15. LUKA RAINA

132 33 20
                                    

Selamat Membaca, budayakan sebelum membaca. Follow dulu!

“Hati-hati, jika masalah hati.”

🦋🦋

Satu Minggu kemudian ...

Aku sudah berusaha menjadi pacar yang baik, untuk dia yang belum lama ku kenal. Hingga, akhirnya aku memutuskan hubungan itu tepat pada Minggu terakhir, kita pacaran. Ya, sebab aku tak ingin membohongi perasaan, apalagi memaksakan hati untuk menyukai dia. Selama tujuh hari, enam malam aku dibuat tak nyaman olehnya—dari ketikan, dari caranya berbicara melewati panggilan suara, dan juga dari sikap perhatiannya yang sangat berlebihan terhadapku. Bahkan, aku semakin membencinya ketika dia memintaku, untuk memberi kabar setiap waktu, dan harus membalas pesannya setiap detik. “Aku pacarmu, atau tahananmu?!”

Tanpa berpikir panjang, aku langsung memblokir semua akun sosial medianya. Setelah, aku dan dia resmi putus, dan dia mulai memahami arti dari hubungan ‘pacaran.’ Dia baru mengetahui, jika pacaran memanglah dosa dan dilarang dalam agama Islam, tetapi dia masih memaksaku untuk melakukan dosa itu bersama? Konyol sekali, jika aku tetap mempertahankan hubungan itu, ketika aku sendiri sudah paham tentang larangan dalam agama Islam. Sehingga, aku pun tak memedulikan keberadaannya lagi, dan Ririn pun mendukungku untuk tak berhubungan lagi dengan dia. Namun, kekesalanku semakin bertambah saat laki-laki lain, menyatakan perasaannya kepadaku—melewati chat—pagi itu.

“Ih, belum pernah ketemu. Baru kenal juga, tapi kenapa bisa langsung suka sih sama aku?” Hanya kalimat tanya, yang selalu tersimpan di benak. Hingga, aku dibuat menggerutu sepanjang jalan di tengah kooridor kelas, saat akan mengikuti acara pengajian setiap Sabtu di SMA Negeri Sriwijaya—yang hanya dihadiri oleh seluruh murid kelas sepuluh saja.

“Mau naik ke atas, tapi malu. Nggak ada temen, buat ke masjid,” runtukku memandang halaman masjid, yang sudah begitu ramai. Sehingga, aku duduk di bangku kayu depan kelasku sambil memainkan handphone.

“Aku suka sama kamu, sejak pertama kali kita kenal. Dan, aku langsung nyaman sama kamu. Tapi, kamu belum punya pacar ‘kan?” Kembali aku baca, pesan berakhir dengan kalimat tanya itu. “Belum.” Aku berusaha untuk tak memberikan harapan, padanya. Apalagi, membuka hati supaya dia dapat singgah, dengan sesukanya.

Handphone, aku masukkan ke dalam saku baju. Lalu, pandanganku mengedar penuh pada keseluruhan halaman sekolah. Hingga, menangkap seorang perempuan berkerudung yang tengah duduk seorang diri, di bangku depan ruang kelas. Tanpa ragu, aku melangkah mendekat untuk berkenalan dengannya. Postur tubuhku dan perempuan itu, sama; kurang tinggi. Ya, mungkin karena itulah kita berdua bisa berteman. Namun, bukan hanya karena itu saja, sebab aku dan perempuan yang bernama Gizca Sabillyla Pratiwi; sama-sama tak mempunyai teman dekat di kelasnya.

“Ke masjid bareng, yuk,” ajakku disetujui olehnya, sehingga kita berdua pun menaiki anak tangga bersama, dan duduk bersebelahan selama pengajian itu selesai.

“Gizca, kamu nanti pulang naik apa?” tanyaku, padanya.

“Aku jalan, Rain, kebetulan rumahku deket.”

“Oh, di mana?”

“Di belakang sekolah ini, kalo kamu mau main boleh.” Aku pun tersenyum, dan berkata, “Iya, kapan-kapan.”

“Kamu pulang naik apa?”

“Naik ojek online biasa, karena cuman Abang ojek yang setia sama aku.” Sejak saat itu, aku dan Gizca pun berteman baik, meskipun kita berdua berada di kelas yang berbeda. Namun, aku dan Gizca seringkali ke kantin bersama setiap jam istirahat, karena kelas kita berdua bersebelahan.

FIRST LOVE AND LAST [ HIATUS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang