22 | seviolet

1.1K 85 39
                                    

"YAH MASA PULANG SIH, GAK RELA DONG, GAK RELA!"

"Yaudah, tinggalin Rino aja disini," sahut Violet dengan ekspresi tertawa tak berdosa. 😀

"Gak gitu juga, Violet, cantik," balas Rino. "Aduh, ini gak bisa perpanjang tiket pulang, ya?"

"Dijawab jangan?" timpal Nolan.

"Gak usah, capek ngomong sama orang bego." Adnan ikut menyahut. "Ayo masukkin kopernya ke bis."

"Yuk," seru Violet menggeret kopernya lebih dulu.

Pagi ini, mereka semua pulang ke Indonesia. Tidak sedikit dari mereka yang masih ingin berlibur disini, tapi apalah daya, tiket pesawat pulang pergi sudah di tentukan dari awal—sebelum mereka berangkat.

Di bus, seperti biasa kegiatan yang mereka lakukan adalah, bernyanyi bersama, bermain tebak-tebakkan, beberapa orang ada yang bermain kartu UNO bersama, ada yang berfoto ria, dan ada juga yang sudah terlelap lebih dulu.

Satu pesan dari ponsel Nolan membuat cowok itu membulatkan mata. Ia mencoba membacanya kembali, dan benar saja pasti teman-temannya tidak akan terima mengenai pesan ini.

Tidak ingin mendapat omelan sebagai ketua kelas, cowok itu berdiri kemudian berdeham.

"Ada pengumuman dari ketua acara kalau besok gladi bersih buat yang bakal tampil di prom night nanti," ujar Nolan tiba-tiba.

"Anjir capek! Konyol banget ketuanya, siapa sih?!" Rino bertanya pada teman-temannya.

"Temen lo, Nyet," sahut Ali. "Mas Seano Havier  Vincenzo bin Damarvin Argianta."

Semuanya terkekeh, sedangkan Rino mendengus. "Emang gak ada rasa empatinya tuh orang."

"Tahu, mentang-mentang gak ikut ke Jepang, waktu dia doang yang nentuin," timpal Ali.

Disisi lain, Adnan malah terkikik menahan tawanya. Tak lama ia berdiri dan berjalan ke depan. Ia meraih microphone di dashboard bis dan mendekatkan microphone itu pada spiker ponsel miliknya.

"Gak ada protes ya, Nyet. Lo semua di Jepang seneng-seneng, sekarang tinggal susahnya."

"Acara tinggal tiga hari lagi, lo semua belum gladi bersih. Yang komen kayak Rino sama Ali tadi, besok gue tampar mukanya."

Mendengar itu, beberapa dari mereka bersorak. Bukan protes—melainkan tertawa, ternyata keluhan Rino dan Ali direkam oleh Adnan lalu dikirim ke Sean.

"Tamatlah riwayat lo berdua," lontar Nolan meledek kedua temannya itu.

"Gue besok gak masuk ah." Ali berucap sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Tambah tipis kemungkinan lo bisa hidup, Li," celetuk Adnan.

"Bangsat emang!" Desis Ali yang terakhirnya diselipkan kata istigfar.

"Gue mau ikut ah, ada Shalma pasti!" Ujar Adnan bersemangat.

"Emang lo ikut, Nyet. Kan lo juga nyanyi," sahut Ali menyikut pinggang Adnan.

Di samping itu Violet hanya menghela napasnya. Besok ia juga harus datang, karena ia dipilih untuk bernyanyi bersama Shalma. Meskipun tidak banyak, tapi Violet harus tetap datang. Karena bagaimana pun juga itu adalah tanggung jawabnya.

Otomatis juga, ia akan bertemu lagi dengan Sean. Di satu sisi, ada rasa senang karena ia bisa melihat cowok itu lagi. Tapi di sisi lain, Violet takut untuk melihat wajah Sean, entah apa alasannya.

* * *

Mentari International High School, 08.56 AM.

seviolet [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang