00 | seviolet

4.6K 154 16
                                    

"Ma, kenapa kita pindah ke sini?" ucap cowok itu seraya membawa masuk koper yang baru saja ia turunkan dari mobilnya. "Sean lebih nyaman di tempat yang dulu!"

Kanaya mendengus. "Emangnya kenapa? Lagi pula rumah ini juga rumah kita, sayang. Papa cari rumahnya kan juga rata-rata modelnya hampir sama kayak rumah kita yang disana, Se, cuma bedanya ini gak ada taman di belakang rumah."

"Tetep aja, ma! Sean jauh lagi kalau mau nongkrong di rumah Adnan." Cowok itu masih kukuh pada pendiriannya.

Sean duduk di sebelah mamanya kemudian menyenderkan punggungnya pada pala sofa.

"Udah lah Se, kamu belajar aja jangan nongkrong mulu. Emang kamu gak mau nambahin piala-piala olimpiade kamu?"

"Gak, males. Lagian buat apa ikut kayak begitu ma, pialanya gak akan dipamerin juga, uang juga kita kan masih mampu. Yang penting mama tau kalau Sean bisa ikutin pelajaran yang ada."

"Iya mama tau, seenggaknya kamu bisa mengekspresikan kepintaran kamu. Toh kalau kamu menang, pasti kamu bahagia kan? Nah itu salah satunya manfaat buat diri kamu. Buat nambah-nambah pengalaman juga," papar Kanaya. Sungguh anaknya itu sangat keras kepala.

Kalau mereka tidak pindah ke rumah ini, mungkin Sean akan berkelahi lagi dengan geng motor yang ada di dekat rumahnya yang lama itu.

"Lagi pula kalau kamu bosen kan bisa ke rumah Alden," ujar sang mama.

Posisi Sean seketika menjadi tegak, dan memandang mamanya. "Beneran? Emang rumah Alden deket sini?"

Kanaya mengangguk. "Di sebelah. Papa kan minta tolong jagain rumah ini sama Om Brian, papanya Alden."

Tidak membalas ucapan Kanaya lagi, Sean malah mencium punggung tangan Kanaya dan berdiri kemudian berjalan cepat hingga keluar rumah.

"Mau kemana?" tanya seseorang yang baru saja masuk dari gerbang rumah.

"Ke rumah Alden sebentar, di sebelah kan pa?" tanya Sean.

"Iya di sebelah kiri. Kamu gak istirahat dulu?"

Sean menggeleng, tangan Sean menjulur ke belakang sang papa. "Gak deh pa, papa aja sama mama yang istirahat," ucapnya mencium punggung tangan sang papa, hingga akhirnya ia berucap lagi sebelum ia berlari meninggalkan papanya itu. "Pa, itu di kepalanya ada daun!"

"SEAN!" teriak Damar ketika mendengar ucapan Sean yang terakhir. Tambah absurd saja tingkah anaknya itu.

Pria itu lantas masuk ke dalam rumah dan menghampiri Kanaya yang ternyata sedang terlihat bingung. Ia menjatuhkan bokongnya di sofa—sebelah istrinya.

"Kenapa?" tanya Damar.

"Tadi kenapa kamu teriak? Sean buat ulah lagi?"

Damar menggeleng. "Itu anak ngusilin papanua," jawabnya sambil menoleh ke arah ponsel yang menyala karena ada sms masuk.

Ia terlihat sangat lelah setelah mengurus perpindahan rumah yang lumayan jauh dari daerah yang sebelumnya.

"Ayo istirahat di kamar!" ajak Kanaya ketika melihat Damar yang sudah memejamkan mata.

Akhirnya Damar berdiri dan Kanaya lantas menarik tangan lelaki itu.

***

"DAKOTA!" panggil Sean kencang, membuat lelaki yang sedang bermain games di ponselnya itu menoleh.

"WOI BRO, masuk sini!"

Ia lantas masuk ke rumah yang letaknya sangat berdekatan dengan rumahnya. Beruntung pintu rumah Alden terbuka, jadi Sean bisa berteriak hingga pemilik nama Dakota Aldenzka itu menoleh.

seviolet [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang