Bel istirahat berbunyi nyaring. Saat saat yang paling dinanti oleh para pelajar.
Natasha beranjak dari bangku setelah memberekan semua buku di meja.
"Ikut ke kantin?" tanyanya.
Lian hanya balas menggelengkan kepala. Dia sedang sibuk menyalin catatan bahasa indonesia. Ya beginilah nasibnya yang harus mencatat ulang. Apa tidak bisa tulisan tangannya dipapan dipindah ke buku tulis?
"Nggak mau nitip?" tawar Natasha untuk kedua kalinya.
"Nggak!" balas Lian tanpa menoleh ke arah Natasha. Natasha mendengus sebal. Selalu saja jawaban yang keluar dari mulut teman sebangkunya ini singkat, padat, dan jelas. Natasha beranjak pergi keluar kelas sendiri. Karena dikantin toh sudah ada Naya disana.
Saat sedang sibuk menyalin catatan, tiba tiba ada orang yang duduk disebelah Lian. Atau lebih tepatnya, yaitu di kursi Natasha. Lian menoleh. Dan ia mendapati Alvaro tengah duduk disampingnya dengan santai. Lian tak memperdulikannya. Diapun kembali melanjutkan aktifitas menulisnya.
"Kabarmu baik?" Alvaro tiba-tiba bertanya. Entah kesambet jin apa dia hari ini, tiba tiba saja seorang biang kerok kelas menanyakan kabar kepada orang yang bahkan tak pernah ia ajak bicara sebelumnya. Wow mengesankan.
"Bukan urusan lo!"
"Well, tapi aku ingin berkenalan denganmu supaya kita bisa akrab. Kenalkan, aku Alvaro. Panggil saja Varo." Lian menaruh bulpoinnya. Dia menoleh lagi ke arah Alvaro. Kenapa anak ini jadi bicara aku-kamu?
"Alvaro ataupun Varo itu tetap sama saja bukan?" balas Lian sengit.
"Ada bedanya!" Alvaro menggantungkan kalimatnya, dia menatap Lian lamat-lamat.
"Keluargaku biasanya memanggil Varo. Itu terasa jauh lebih akrab bagiku, dan aku ingin kamu memanggilku sama seperti keluargaku." Lian bergidik ngeri mendengarnya. Entah mengapa kalimatnya ini membuat perutnya mual.
"Bisa nggak sih ngomongnya pakek gue-lo aja?"
Alvaro terkekeh, dia balas menjawab. "Come on, jangan baper oke? Ini hanya permulaan biar image gue terlihat bagus gitu dihadapan lo. Haha." Alvaro menyengir tanpa dosa. Dan itu cukup untuk memancing emosi Lian. Bisa bisanya dia?
Sekalipun dia bicara pakek aku-kamu, itu nggak akan bisa mengubah imagenya yang dari awal udah tercap buruk dipikiran Lian. Buruk banget malah. Kalau bisa, Lian ingin menempelkan cap itu juga ke dahi si Alvaro. Biar kalau dia ngaca dia bisa tau kalau imagenya itu udah buruk. Jadi gak ada gunanya pakek bahasa aku-kamu. Dasar biang kerok!
Selepas itu Alvaro beranjak dari bangku Lian. Dia sudah puas. Dia senang menggoda Lian seperti tadi. Dengan sikap Lian yang benar-benar dingin, itu membuat Alvaro menjadi tertarik untuk mempelajari seberapa dinginkah Lian? Ini akan menjadi pengalaman menarik bagi seorang Alvaro.
***
Lian menoleh kesana kemari. Dia sedang menunggu mamanya. Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak setengah jam yang lalu. Dan mamanya Lian belum muncul juga. Lian berharap harap cemas, diliriknya jam tangan berwarna biru muda yang berada di tangannya lalu menoleh ke ujung belokan jalan. Berharap mamanya tiba-tiba mucul. Tapi percuma, mamanya belum terlihat sampai saat ini. Lian jadi takut jika mamanya lupa atau apa. Perasaan cemas dengan cepat menjalari seluruh tubuh Lian.Hingga sebuah bunyi klakson sepeda motor mengagetkan Lian. Lian menoleh ke belakang, ke sumber suara dan mendapati seorang anak laki laki dengan memakai sepeda motor Ninja hitam tengah berhenti tepat dibelakang Lian. Anak itu membuka kaca helmnya dan.....
DEG!
Anak itu adalah Alvaro. Sekolah sudah sepi. Mau apa dia masih disini?
"Dijemput mama apa ditinggal pacar?" Pertanyaan yang aneh!
KAMU SEDANG MEMBACA
METAMORFOSIS
Teen FictionLian sangat tidak menyukai kedatangan Alvaro si anak baru yang tiba-tiba datang dan mengusik kedamaian hidupnya. Satu persatu kejadian pun silih berganti sejak Lian mengenal Alvaro. Mulai dari Alvaro yang suka membuntuti Lian, mengganggu Lian denga...