[7] Awal Dari Segalanya

139 81 194
                                    

Nikmatilah hal-hal kecil dalam hidupmu. Sekalipun hal yang bisa untuk dilakukan kembali. Bisa jadi itu terakhir kamu melakukannya dan sulit tuk diulangi.

Seorang gadis tengah duduk di halte menunggu angkutan umum. Lebih dari 3 jam Alena menunggu angkutan umum. Namun, tidak ada satu pun angkutan umum yang melintas. Jalanan semakin malam semakin ramai membuat nyali Alena menciut untuk pulang sendiri. Ponsel Alena juga lowbat, ia lupa membawa powerbank. Hari paling sial yang pernah dialami Alena. Alena hanya dapat melafalkan doa-doa agar ia selamat sampai rumah dengan kepala yang menunduk. Sepi, sunyi, dan sendirian.

"Lo sendirian aja." suara yang Alena hafal akhir-akhir ini membuat Alena mendongakkan kepalanya.

"Iya lagi nungguin angkutan umum. Btw, kenapa kok lo tiba-tiba ada disini?"

Nevan tidak menjawab pertanyaan Alena dan malah menawarkan diri untuk mengantar Alena pulang. "Udah malam juga kelayapan mulu. Mau sampai subuh nggak bakalan ada angkutan umum yang lewat sini. Mendingan pulang bareng gue. Daripada lo kenapa-kenapa kan. Gimana?" Kebetulan tadi ia melihat Alena yang duduk sendirian di halte. Sewaktu ia dari kafe bertemu dengan Alfino dan Miko tadi.

Alena tidak langsung mengiyakan tawaran Nevan untuk mengajaknya pulang bersama. Bagaimanapun ia baru kenal dengan Nevan. Bisa jadi Nevan orang jahat yang menyamar bak malaikat. "Ada niatan terselubung ya lo? " tuduh Alena sambil menyelidik tubuh Nevan.

"Iya emang ada. Gue mau bawa lo ke hutan mau gue buang aja. Orang judes harus dibasmi biar nggak ada orang sakit hati." ucap Nevan santai.

"Gue teriak nih. Awas lo macem-macem," Alena bergerak menjauhi Nevan. Namun, dengan sigap Nevan menarik tangan Alena dengan senyum smirk khas Nevan. "Jadi orang jangan nething mulu. Ayo gue anterin sebelum lo tinggal nama." bisik Nevan di telinga Alena.

Alena merasa takut hanya menurut saja kepada Nevan. Saat Nevan membantunya naik ke atas motornya. Menyusuri kota Jakarta pada malam hari memang menyenangkan. Banyak sorot lampu yang menghiasi kota. Sepoi-sepoi angin menerbangkan rambut Alena yang hanya diikat setengah bagian. Membuat wajahnya diterpa oleh helaian rambutnya. Nevan yang tak sengaja menatap Alena melalui spion pun menarik sudut bibirnya melihat Alena yang nampak risih dengan rambut yang menerpa wajahnya.

"Rumah lo dimana?" teriak Nevan dari balik helm fullface yang dipakainya.

"Itu depan lurus aja, ada pertigaan belok kiri. Rumah gue cat abu-abu." jawab Alena sedikit mendekatkan tubuhnya kepada Nevan agar Nevan bisa mendengar ucapannya.

"Oke."

Selama perjalanan tidak ada kontak tubuh antara Nevan dan Alena. Sampai Alena tiba di depan rumahnya pun Nevan langsung pamit pulang. "Gue pulang duluan ya. Gak enak ntar diliat tetangga sini. Dikira gue ngapa-ngapain lo lagi." pamit Nevan.

"Iya makasih ya. Hati-hati pulangnya." Nevan hanya menganggukan kepala dan langsung pergi dari rumah Alena.

☆☆☆

Hari ini seluruh guru SMA Wijaya sedang ada rapat di kantor guru. Semua siswa berkeliaran kesana kemari. Kantin yang semula sepi kini sudah ramai oleh canda tawa dan teriakan-teriakan yang merusak pendengaran. Ada yang tetap di kelas masing-masing tetapi membuat kegaduhan di dalam kelas.

"Dem trek... dem dem trek... dem trek... dem dem trek..." teriak Kafka. Biang onar kelas X MIPA 2. Ia berjalan layaknya mayoret dengan tangan kanan memegang sapu. Dan jangan lupakan Dhifa yang berada di sebelahnya, bertugas mengatur jalan untuk Kafka.

"Permisi permisi. Ndoro Kakap mau lewat." usir Dhifa kepada temanya yang menghalangi pintu kelasnya.

"Woy berisik tau nggak. Dem trek dem trek apaan!" seru Caca. Ia terganggu oleh suara-suara temannya itu. Karena ia sedang asyik membaca novel yang baru dibeli kemarin.

Creatha [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang