04. LUKA RAINA

197 63 37
                                    

Selamat Membaca, budayakan sebelum membaca. Follow dulu!

"Tak mudah untuk membangun kepercayaan, yang selalu berujung dikecewakan."

🦋🦋

Langkah Raihan terhenti setelah tiba di kooridor kelas. "Suka apa?" tanyanya, seraya menoleh ke arahku.

"Suka seblak," jawabku menyeringai senyuman, lalu kembali berjalan berdampingan dengan Raihan, sebab tinggi kita berdua sejajar. Lalu, memasuki ruang kelas tujuh dan langsung duduk di bangku. Sementara, Raihan tetap berdiri dan hanya meletakkan seblak itu di atas mejaku. "Makasih, ya," ujarku padanya, yang kemudian berlalu pergi dengan senyuman.

"Cie, dianterin sampe ke kelas," goda Nabila, membuat keningku berkerut.

"Raina, sebenarnya kamu itu suka sama kakak kelas yang kemarin, apa sama Raihan?" tanya Putri, sehingga aku mengembuskan napas panjang.

"Aku sama Raihan cuman temen," kataku begitu.

"Raihan, itu temennya pacarku loh. Nanti, kalo kamu suka sama dia aku bilangin ke pacarku, biar bisa disampein ke Raihan, atau kamu mau bilang langsung ke Raihannya?"

Aku berdecak, "Putri, aku sama Raihan nggak ada apa-apa. Aku nggak suka sama dia, lagian dia itu anaknya tengil banget."

"Kamu udah punya pacar, Put?" tanya Sabrina, membuat aku dan Nabila menyadari perkataan Putri tadi.

"Sumpah, kamu udah punya pacar?" tanya Nabila, penasaran sepertiku. Namun, aku hanya diam dan mulai membuka tutup Styrofoam, untuk memakan seblak.

Putri mengangguk, lalu menunjuk salah satu murid laki-laki yang tengah duduk di bangku depan paling pojok, sambil memainkan handphone. "Namanya, Adam," lirih Putri, setelah memakan satu bungkus bakso, dan langsung memakan seblak.

"Kapan jadiannya?" tanya Sabrina, yang masih mengunyah bola-bola bakso dalam mulutnya.

"Kemarin waktu MOS, tapi dia nembak aku lewat chat." Kita bertiga hanya mengangguk, setelah mengetahuinya.

"Rain, kamu sendiri kenapa nggak pacaran aja sama Raihan." Nabila masih terus menggodaku, hingga jam masuk berbunyi. Namun, aku tak memedulikannya karena aku sama sekali tak mempunyai perasaan apa pun, terhadap Raihan.

Pelajaran pertama berlangsung sesuai jadwal yang sudah diberikan oleh Pak Syarif kala itu, aku mulai menyerap materi yang tertulis di papan tulis. Namun, lagi-lagi suara Putri mengganggu konsentrasiku. "Kamu beneran suka sama kakak kelas yang kemarin 'kan, Rain?"

Aku terpaksa menoleh padanya, dan melipat bibir saat memandang wajahnya yang memiliki kelopak mata sipit jika sedang tersenyum. "Iya," jawabku jujur. Lantas, Putri mencolek daguku dan berkata, "Cie, suka sama kakak kelas. Deketin terus, ya, biar bisa nyusul aku," bisiknya. Sedangkan, aku hanya berdeham singkat, dan kembali memandang guru yang mulai menerangkan materi di depan kelas.

Sepulang sekolah, aku memilih untuk berdiri di dekat tembok depan kelas—yang menjadi pagar pembatas, sebab kelasku berada di lantai paling atas. Aku sengaja menunggu Putri, yang katanya akan pulang bersamaku naik angkot—Putri yang sedang berbicara dengan Adam pacarnya di dalam kelas, sementara seluruh murid kelas tujuh sudah berhamburan pergi dari sekolah. "Rain, kamu nunggu Putri?" tanya Sabrina yang baru saja ke luar kelas bersama Nabila.

FIRST LOVE AND LAST [ HIATUS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang