[17]

81 11 2
                                    

Sekarang Mia dan Vernon sudah ada di sebuah cafe yang berjarak lumayan jauh dari dari toko bunga.

Mia selalu mengunjungi cafe ini. Lebih tepatnya melewati cafe yang beraksen mewah ini. Walau Mia penasaran dengan tampilan dalam Yoonga Cafe yang elegan, tapi dia merasa tidak akan sanggup makan di sana.

Kondisi dompetnya tidak akan bisa memenuhi hasrat minum kopinya walau hanya sekali. Bisa - bisa kebutuhannya dalam sehari habis hanya untuk menkonsumsi secangkir kopi.

Dan sekarang dia baru merasakan yang mananya kursi empuk bernama sofa. Ornamen classic yang elegan dan live music yang menghidupkan kesan dewasa dari cafe. Mia memang norak jika sudah menemukan tempat yang sangat ingin dia kunjungi begini. 

Sejak tadi dia hanya terus memandangi seisi cafe tanpa berniat untuk makan. Sampai Vernon sendiri yang menyadarkan Mia.

"Kau mau pesan apa ? Pesanlah dulu baru lihat - lihat lagi."

Rona merah di pipi Mia sukses terlihat. Malunya. Kau norak sekali, Mia. Batin Mia. Menutupi wajahnya dengan buku menu.

Mia melihat sedikit beberapa makanan yang terlihat lezat, sayangnya harganya tidak sesuai dengan harapan Mia. Wajah terkejut Mia terlihat Vernon ketika dia menurunkan buku menu itu.

"Ada apa ? Ada yang salah ?" Mia hanya menggeleng.

"Kau serius kita di sini ?" Tanya Mia hati - hati.

"Sure. Why ?" 

Kembali Mia menggeleng. "Aniyo. Samakan saja denganmu." Balas Mia sangat kaku karena pelayan ada di samping mereka.

Ketika pelayan itu pergi, Mia baru bisa mengutarakan isi hatinya mengenai harga - harga yang tidak masuk akal itu. "Vernon-ah, kenapa kau mengajakku ke tempat yang mahal ini ? Harganya itu bisa untuk makanku dua kali dalam sehari. Harusnya kau mengajakku ke rumah saja. Aku bisa masakkan yang lebih murah dan pasti kamu kenyang kok."

Vernon tertawa mendengar pengakuan Mia. "You so funny. Aku yang ingin mentraktirmu, jadi santai saja. Harusnya jika ada kesempatan seperti ini, kau memilih makanan yang enak. Bukannya tidak enak begini."

"Karena aku tau harganya terlalu selangit makanya tidak enak makan ditraktir olehmu." Balas Mia. "Aku sudah tau rasanya kerja keras. Mencari uang hanya untuk makan sekali saja, butuh kerja seharian di berbagai tempat. Apalagi makan di sini. Lebih baik aku memilih pergi ke pasar dan mencari makan yang harganya lebih di bawah rata - rata." Lanjutnya.

"Lalu, aku juga tidak mau menghabiskan uangmu yang sebenarnya hasil kerja keras orang tuamu. Selain tidak sopan, itu juga namanya tidak menghargai orang lain. Kasihan orang tuamu yang bekerja mati - matian mencari tapi uangnya habis hanya untuk sekali makan." Mia menceramahi Vernon hingga dia hanya diam memandanginya dengan senyuman.

Mia merasa gugup dan kikuk. "Mianhae. Aku jadi mengoceh tentang hidupku."

"No problem. Aku suka mendengarnya. Ya setidaknya aku jadi sadar untuk lebih menghargai uang." Mia mengangguk dengan senyum yang malu - malu membalas ucapan Vernon.

"Tapi biar kali ini kau merasakan yang namanya makanan cafe. Sambil menunggu makanan, kenapa kau tidak ceritakan dirimu saja? Aku ingin tau. Siapa tau kita bisa jadi teman." Kata Vernon lagi.

"Ya-yang kau i-ingin tau t-tadi bukan ?" Gugup Mia. Kualat aku karena sudah mentertawakan Seungkwan tadi. Seungkwan.. Jangan turunkan penyakitku padamu, please.. Mia membatin.

"Bukan. Kalau soal itu aku tanya nanti saja setelah makan. Kita cairkan suasana saja dulu. Kau terlihat lebih gugup denganku. Padahal awalnya kau ceplas ceplos." Jujur Vernon. Makin membuat Mia malu.

Looking For Love [Seungkwan & Vernon Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang