(07) Sebuah Apel

44 8 5
                                    

"Lo bilang kemarin kalau lo tau rumahnya si Lukman?" Lian menatap Alvaro dengan tatapan kesal.

"Habis ini kan bakal tau sih. Santai dong."

"Lo itu nyebelin banget sih! Tau gitu gue berangkat sendiri. Nyesel gue."

Lian mencoba melihat-lihat sekeliling untuk mengurangi kekesalannya pada pria di depannya ini. Untung saja sebelum berangkat tadi Lian sudah menyiapkan mental untuk megadapi Alvaro yang sudah dia duga akan bersikap menyebalkan dan nyatanya memang menyebalkan.

Tak lama setelah itu mbak pelayan datang mengantarkan pesanan. Kemudian menaruhnya diatas meja. Kopi moka.

"Minum gih, gue yang bayar." Lian mengernyitkan alisnya mendengar Alvaro menggunakan kata lo-gue. Jujur Lian merasa ada yang aneh.

"Lo marah?"

"Marah kenapa?"

"Kok ngomongnya pakek lo-gue?"

"Oh jadi pinginnya dipanggil aku-kamu terus nih." Alvaro mulai menaik-turunkan alisnya untuk menggoda Lian dan itu adalah hal paling menyebalkan yang pernah Lian lihat. Lian dengan cepat segera menghabiskan kopinya, setelah itu dia cepat-cepat berdiri.

"Ayo ah nanti ditungguin," ucap Lian sambil membenarkan posisi tasnya. Alvaro menurut, dia ikut berdiri.

Setelah beberapa menit perjalanan lagi akhirnya mereka sampai di rumah Lukman, yang aslinya tidak jauh dari rumah Lian. Ini semua gara-gara Alvaro yang dari tadi memutar-mutar jalan. Entah apa maunya.Padahal jarak ini bisa ditempuh kurang dari setengah jam dari rumah Lian.

"Daerah ini itu deket dari rumah gue. Gak nyampek setengah jam, andai aja gue tau gue milih untuk berangkat sendiri." Lian mendumel sambil melepaskan kaitan di helmnya. Setelah itu ia serahkan helm itu pada Alvaro dengan wajah ditekuk.

"Aku kan juga nggak tau sih." Alvaro menerima helm itu kemudian mengaitkannya di belakang sepeda, Lian menatap Alvaro dengan jengkel. Kekesalannya sudah sampai di ubun-ubun. Untung saja tidak meledak.

"Ayo masuk." Alvaro berjalan duluan melewati Lian. Lian hanya mendengus sambil mengkuti Alvaro dari belakang.

Rumah Lukman ini lumayan besar. Ada halaman yang luas didepannya. Rumahnyapun bersih. Lian melihat beberapa motor yang terparkir rapi di halaman rumah Lukman. Pasti itu teman-temannya yang sudah pada datang. Lian menggerutu dalam batin jika bukan karena Alvaro dia tidak akan telat untuk sampai disini.

Alvaro megetuk pintu rumah sambil mengucap salam. Tak lama setelah itu seseorang datang dan membukakan pintu. Orang itu adalah Lukman.

"Kalian, ayo masuk. Anak-anak udah dateng semua." Mereka mulai masuk ke dalam rumah Lukman. Dan di ruang tamu, langsung terdengar suara berisik. Di meja tamu, Mira dan Sisil sedang berebut siapa yang mau mengerjakan makalah. Sedangkan Andra sedang asyik bermain PS.

"Woy, sini gue ikutan." Alvaro langsung duduk di sebelah Andra dan mulai ikut bermain. Lian mengeluh dalam hati. Beginilah akibatnya satu kelompok dengan para lelaki.

Lian memutuskan untuk duduk disamping Mira dan Sisil. Dia melirik kertas disana, sudah ada tulisan.

"Tulisan siapa?"

"Tulisan gue, jelek ya hehe," balas Lukman sambil nyengir lebar. Lukman memilih duduk di sebelah Lian.

"Bagus kok, rapi. Tapi buat apa?"

"Buat nentuin apa aja yang harus ada dimakalah nanti." Lian mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti.

"Itu ada apel. Mau?" tawar Lukman pada Lian. Lukman mengambil satu buah apel dari wadahnya lalu ia serahkan pada Lian. Tak lupa Lukman mengambilkan pisau juga.

METAMORFOSIS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang