[16] Penenang Lara

53 9 8
                                    

Welcome back my story gengs!
Tambahkan cerita ini ke reading list kalian♡

"Apapun kelebihan itu harus dibanggakan. Kelebihan gue bisa memiliki lo jadi kebanggaan gue itu lo!"
------

Seperti tujuan awal Nevan yaitu rooftop maka ia segera menuju kesana sana sebelum ada korban lain yang ia sakiti. Setelah sampai di rooftop Nevan mencari sebuah foto di dalam dompetnya. Ia mengeluarkannya kemudian jari-jarinya dengan cepat menemukan foto itu.

Ia berdiri sambil menatap foto itu. Tangannya meremas kuat foto itu lalu melemparnya ke sembarang arah. Nevan akui ia salah, salah menjatuhkan hati.

Pikiran Nevan sedang kacau. Rasa sakit itu muncul lagi padahal lukanya hampir mengering karena hadirnya seseorang. Nevan menatap nyalang ke bawah. Ketika Nevan membalikkan badan tiba-tiba ia merasakan kepala seseorang mendarat mulus pada dada bidangnya.

"Sakit tau!"

"Lah? Lo ngapain kesini?!" ucap Nevan dengan nada tinggi.

"Biasa aja kali! Marah-marah mulu perasaan."

Orang itu adalah Alena. Tadi setelah ulangan fisika ia mempunyai firasat yang entah ada apa menjurus pada Nevan. Alena mencari Nevan di kelasnya namun tak juga mendapatinya. Walaupun begitu Alena tak kehabisan akal, ia menaiki tangga menuju rooftop berharap Nevan ada disana. Dan ternyata Alena melihat Nevan berdiri disana sendirian.

"Maaf."

"Hah?"

"Maaf buat yang tadi pagi."

"Oh yang tadi," kepala Alena manggut-manggut.

Sekejap kemudian Nevan memeluk Alena erat. Alena yang tak siap pun sedikit terhuyung kebelakang untung saja punggungnya ditahan oleh Nevan, jika tidak Alena bisa jatuh tersungkur.

"Kenapa? Ada masalah?" tanya Alena lembut. Tangannya mengelus-elus pelan bahu Nevan. Tak biasanya Nevan bersikap manja dengan Alena sehingga membuatnya berpikir bahwa ini bukan Nevan. Tetapi setelah mendengar suara lesu Nevan, hati Alena sedikit berdesir efek Nevan memeluknya.

"Ada. Tapi nggak usah dipikirin bolehin gue seperti ini sebentar 5 menit deh," balas Nevan tanpa melepaskan pelukannya. Nevan pikir Alena akan marah tetapi malah sebaliknya, ia menjadi sedikit lembut.

"Hmm."

5 menit berlalu Nevan melepaskan pelukannya. Menatap bola mata Alena dalam sampai Alena memalingkan wajahnya. Pipi Alena bersemu merah seperti tomat.

"Kok lo pake blush on banyak banget. Menor lagi," ejek Nevan yang sibuk memandang wajah Alena dengan jarak sedekat ini.

Sontak Alena melototkan matanya menatap Nevan garang. Nevan-nya sudah kembali normal seperti sedia kala batinnya. "Iya kan gue cabe jadi kudu menor."

"Pantesan mulutnya pedes. Cabe kan pedes," Nevan menarik pelan tubuh Alena agar mendekat padanya. Sebelah tangannya terulur ke atas kepala Alena. Berniat menutupi sinar matahari yang menembus rambut indah Alena.

Lalu ia berkata, "Cabe nggak boleh kepanasan. Ntar jadi cabe busuk! "

"Parah lucu banget kak! Hahahaha...." tawa Alena yang dibuat-buat sebab menurut Alena lelucon Nevan garing sekali. Nevan hanya menatap Alena sekilas lalu mengubah ekspresinya datar.

Melihat Alena tertawa lepas dibuat-buat seperti itu membuat suasana hati Nevan membaik meskipun masih ada sesuatu yang mengganjal dihati kecilnya. Tak ingin memikirkan yang iya-iya, Nevan segera mencari topik lain yang patut diperbincangkan pasalnya Alena enggan melontarkan kalimat dari mulutnya.

Creatha [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang