(10) Adellyn Kirana.

15 4 0
                                    

“Lo siapa?”

Gadis itu memekik kaget seolah tak percaya. “Astaga, lo beneran lupa gue siapa? Lo itu pikun atau gimana sih? Apa si Aldi udah ngeambil semua pikiran lo sampe lo lupa sama gue hah?” Mendengar nama Aldi disebut, spontan Lian langsung membelalakkan matanya.

“Gue Lyn, Adellyn Kirana. Inget?”

Lian terdiam, bagaimana dia bisa melupakan Adellyn yang merupakan teman satu kelas waktu SMP dulu.
“Lyn? Lo kok disini? Sejak kapan lo sekolah disini?” tanya Lian bingung dengan melihat Lyn yang penampilannya berubah drastis.

“Cuih, gila ya lo, gue udah sekolah disini sejak awal masuk dulu kali. Gue sering liat lo dikantin sama Natasha. Awalnya gue pingin nyapa, tapi lo kayaknya masih gak mau maafin gue sejak kejadian itu, jadi gue mutusin untuk ngejauhin elo." Lyn mengambil napas berat. "Gue minta maaf gak pernah ada disaat lo sedang susah, gue tau gue bukan teman yang baik. Tapi mulai hari ini gue pingin memperbaiki kesalahan gue dimasa lalu. Gue tau dengan menghindar dari lo itu gak bakal bikin semua masalah selesai, gue bener-bener minta maaf Li." Lyn tertunduk lemah. Binar penyesalan jelas terlihat dimatanya.

“Gue gak pernah benci sama lo kok Lyn, waktu itu gue cuma kecewa aja. Gue udah maafin lo sejak dulu." Lian tersenyum tulus.

Mata Lyn membelalak tak percaya, tapi sedetik kemudian pandangannya melunak. “Gue kangen sama lo Li.” Lyn memeluk Lian sangat erat. Mungkin ini adalah sebuah bentuk penyesalan. Setelah dirasa cukup puas berpelukan, Lyn melepaskan pelukannya pada Lian.

“Btw, selama ini lo emang gak pernah liat gue disekolah ini? Dan kok bisa-bisanya lo ngelupain gue semudah itu sih?” Dengan gemas, Lyn memberondong Lian dengan pertanyaan-pertanyaannya.

“Gue jarang keluar kelas, bisa dibilang gue ini kuper. Tapi lo bener-bener berubah Lyn, dulu lo kan gendut, item, jelek, burik, pendek, petakilan. Tapi sekarang lo kok jadi cantik gini sih?”

“Lo muji atau ngehina sih?” Lyn bersungut-sungut kesal yang dibalas senyuman oleh Lian. Hingga tiba-tiba, sosok Alvaro datang menghampiri mereka. Membuyarkan senyum Lian dalam sekejap.

“Lian, gue minta nomer WhatsApp mama lo dong!”

“Buat apa?” Wajah Lian berubah menjadi datar kembali.

“Buat PDKT lah, agih buruan!" ucap Alvaro terlihat serius.

“Mama gue gak punya HP!” jawab Lian asal-asalan.

“Ketahuan bohongnya, lah terus kemarin kamu minta jemput mama kamu ke toko buku pakek apa? Apa jangan-jangan kamu cemburu karena aku minta nomer HP mama kamu ya?" tanya Alvaro dengan wajah tengilnya.

Lian jadi terdiam karena kini pasti wajahnya sudah merah padam karena ketahuan bohong.

Alvaro tertawa puas, kemudian dia bergegas masuk kedalam kelas sebelum mendapat amukan dari Lian.

“Pacar?” tanya Lyn agak ragu.

“Bukan.”

“Ganteng juga ya, kalau boleh tau nama dia siapa?”

“Apa? Nama? Oh Alvaro,” jawab Lian sedikit tergagap.

“Oh, kalau gitu gue balik ke kelas dulu ya. Dah Lian, nanti istirahat gue ke kelas lo lagi oke.” Lyn berbalik badan, berjalan ke arah kelasnya yang memang berbeda arah dengan kelas Lian. Lyn sengaja lewat sini hanya untuk meminta-maaf pada Lian.

Lian kembali berjalan ke arah kelasnya yang tinggal beberapa langkah saja. Saat Lian membuka pintu kelas, terlihatlah sosok Alvaro yang sedang mengobrak-abrik laci mejanya. Dia mengeluarkan bunga, cokelat, surat dan semacamnya. Lian menghela napas. Tidak peduli.

METAMORFOSIS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang