Pukul 19.00
Lian tengah berkutat dengan PR-PR yang menunggu untuk diselesaikan. Tapi masalahnya, pikiran Lian masih terbayang-bayang dengan kejadian di kantin tadi, entah mengapa hal itu mampu membuat Lian jadi kesal sendiri.
Apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya? Lian sendiri juga tak tahu jawabannya, bahkan jawaban PR matematika saja belum diketahui.
Lian mengacak-acak rambutnya frustasi. Dia merasa telah dipermainkan oleh soal matematika. Padahal matematika biasanya adalah sahabat Lian kala gabut.
Lian menarik napas berat. Mencoba untuk rileks. Tapi tiba-tiba saja ponselnya berdering yang menandakan bahwa ada pesan masuk. Lian mengambil ponselnya dan melihat ada pesan dari Alvaro.
Alvaro
Lian, ikut aku cari angin yuk, biar pernah gitu kita jalan bareng :”)
Lilian Jane
Lo gak usah ganggu hidup gue bisa gak sih? Lo emang gak ada kerjaan lain apa? Gue kesel tiap lo ganggu gue. Jadi mulai sekarang biarin gue hidup tenang!
Lian membalas pesan Alvaro dengan berapi-api, mungkin dia masih terpengaruh dengan kejadian dikantin tadi. Dengan cepat Lian langsung mematikan ponselnya.
Sungguh, saat ini pikirannya sedang kacau.
***
Pagi yang cerah berawan. Semua orang kembali ke aktivitas seperti biasa. Dan seperti biasa pula, Lian berangkat ke sekolah diantar oleh mamanya. Tapi untuk pagi ini, entah kenapa dia merasa malas untuk berangkat ke sekolah.
Lian masuk ke dalam kelas. Dan pemandangan yang pertama kali Lian lihat adalah Natasha yang sudah duduk anteng.
Lian menaikkan satu alis. Heran. Tak biasanya Natasha berangkat pagi.
“Akhirnya lo dateng juga.” Natasha menyambut kedatangan Lian dengan bahagia.
“Kenapa?” tanya Lian sambil duduk dikursinya.
“Itu..... hehe.” Bukannya menjawab pertanyaan Lian, Natasha malah cengengesan tidak jelas. Lian menatap Natasha dengan curiga.
Pasti ada yang tidak beres.
“PR matematika dong," balas Natasha masih dengan ekspresi menyebalkannya.
Mendengar itu, Lian langsung mengeluh tertahan. Sejak kemarin malam dia sama sekali tidak bisa mengerjakan PR matematika. Mungkin ini efek pikirannya yang kacau. Tapi setidaknya kemarin Lian berhasil menyelesaikan satu soal.
“Belum,” jawab Lian singkat dengan ekspresi datar.
“What? Gue gak salah denger nih? Elo belum selesai ngerjain PR?” Mata Natasha melebar. Tak biasanya seorang Lilian Jane belum mengerjakan PR.
“Gue udah selesai kok.” Seseorang mengulurkan buku dihadapan Lian. Orang itu adalah Lukman.
“Elo emang prince gue deh Man ya ampun makasih banget.” Natasha dengan cepat menyambar buku tersebut, dan hal itu sontak membuat Lukman tersenyum simpul.
“Lo gak ikut nyontek Li?”
“Iya, ntar.” Lian menoleh ke arah Lukman sambil tersenyum tipis. Tapi senyumannya perlahan memudar saat melihat seseorang yang sedang berdiri di ambang pintu kelas sambil menatap Lian.
Sontak, Lukman mengikuti arah pandang Lian. Dan orang yang tengah berdiri di pintu kelas ternyata adalah Alvaro. Lukman tersenyum kecut. Dia memutuskan untuk berlalu dari hadapan Lian.
KAMU SEDANG MEMBACA
METAMORFOSIS
Teen FictionLian sangat tidak menyukai kedatangan Alvaro si anak baru yang tiba-tiba datang dan mengusik kedamaian hidupnya. Satu persatu kejadian pun silih berganti sejak Lian mengenal Alvaro. Mulai dari Alvaro yang suka membuntuti Lian, mengganggu Lian denga...