Lyn POV.
Gue tahu cerita itu dari Ninda. Saat itu gue merasa bersalah banget sama Lian, semalaman gue sampai nggak bisa tidur, lalu guepun memutuskan untuk datang kerumah Lian dan meminta maaf langsung. Tapi begitu melihat gue dipintu rumahnya, Lian langsung menutup pintu rumah dengan sorot mata kecewa. Sejak saat itu, kami putus kontak. Bahkan sampai bertahun-tahun. Gue emang sering liat Lian dikantin sama Natasha dan naasnya Lian nggak ngenalin gue. Gue pingin minta maaf saat itu tapi gue nggak punya keberanian untuk bicara sama Lian. Lian benar-benar berubah. Dia bukan lagi Lian yang gue kenal, melainkan Lian yang dingin dan tertutup.
"Cerita Lyn berhenti sampai disitu. Dan sekarang gue bisa menyimpulkan bahwa lo itu sebenarnya sangat rapuh. Lo harus bisa keluar dari bayang-bayang masa lalu lo itu Li. Mau sampai kapan lo tersiksa setiap hujan turun? Lo harus keluar dan gue akan bantu lo buat ngelupain eh ralat, bukan melupakan, tapi mengikhlaskan dan berdamai dengan masa lalu."
Lian terdiam dengan air mata yang perlahan keluar membasahi pipi.
“Lian?” Alvaro berusaha memastikan apakah Lian baik-baik saja. Dan sebagai balasannya, air mata Lian kembali turun. Bahunya bergetar hebat. Mendengar cerita Alvaro barusan, membuat Lian seolah terbang ke masa lalu. Dia masih bisa mengingat wajah Aldi dengan sangat jelas. Bahkan Lian masih bisa merasakan sakitnya perasaannya saat itu.
“Gak seharusnya lo jadi kayak gini.” Alvaro menatap Lian dengan sedih. Masih tidak menyangka saja, bahwa gadis dingin dihadapannya ini memiliki masa lalu yang kelam.
“Gue juga nggak pingin jadi kayak gini Var, gue lelah dengan semua kenyataan pahit ini. Gue lelah harus selalu merasakan sakit setiap hujan turun. Gue lelah Var, lo pikir gue seneng kesiksa setiap hujan turun apa? Gue lelah.” Lian menangis lagi. Bahkan air matanya turun semakin deras. Melihat gadis dihadapannya terlihat begitu menyedihkan, Alvaro langsung mendekap Lian dalam pelukannya. Berusaha untuk memberikan ketenangan.
“Gue janji, gue akan bantu lo sampai lo bisa berdamai dengan masa lalu itu, gue janji.” Alvaro berkata sambil mengusap punggung Lian, berupaya agar gadis itu bisa sedikit lebih santai. Lian tidak menolak. Dalam hati terdalam, Lian merasakan kehangatan ketika bersama Alvaro.
***
Lian dan Alvaro memasuki kelas bertepatan dengan bel masuk sekolah berbunyi. Semua pasang mata menatap mereka dengan heran. Apalagi mata sembab Lian membuat para pengghibah berbisik-bisik.Lian duduk dibangkunya. Dari kejauhan, dia bisa melihat jelas Alvaro menatapnya sambil tersenyum.
“Semalem Alvaro nyeritain masa lalu lo ke gue, gue nggak nyangka kalau teman sebangku gue punya masa lalu yang sangat buruk,” ucap Natasha ikut prihatin. Karena jujur saja, Lian terlalu tertutup pada siapapun untuk membahas masa lalunya.
“Emangnya masa lalu Lian apaan sih?” Naya memutar tubuhnya menghadap Lian.
“Lo nguping ya?” Natasha mendelik tajam.
“Eh, gue bukannya nguping, secara bangku lo kan ada dibelakang bangku gue. Otomatis gue denger lah, gue kan punya telinga!”
“Sama aja itu namanya nguping bego.”
“Lo ngatain gue bego?”
“Emang kenyataan kan?”
Lian memijat pelipisnya yang terasa pusing, sekarang ditambah dengan pertengkaran dua orang ini? Sungguh, jika kondisi Lian bisa lebih baik, mungkin dia sudah menimpuk mereka berdua dengan buku paket setebal 1000 halaman.
Lian memilih untuk menenggelamkan kepalanya diatas meja guna meredakan semua emosi yang bercampur jadi satu.
Melihat gelagat Lian, Naya bertanya kepada Natasha dengan setengah berbisik. "Kenapa dia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
METAMORFOSIS
Teen FictionLian sangat tidak menyukai kedatangan Alvaro si anak baru yang tiba-tiba datang dan mengusik kedamaian hidupnya. Satu persatu kejadian pun silih berganti sejak Lian mengenal Alvaro. Mulai dari Alvaro yang suka membuntuti Lian, mengganggu Lian denga...