New story again, guys:*
Nggak papa, hujat saja dirikuh:v*****
Alisa's POV
Alisa Maharani, gadis tunawicara yang selalu menjadi korban bullying di dalam pergaulan. Ya, itu aku, Alisa. Bully sudah menjadi hal biasa bagi orang sepertiku. Orang yang hidupnya hampir sempurna saja bisa menjadi korban bully sebab si pelaku iri, apalagi orang serba kekurangan sepertiku.
“Heh, Bisu! Jangan ngalangin jalan kenapa! Lo pikir badan lo bagus gitu nampang depan gue? Minggir deh, mau lewat nih gue.” Aku hafal betul suara ini sehingga aku memilih minggir meski aku sedang mengantre untuk membelikan Risa mie ayam pesanannya. Dia Aksel Alfredo, king bullying yang suka sekali melihatku menderita. Aku sendiri tidak tahu apa salahku sehinngga dia suka sekali melihat penderitaanku. Bahkan aku pernah mendengar jika Aksel hanya bisa memilih satu korban, Aksel akan memilihku. Menjadi yang terpilih tidak selalu menyenangkan bukan?
“Lisa! Lo lelet banget sih kayak siput. Buruan woy! Udah laper nih gue,” teriak Risa dari tempatnya duduk. Aku gelagapan ingin segera kembali masuk antrean, tapi Aksel dan teman-temannya masih berdiri di sana menghalangi. Antrean masih panjang dan tidak seorang pun di sana yang mengasihani diriku yang berada di antara dua neraka ini.
Akhirnya kuberanikan diriku menatap mata Aksel yang selalu memiliki binar aneh yang terpancar dari sana saat menatapku. “Bisa kamu minggir dulu? Aku harus cepat beli makanan, Risa nanti kelaparan,” ucapku dengan bahasa isyarat. Aku tidak tahu Aksel mengerti maksudku atau tidak, tapi setiap aku melakukannya dia akan memperhatikan dengan saksama dan setelahnya dia akan bereaksi meski kadang berbanding terbalik dengan apa yang aku maksud.
Seperti saat ini, bukannya beranjak dari sana, Aksel malah bergeming sambil menatapku dingin membuatku mengalihkan tatapanku darinya. Ketika seorang siswa akan lewat membawa nampan berisi semangkuk mie ayam dan segelas es teh, Aksel menghadangnya. Dia mengeluarkan selembar uang lima puluh ribuan dan mengangsurkannya pada siswa itu yang tentu saja disambut dengan senang hati oleh siswa itu. Tanpa kata, Aksel membawa mangkuk mie ayam itu pergi, menyisakan es teh di nampan.
“Sel, ke mana?” tanya Surya, salah satu teman Aksel yang tadi bersamanya.
“Makan. Lo pada cari meja lain sana!” jawab Aksel sambil terus berjalan. Surya beserta teman-temannya yang lain beranjak dari sana dan sempat menyenggol bahuku sedikit keras, tapi tidak sampai membuat tubuhku oleng. Aku melihat Aksel berhenti di meja Risa dan teman-temannya kemudian duduk di hadapan Risa membuat Risa dan kawan-kawan menatapnya tak percaya. “Makan!” Aksel meletakkan mangkuk mie ayam itu di meja Risa. Aku masih bisa mendengar apa yang dia katakana karena jarak meja Risa dan tempatku berdiri tidak jauh. Apalagi suasana kantin yang mendadak jadi hening.
“Eh, Aksel. Lo makan aja duluan, gue nungguin si Lisa aja,” tolak Risa halus disertai senyum manisnya.
Aku dapat melihat Aksel menyunggingkan senyum sinis meski tipis. “Katanya lo laper. Makan!” Risa sepertinya sudah akan menolak lagi, tapi suara Aksel menghentikannya sekaligus membuatku tersentak. “Lisa! Bawain minum!” teriak Aksel membuatku ingin segera bergerak menuju kulkas. Namun, siswa yang mie ayamnya diambil Aksel tadi menyodorkan es tehnya padaku. Spontan aku menerimanya dan mengucapkan terima kasih tanpa suara yang hanya diangguki singkat olehnya.
Segara aku membawanya ke tempat Aksel kemudian menaruhnya di atas meja. Aku masih berdiri di samping meja karena mungkin mereka masih membutuhkan tenagaku. Orang yang di-bully selalu rela memberikan tenaganya seperti ini tidak ya? Atau hanya aku yang melakukan hal sebodoh ini?
“Sel, gue nggak papa kok, sumpah. Nan—“
Aku tersentak begitu sesuatu yang dingin mengguyurku. Lengket dan aku tahu pasti ini apa. Aku menunduk semakin dalam mengabaikan berbagai tatapan yang menghujaniku dan berpikir apa salahku kali ini. Aku baru sadar, bukannya sebenar-benarnya aku akan selalu salah di mata mereka yang tidak menyukaiku? Terlebih bagi Aksel yang—terlihat—sangat membenciku.
“Gue lagi nggak pengen es teh, bawain fanta cepet!”
“Aksel!” Aku langsung menengok ke arah suara itu berasal, pintu masuk kantin. Aku rasa yang lain juga sama, memperhatikan dengan heran Dika yang berdiri di sana dengan tatapan yang mengarah pada Aksel dan Risa. Dia sempat melirikku sejenak sebelum kembali mengalihkan tatapannya pada Aksel. “Dipanggil Bu Fika di ruangannya,” lanjutnya sebelum berbalik meninggalkan kantin.
Aku mendengar decakan Aksel. Kemudian dia beranjak dari duduknya dan pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Aku sendiri masih terdiam di antara kantin yang mulai ramai kembali. Kuberanikan diriku menatap Risa yang ternyata hampir sama denganku, terdiam, sambil memandangi mangkok mie ayamnya. Aku tidak tahu apa penyebabnya, tapi aku sempat melihat sinar matanya menyendu.
“Eh, Bisu! Ngapain lo masih di situ? Pergi sana!” Aku langsung pergi meninggalkan kantin untuk membersihkan diriku dan mengganti baju setelah mendengar bentakan Icha, teman Risa.
Alisa’s POV end
*****
"Faktanya, akan selalu ada orang yang tidak menyukaimu."
*****
With love❤
Miftalutfi

KAMU SEDANG MEMBACA
Monokrom
Novela JuvenilAksel punya hobi yang aneh dan kejam: menindas orang yang lebih lemah darinya, apalagi orang yang terlahir dengan kekurangan fisik. King bullying itu menjadikan Alisa korbannya. Gadis tunawicara yang entah bagaimana dan entah sejak kapan mengambil a...