memori otakku setelah Hyesoo mengatakan hal manis itu.
"Mau kutraktir ice cream?". Tanya Hyesoo sambil mendekatkan wajahnya padaku. Dan aku terkejut karena Hyesoo melakukannya secara cepat dan tiba-tiba.
"Te-tentu saja. Tapi kali ini biarkan aku yang mentraktir,".
Hyesoo menarik tubuhnya kembali ke tempat awal, lalu tersenyum cerah.
"Baiklah, tapi traktir aku 5 cup ice cream, ya?". Ujarnya, sambil merangkul bahuku.
Aku tertawa sambil menggelengkan kepala. Lalu mengambil alih gitarnya untuk membantunya. Tidak berubah, perasaanku pada gadis yang sudah menjadi sahabatku selama 3 tahun lebih ini masih tidak berubah, aku mencintainya lebih dari seorang sahabat.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
MR.ID/My Rival Is Idol
FanfictionIni tentangku, Kim Taehyung yang tengah mengejar cinta sahabatku sendiri yang seorang fangirl