PART 32

6.4K 435 46
                                    

Hawon mendekati Evelyn dari belakang saat berjongkok. Ia menekuk sebelah lututnya dan memegang kedua bahu Eve lembut sementara wanita itu menangis.

"Sejak kapan semua ini menjadi salah Hawon, sejak kapan?"

Hawon tak menjawab dan membantunya agar berdiri. Evelyn bangkit dengan susah payah dan lelaki itu melihat kakinya yang kotor.

"Ayo masuk, aku akan menggendongmu," lelaki itu membungkukkan punggungnya dan mengangkat tubuh Eve dengan mudah.

Airmata Eve bergulir turun, "Aku hanya ingin sedikit waktu lebih lama dengannya Hawon. Sedikit saja. Aku tak tahu, akibat dari kediamanku dimasa lalu akan berdampak seburuk ini."

"Orang-orang sering bilang diam adalah emas. Tapi apakah itu benar-benar hal baik? Aku juga ingin memarahimu. Kalau kau memberitahuku saat itu, aku tak akan pernah menyetujui ide gilamu."

Evelyn memejamkan mata sesaat dan sebutir airmata lolos. "Bagaimana bisa kukatakan padamu? Aku tak ingin kau, Manuel dan Antonio saling mengacungkan senjata. Aku tak mau nyawa tak bersalah terbuang percuma."

"Santoz sudah pernah mencoba membunuhmu Eve," ulang Hawon memperingatkan saat ia membawa wanita itu kembali ke kasurnya.

"Tapi..." bantah Eve sementara Hawon menatapnya tajam.

"Sebelum kau membela temanmu, ada baiknya kau dengarkan ceritaku dulu. Dan akan kita lakukan saat aku membalut luka di kakimu."

"Luka?"

"Kau bahkan tak melihat luka gores tepat ditelapak kakimu," jawab Hawon menggelengkan kepalanya sebelum berlalu pergi.

Evelyn terpaku ditempatnya saat ia memikirkan ekpresi terluka lelaki itu. Ia hanya membutuhkan waktu, hanya itu. Kenapa ia bahkan tak bisa meminta sedikit lagi saja?

Manuel yang ia ingat, pria baik hati yang selalu tersenyum. Ia sehangat sinar matahari dan bahkan tak pernah melukai siapapun. Suaranya semerdu melodi, dan bukan, bukan semengerikan yang ada di telpon.

Itu bukan Manuel. Bisa saja Antonio dan Hawon salah. Lagipula mereka hanya berkata bahwa Manuel melakukan operasi plastik dan belum ada yang melihat wajah barunya.

Saksi mereka hanya Eve, yang bahkan meragukan ingatannya sendiri. Lalu, apa ada jaminan kalau Manuel dan Santoz dua orang yang sama? Itu sebabnya Eve tak bisa memberitahu kedua lelaki itu sampai ia mengkonfirmasinya langsung.

Tapi kenapa? Kenapa ia tak bisa mengatakannya? Kenapa kata-kata itu tersangkut di tenggorokannya?

Hawon kembali dengan membawa kotak P3K. Ia menaruh alat itu di lantai dan berjongkok saat mengangkat sebelah kaki Evelyn. Ia menaruh tapak kaki wanita itu diatas lututnya.

"Semua dimulai setelah Santoz dan keluarganya meninggalkan Hongkong sebelum menetap di Colombia. Singkat kata, ayah Santoz kabur dari lintah darat dan ia ditolong oleh Benjamin, bandar narkoba," jelas Hawon saat ia mulai menuang alkohol ke kapas.

"Santoz yang kehilangan kedua orangtuanya dalam suatu kecelakaan tunggal memilih bekerja sama dengan Benjamin. Santoz pintar dan Benjamin memiliki pengaruh kuat, apalagi Azher, pimpinan Benjamin saat itu masih hidup. Mereka bertiga menjadi bandar terbesar kala itu."

Hawon menambahkan cepat dengan wajah murung, "Tak lama Azher mati terbunuh, akibat perang melawan pasukan Inggris. Lalu Benjamin menikahkan Santoz dengan Suri, adiknya, agar kekuasaan tak jatuh ke tangan orang luar."

Hawon membalut kaki Evelyn dengan lihai, "Disitulah Antonio muncul. Setahun setelah pernikahan mereka, ia mendapat tugas menangkap Santoz. Tapi dalam upaya tersebut, rupanya lelaki itu malah membunuh Suri dan bayi dalam kandungannya. Adik Santoz juga mati disana."

EVE, MY LOVE (LARODI SERIES #3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang