05. LUKA RAINA

211 57 30
                                    

Selamat Membaca, budayakan sebelum membaca. Follow dulu!

“Aku ingin menjadi masa depanmu, meski aku pernah berada di masa lalumu.”

🦋🦋

Semalaman suntuk, aku berusaha untuk mencari tahu tentang laki-laki yang bernama Gala. Hingga, aku berhasil mendapatkan akun sosial medianya. Pikirku tak masalah, jika aku mengikutinya lebih dulu, karena Gala sendiri pun tak mengetahui keberadaanku. “Akhirnya ketemu juga.”

Setelah mencari tahu lebih dalam tentangnya, aku sama sekali tak menemukan kedekatan antara Gala dan perempuan itu. Mungkin saja, Gala sengaja menutupi hubungannya dari hadapan publik, atau aku yang sudah berburuk sangka tentang kedekatannya dengan perempuan itu? Aku tak pernah memilih untuk jatuh cinta sedalam ini, sampai aku rela menghabiskan waktu sepenuhnya hanya untuk mengetahui semua tentangnya. Aku tak berpikir panjang, bahwa aku kembali melakukan tindakan bodoh itu. Mengulang masa lalu, akan mengorek luka yang pernah aku rasakan dulu.

Hingga keesokkan harinya, perasaanku masih tetap sama. Aku benar-benar jatuh cinta, dan rasa yang seharusnya bisa aku kendalikan, justru membuatku bersikap berlebihan. Sampai aku tak bisa menjauh, apalagi kehilangannya. Namun, aku masih belum bisa berbicara saat bertemu dengannya, terlebih lagi saat ini. Tak hanya detak jantung yang berdebar, tapi pandangan pun ikut tak sadar. Aku memandanginya di depan toilet, kala aku bertemu kembali dengannya.

Laki-laki itu hanya tersenyum tipis, tatapannya begitu teduh ketika berpapasan denganku. Lalu, menaiki anak tangga dengan kaki jenjangnya. Aku masih saja tertegun di depan toilet, memandang punggung kekar yang sudah tak lagi terlihat. “Rain, katanya mau ke toilet,” ujar Sabrina yang sudah selesai dari toilet, dan aku masih berdiri di tempat.

“Nggak jadi,” jawabku dengan senyuman, bahkan kehadirannya telah membuatku tak dapat membuang air kecil, bagaimana jika aku bisa dekat dengannya nanti? Apa mungkin, aku tak bisa makan dan tidur? Hanya karenanya?

“Yaudah ayo ke kelas,” ajak Sabrina, sesaat merapihkan kerudungnya di depan cermin toilet. Kemudian, aku menaiki anak tangga, yang berada di bangunan sebelah kanan. SMP Wiramandala mempunyai tiga sisi bangunan, dengan lapangan upacara di tengahnya. Dan, tiga buah anak tangga; sisi sebelah kiri, kanan dan tengah. Biasanya aku menaiki tangga sebelah kiri, untuk menuju ke kelas. Namun, kali ini Sabrina justru mengajakku untuk menaiki tangga sebelah kanan, dan harus melewati kelas delapan lebih dulu.

“Kalo lewat tangga sini, harus muter dulu ‘kan, Na?” tanyaku, menyusulnya dari belakang.

Sabrina menoleh. “Gakpapa, Rain, kelas juga lagi jam kosong. Jadi, sekalian jalan-jalan,” kata Sabrina enteng, sehingga aku hanya mengangguk.

“Gala! Balikin bolanya.” Aku memelankan langkah, ketika mendengar suara itu.

Seorang Doni ke luar dari kelas delapan, mengejar Gala yang sudah beranjak lebih dulu dari dalam, dengan membawa bola basket ditangannya. Aku mematung, saat melihat keduanya berebut bola basket dengan seragam biru; sepertinya, kelas mereka berdua akan melakukan olahraga di pagi hari.

Hingga, bola basket ditangan Gala terlepas dan menggelinding di lantai. Entah kenapa, sepasang kakiku dapat digerakan kembali, dan buru-buru mengambil bola basket itu. Doni dan Gala berbalik, memandangku dengan tatapan datar. Penuh keraguan untuk mendekat ke arah mereka berdua di sana, tetapi aku harus mengembalikan bola basket itu padanya. “Makasih,” ujar Gala, suara serak basahnya dapat aku dengar dengan jelas. Aku tak mendongak, takut jika pandangan kita berdua akan bertemu.

FIRST LOVE AND LAST [ HIATUS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang