5. Festival Rasa

498 65 44
                                    

"Mereka yang terlihat tak tersentuh bisa menjadi menyenangkan ketika berkumpul dengan orang-orang yang membuat mereka nyaman."

*****

Alisa berjalan tergesa-gesa menuju kelasnya dengan membawa pakaian olahraga berwarna biru di tangannya. Bodohnya dia yang lupa bahwa festival tahunan sekolah dimulai hari ini dan sialnya gadis itu dipilih menjadi pemain cadangan pada olahraga bola voli, padahal Alisa sama sekali tidak bisa bermain voli. Feeling-nya mengatakan festival kali ini tidak akan baik untuknya seperti festival tahun lalu.

Festival ini berlangsung selama tiga hari dengan hari pertama adalah festival olahraga, hari selanjutnya adalah festival seni dan sastra, lalu festival diakhiri dengan bazar. Kemudian balon warna-warni yang di dalamnya telah diisi kertas yang bertulisakan harapan para murid dan guru serta para staf akan diterbangkan oleh kepala sekolah dan ketua OSIS. Mengingat jumlah murid SMA Cendekia Bangsa tidak bisa dibilang sedikit dengan jumlah guru dan para staf yang juga cukup banyak, ukuran rangkaian balon warna-warni itu tentu saja akan sangat besar. Mungkin seperti balon-balon yang digunakan untuk menerbangkan rumah milik seorang kakek dalam sebuah film yang Alisa lupa judulnya.

"Lo ke mana aja sih?! Lo mau kelas kita kalah lagi gara-gara lo?!" Risa menatap garang Alisa yang baru sampai di lapangan voli indoor setelah mengganti seragam kotak-kotaknya dengan pakaian olahraga. Sementara Alisa hanya menunduk sembari mengatur pernapasannya yang jarang-jarang.

Angel melangkah menghampiri dengan gaya bak model yang berjalan di catwalk. "Lagian lo ngapain sih pakek pilih dia segala? Meski cuma jadi cadangan, tapi lo tau sendiri dia itu pembawa sial. Orang tuanya aja mungkin nyesel punya anak kayak dia," celetuk gadis berambut coklat bergelombang dengan aksen rainbow di ujung rambutnya. Mata coklat yang ditutupi oleh softlens hitam itu menatap penuh ejek pada Alisa yang semakin menunduk dengan kedua tangan yang terkepal di kedua sisi tubuhnya, sementara matanya telah memanas dan digenangi air mata yang siap tumpah kapan saja.

Apa benar dia pembawa sial? Apa bundanya menyesal melahirkannya? Apa mungkin ayahnya yang sekarang entah di mana itu meninggalkannya dan bundanya karena tidak mau terkena sial sebab memiliki anak sepertinya? Apa dia yang membuat bundanya menjadi seorang istri yang serasa menjanda? Apa dia yang menjadi penyebab meninggalnya kakek-neneknya di hari kelahirannya?

Dan masih banyak lagi pertanyaan di kepalanya yang membuatnya menangis tanpa suara. Air matanya telah terjun bebas dan membasahi kedua pipi chubby-nya. Kedua tangannya terkepal semakin kuat membuat buku-buku jarinya memutih.

Alisa meringis ketika tiba-tiba rambutnya ditarik ke belakang membuat wajahnya mendongak. "Gue nggak nyuruh lo nangis ya, Bisu! Jangan bikin kami semakin disalahin karena sikap bego lo ini!" Bisikan tajam itu berasal dari bibir merah milik Angel yang tentu saja karena lipstick yang disapukannya pada bibir tipisnya meski tahu sekolah melarang keras siswanya berdandan berlebihan. Sementara Risa hanya memperhatikan tanpa memberikan reaksi apa-apa bahkan saat Angel semakin menguatkan cengkramannya pada rambut Alisa lalu menghentaknya cukup kuat sampai beberapa helai rambut hitam gadis itu rontok.

"Lo tahu, kan lo cuma candangan yang nggak bisa apa-apa? Jadi, tugas lo cuma ngambilin bola yang keluar lapangan!" Setelah mengatakan itu Angel melangkah menuju bangku tempat para pemain. Kemudian diikuti Risa yang menyempatkan diri sejenak memandang Alisa dengan tatapan penuh makna.

Alisa menangis merasakan kulit kepalanya yang serasa akan terlepas dari batok kepalanya. Sakit. Sungguh. Namun, batinnya jauh lebih sakit. Sampai kapan harus seperti ini? Atau memang dia harus melawan? Namun, nyalinya tidak cukup untuk melawan mereka. Lagi pula dengan keadaannya yang seperti ini akan sulit untuk melawan.

MonokromTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang