-Panic-

12 1 1
                                    

Ini sudah ke-8 kalinya aku menelepon Hyesoo. Tapi ia masih saja tetap tidak mengangkat teleponku. Ada sekitar 13 chat yang kukirimkan padanya tapi tak satupun yang ia balas, bahkan ia sama sekali tak membaca pesanku.

Padahal seharusnya Hyesoo sudah stand-by di gedung tempatnya akan melakukan kompetisi sejak 2 jam yang lalu. Jangan bilang ia tidak akan datang, jangan katakan juga bahwa ia akan terlambat. Karena ini adalah giliran Hyesoo memberikan penampilannya. Semua orang yang menyaksikan kompetisi ini tengah berharap-harap cemas menunggu penampilan peserta selanjutnya.

Ia tidak hanya membuat semua orang cemas, tapi ia juga telah membuatku cemas. Aku sudah berada di gedung ini sejak satu setengah jam yang lalu, aku kabur dari aktivitas pembelajaran di sekolah dan mengemudikan mobilku menuju Busan hanya untuk melihat penampilan Hyesoo. Bahkan pemuda bernama Raewoon yang kemarin mengantarkan Hyesoo pulang turut hadir di sini dengan membawa gitar milik Hyesoo yang kulihat sudah tampak diperbaiki. Aku tidak tahu sejak kapan pemuda itu sudah bertengger di posisinya dengan seragam sekolah hitam miliknya.

Ternyata aku baru sadar bahwa dia juga masih seorang pelajar sama sepertiku dan juga Hyesoo. Jika dilihat dari seragam sekolahnya aku benar-benar kagum pada pemuda bernama Raewoon itu. Jelas dia bukan dari kalangan orang menengah kebawah. Logo sekolah di jas hitamnya membuatku benar-benar iri. Dia beruntung bisa bersekolah di sekolah khusus berakreditasi Internasional seperti tempatnya bersekolah sekarang. C.I.S (Chooyeon Internasional School). Yang aku tahu, sekolah itu sangat ketat penjagaannya. Setiap siswi maupun siswa di sekolah itu dijaga ketat pengawasannya. Mereka juga tinggal di sebuah asrama. Tapi kenapa kemarin malam dia bisa keluar asrama semudah itu, dan sekarang berada di sini tanpa ada rasa takut maupun khawatir di mimik wajahnya? Padahal C.I.S terkenal sebagai sekolah yang tidak bersahabat dengan murid yang membangkang terhadap peraturan sekolah. Dan jelas dia bukan siswa sembarangan, buktinya pemuda itu bisa keluar masuk dengan bebasnya.

Aku meraih ponselku yang kuletakkan di saku celana. Ternyata benda itu sudah bergetar dan aku sama sekali tidak menyadarinya. Sebuah panggilan masuk, ternyata Nara yang menghubungiku. Tanpa pikir panjang aku segera mengangkat teleponnya.

"Ada apa Nara-ya?".

"Kim Taehyung!! Hyesoo...".

Aku mendengar Nara berteriak panik dari ujung telepon.

"Ada apa dengan Hyesoo?". Ujarku tak kalah panik. Refleks, aku menoleh ke arah Raewoon yang berada di sebelah sisi kiriku, bahkan ia sudah lebih dulu menatapku dengan wajah bingung dan khawatir.

"Dia pingsan, wajahnya pucat sekali. Aku berada di mobil bersamanya sekarang. Aku sedang menuju ke rumah sakit terdekat, kau cepatlah kemari!". Teriaknya panik.

"Apa kau mengemudi sendirian? Ingat, untuk jangan panik. Yang perlu kau lakukan cukup tenang dan bawa Hyesoo ke rumah sakit dengan selamat, mengerti?".

"Iya! Iya! Aku yang mengemudi, aku mengerti dengan semua ucapanmu, sudah ya? Aku akan kirim alamat rumah sakitnya nanti padamu. Jangan membuang banyak waktu saat aku menyuruhmu datang cepat, aku bingung harus bagaimana, dan tentu Hyesoo akan membutuhkanmu nanti!".

"Ya, baiklah!! Segera hubungi aku saat kau sudah sampai di rumah sakit, ya?".

Setelah mendengar Nara mengiyakan perintahku, aku segera mematikan sambungan telepon. Aku menatap panggung tempat dimana seharusnya Hyesoo berada sekarang. Tapi, kenyataan membuat pikiran dalam otakku berputar tak karuan kala mendengar wanita itu tengah terbaring tak sadarkan diri. Tapi, Hyesoo adalah wanita yang kuat. Aku tahu betul siapa dia. Dia akan baik-baik saja, tak ada yang perlu kukhawatirkan karena tidak akan terjadi hal buruk yang akan menimpa pada dirinya.

Oh, ya Tuhan! Sesungguhnya aku benar-benar khawatir.

"Itu Hyesoo?". Tanya Raewoon.

"Hyesoo pingsan, temannya sedang membawanya menuju rumah sakit sekarang".

Aku mendengarnya menghela napas berat. Ia bahkan mengusap wajahnya, memperjelas garis kecemasan yang mulai terlukis di sana.

"Ayo kita susul dia sekarang! Kau tentu tahu rumah sakit tempatnya dirawat, bukan?".

****

Ini sudah pukul 13.20 siang. Tapi Dokter masih belum juga memberikan keterangan tentang Hyesoo. Saat ini aku, Nara, dan juga Raewoon tengah terduduk lemas di ruang tunggu.

Sampai akhirnya seseorang muncul dari dalam sebuah ruangan.

"Kalian ini teman-temannya pasien di dalam?".

Aku langsung bangkit dan mengangguk cepat. "Iya, Dok! Kami teman-temannya".

"Bisa tolong hubungi keluarganya segera. Kami sangat membutuhkan mereka untuk memberikan informasi tentang kesehatan pasien". Ujar wanita berkacamata itu pada kami.

Aku terdiam. "Tapi, Dok! Keluarganya tinggal jauh. Mereka tidak menetap di Korea. Hyesoo hanya seorang diri disini. Orangtuanya ada di Brooklyn, sedangkan kakak laki-lakinya ada di Michigan. Mereka tentu membutuhkan waktu untuk sampai di Korea".

Dokter itu terlihat menghela napas. "Ya, sudah! Kalo begitu apakah saya bisa menyampaikan tentang informasi kesehatan pasien kepada kalian saja?".

"Iya, Dok! Kami bersedia". Ucap Nara mantap.

"Tapi kalian tetap harus menghubungi keluarga pasien. Kami masih takut akan kondisi mental pasien kedepannya. Semua tentu butuh suport dari keluarga masing-masing, termasuk Hyesoo".

"Iya, baik Dok! Kami akan segera menghubungi keluarganya. Lalu bagaimana dengan keadaan Hyesoo?". Tanyaku.

"Begini, Hyesoo terserang peradangan pada bagian apendiks atau yang biasa disebut usus buntu. Gejala umum penyakit ini biasa di tandai dengan diare yang terus-menerus, belum lagi pasien yang akan mengalami demam, serta keram pada bagian perut. Selain itu, pasien juga menderita penyakit mag akut. Badannya yang lemah, pola makan yang tidak teratur, serta padatnya kegiatan atau aktivitasnya juga menjadi faktor menurunnya kondisi fisik pasien". Jelas Dokter itu panjang lebar pada kami.

Akhir-akhir ini Hyesoo memang terlalu memforsir tubuhnya. Kecintaannya pada musik membuatnya lupa bagaimana caranya menjaga kesehatan. Ia jadi lebih sering menghabiskan waktu di ruang musik, menghabiskan waktunya berjam-jam dengan perut kosong tanpa terisi makanan

"Lalu tindakan apa yang perlu dilakukan, Dok?". Tanyaku dengan wajah panik.

"Satu-satunya cara, kita perlu menghilangkan peradangan pada ususnya. Caranya dengan pengoperasian pada bagian apendiks. Selain itu, kalian sebagai orang-orang terdekat Hyesoo saat ini wajib mengontrol pola makannya. Jangan sampai biarkan Hyesoo terlambat makan".

Kami bertiga mengangguk serempak. "Terimakasih banyak, Dok!".

****

MR.ID/My Rival Is IdolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang