Memories 4 (End)

3.6K 303 0
                                    

Tak terasa sudah seminggu dia berada di Bali. Sudah cukup baginya. Sekarang dia harus pergi lagi. Mungkin ke luar negeri lagi. Binar terlihat seperti tidak peduli dengan usahanya. Ya, dia memiliki asisten terpercaya dan bisa memantau pekerjaannya dari gadget.

Ketika hatinya sudah membaik. Dia akan kembali ke rutinitasnya. Harusnya ini menjadi bulan madunya. Tapi, dia menyembuhkan sakit dengan berpergian sendiri.

Memang benar sang ayah dan... Dengan berat hati dia panggil mama Paula. Tak pernah salah. Ibunya sendiri yang dulu menjodohkan mereka setelah tahu sakitnya. Dia sempat marah kenapa mereka tak memberi tahunya dari dulu. Alasannya faktor kedewasaan dan waktu berjumpa yang tak pernah bertemu.

Dia juga sudah muak karena Robby yang mengikutinya. Karena itu dia harus menyelesaikan semuanya.

............................

Binar yang sudah lengkap membawa koper dan tas untuk meninggalkan Bali menunggu di sebuah cafe dekat pantai. Tak lama orang yang ditunggu tiba. "Hai, sayang. Aku yakin kamu pasti memberikan kesempatan itu." Robby yang tampak bahagia sampai ingin mencium kening Binar tapi wanita itu menahannya.

"Bisakah loe ngertiin gue sekarang?" tanya Binar dengan tenang dan duduk anggun. Robby langsung merasa menyesal dengan sikapnya. Dia hanya tersenyum lalu duduk di depan Binar. Gadis yang ternyata begitu berarti untuknya. Dia sungguh menyesal.

Binar menegakan tubuh, menghela nafas dan tersenyum. "Cinta tidak bisa dipaksakan. Aku tahu, kamu mengejarku karena permintaan Riska. Dia... Juga memohon maaf sama aku setelah menolak panggilannya berkali-kali. Jika kalian saling mencintai. Bersatulah," jawab Binar dengan nada yang berubah lembut dan raut yang baik. Dia bahkan menyebut "Aku-kamu" seperti dulu saat mereka bersama.

Robby hanya menatap nanar. "Maafin aku, Nar. Maaf... Awalnya mungkin permintaan Riska. Tapi, seiring waktu dan merenung dalam usaha mengejar kamu. Aku... Aku mencintaimu." Pria berkemeja biru itu tampak lirih. Rasanya ingin memeluk dan tak mau melepaskannya. Namun, setelah melempar kecupan jauh dan menyerahkan cicin pertunangan yang ternyata masih disimpan, Binar pergi. Meninggalkan Robby yang terpaku sedih.

Walau wanita itu menyuruhnya bersama Riska yang ternyata sudah dia cintai diam-diam. Dia tak akan menurut. Biarlah sekarang atau entah sampai nanti dia berjuang. Mungkin nantinya dia harus belajar ikhlas walau sakit dan susah.

...........................

Dewa sekarang merenung sendiri dalam Villa yang tadi barusan ditinggali oleh Binar. Teringat kebersamaan mereka sebelum gadis itu pergi.

Flashback

"Gue pergi ya, selamat untuk loe dan Anggie." Binar memeluk Dewa yang tersenyum dalam sedih.

"Selamat juga untuk kamu dan Robby sepertinya kalian akan kembali," ucap Dewa setelah pelukan mereka terlepas. Dewa pernah tak sengaja dan sesekali melihat Robby mendekatinya. Dan interaksi mereka terlihat intim. Pria itu tahu jika masih ada sedikit cinta untuk Robby dari Binar.

Bahkan sebelumnya dia tahu saat sahabat kecilnya itu bercerita tentang Robby, patah hati dan masalah keluarganya. Masa kecil mereka dulu juga. Dimana Dewa yang sebenarnya memendam rasa cinta untuk Binar.

Binar mengerutkan kening lalu tertawa. "Ya elaahh, gue gak akan balik ke dia. Okelah gak munafik kalau percik cinta itu masih ada. Tapi, pengkhianat tetap pengkhianat? Dan rasanya mudah menghilangkan rasa cinta yang sudah sedikit itu jika mengingat pengkhianatan dia."

Dewa tergugah. Gilanya dia justru semakin cinta pada Binar. Saat ingin berucap. Kembali tertahan karena gadis itu mengecup pipinya. Lalu berbisik di telinganya, "Makanya jangan selingkuhin Anggie. Nanti loe gue benci."

Dewa hanya mematung bagai manekin. Bodoh!

Kemarin setelah dia mengatakan pada Binar tentang pertunangannya. Dia juga bodoh. Saat itu Anggie menghampirinya di beranda rumahnya.

"Jujur, mungkin aku masih cinta kamu sampai sekarang. Tapi, aku sadar. Cinta kamu dari dulu untuk Binar. Karena masalah ibuku yang dulu selingkuh dengan turis rusia itu membuat kamu dan Binar menjauh. Aku pikir rasa perhatianmu dulu adalah rasa sayang. Namun, ternyata hanya sebatas sahabat. Kejarlah dia jika kamu cinta." Anggie pun pergi setelah mengusap pipi Dewa.

Dewa tersenyum dengan rasa terima kasih. Mungkin ninik Harum akan tambah sehat bila tahu.

.....................................

Malangnya Binar sudah pergi. Dewa hanya meratapi kebodohannya. Disaksikan senja yang mulai beranjak pulang, pria itu duduk lemas di kursi tunggu Bandara.

Raut wajah ingin mati masih setia hingga sampai di rumahnya. Melihat anak buahnya yang jelek itu sedang duduk di bangku taman justru membuatnya semakin muak.

"Ada apa, Bob?" tanya Dewa dengan raut lelah.

Si Bob, nama anak buahnya itu tersenyum geli. Hanya giginya yang terlihat putih. "Ini bos, Non Binar suruh saya kasih ini. Tapi kalau dia sudah pergi."

Dewa kembali cemerlang mungkin saja ada harapan baik. Dengan brutal dia mengambil kotak bulat berwarna pink itu.

Isinya membuat dia tergugah. Bando pink dengan bulu ayam serta sebuah surat berisi.

Kutu.... Kenapa loe gak cinta sama si Anggi aja sih. Dia ternyata udah cerita sama gue. Tapi, maaf ya sengaja ditinggal. Lagian, urusan dan rasa senang gue masih banyak.

Gue juga dulu suka sih sama loe. Ya, kalau mau tetap menunggu gue. Tolong jaga bando itu. Itu barang berharga soalnya cowok yang lagi baca surat ini dulu sampai ikut lomba panjat pinang biar gue gak nangis lagi.
Sekian.

Dewa termangu perlahan senyumnya terbit. Lalu tertawa besar. Bukannya marah karena Binar menipunya. Dewa lebih memilih tertawa.

Kenangan-kenangan itu mungkin mulai tersusun lagi

Tamat


Kumpulan Kisah PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang