[15] Ada Yang Lain

44 11 8
                                    

"Bertemu denganmu lagi disaat hati ini terisi oleh yang lain."

Bungkus snack makanan ringan berserakan dimana-mana. Ada yang berada di atas meja, karpet, dan di sofa. Keduanya sedang asyik bermain PS4. Kepala Alena yang bersandar dibahu ternyaman--Aldian. Mereka berdua layaknya sepasang kekasih yang menghabiskan malam minggunya dengan bermesraan di ruang tamu. Namun hal itu tak mungkin terjadi. Alena dan Aldian adalah saudara kandung bukan sepasang kekasih mungkin suatu saat nanti ada bahu yang menggantikan bahu Aldian.

Mereka saling mengejek satu sama lain jika salah satu dari mereka kalah, seperti saat ini.

"Curang lo Yan. Mainnya kotor," tuduh Alena pada Aldian. Aldian yang asyik menikmati snack tiba-tiba melemparkannya ke kakak perempuannya itu sehingga isinya tumpah di karpet.

"Nuduh gue mulu, lo aja yang CUPU," ejek Aldian. Ia menjulurkan lidahnya ke depan mengejek Alena yang kalah saat bermain game.

Tanpa aba-aba Alena balas dendam pada Aldian. Dengan tangan yang menggenggam kuat bungkus snack miliknya lalu melemparkannya sembarangan. Alhasil bungkus itu mengenai seseorang.

"Bangsat!" desisnya tajam.

Raut wajah Alena seolah menantangnya. Tak terpancar aura ketakutan dalam diri Alena yang ada ia suka membuat Aldev naik darah. Sedangkan Aldev hanya melihat Alena sekilas tanpa mengomeli adik perempuannya.

"Wah nyari mati lo kak sama kak Aldev," bisik Aldian sambil melirik Aldev yang berlalu bergitu saja.

"Gue nggak cemen kayak lo ya Yayan." bukannya merasa terpojok oleh kalimat Aldian. Alena justru mengejek Aldian dengan tangan bersedekap dada.

Aldian mendengus kesal mendengar ejekan dari sang kakak. Rasanya Aldian ingin mengusir Alena dari rumah ini. Ia tidak betah dengan mulut pedas dari Alena. Mereka berdua tak tahu jika dari atas ada yang mengamati mereka dengan pandangan sendu.

☆☆☆

"Ibu kan sudah berulang kali bilang sama kamu ya Nevan! Taati peraturan sekolah! Hari ini jadwal siswa memakai sepatu hitam dan kamu malah memakai sepatu berwarna lain. Apa alasan kamu untuk kali ini? Coba jelaskan!" Bu Nunuk guru terkiller se-SMA Wijaya.

Tadi pagi tidak sengaja Bu Nunuk berpapasan dengan Nevan. Dari jarak pandang yang masih lumayan jauh, Bu Nunuk melihat penampilan Nevan yang begitu mencolok pada warna sepatu yang dipakai oleh Nevan. Bukan warna hitam sesuai ketentuan yang berlaku tetapi warna merah-lah yang ia jumpai tadi.

"Salah ambil sepatu Bu," jawab Nevan santai. Bola matanya tak bisa terfokus pada satu titik selalu bergerak kanan kiri.

"Heh kamu! Kalau diajak bicara matanya natap lawan bicaranya. Tidak sopan ya kamu!"

"Ntar kalau saya natap Ibu yang ada Ibu suka lagi sama saya. Kan saya malu Bu." dengan bangganya Nevan mengatakan itu.

"Sana kamu kembali ke kelas percuma saya ngomong sama kamu. Balik ke kelas dan jangan ulangi lagi kejadian ini."

"Iya Bu." Nevan menyalami Bu Nunuk lalu membenarkan posisi tas ransel yang tergantung di bahu kanannya.

Nevan menuruti perintah Bu Nunuk untuk kembali ke kelas. Ketika ia hendak masuk ke kelas terdengar suara Bu Marsha yang sedang marah-marah. Mungkin teman sekelasnya banyak yang belum mengerjakan PR, biasanya Nevan-lah penyelamat mereka. Dengan cara meminjam PR milik Nevan dan menyalinnya secepat kilat sebelum bel masuk berbunyi.

Merasa malas untuk berada di kelas, Nevan lebih memilih menghilangkan diri di rooftop. Tiba-tiba di tengah perjalanan ponsel Nevan berdering menandakan ada telepon masuk. Buru-buru ia mengangkatnya sebab ia sempat melihat nama yang tertera jelas di layar ponselnya.

"Selamat pagi Tuan Nevan."

"Langsung inti," ucap Nevan dingin.

"Jadi begini tuan. Saya sudah menemukan seseorang yang selama ini tuan cari."

Pernyataan itu mampu membuat jantung Nevan seolah terhenti seketika. Tubuhnya menegang ketika orang suruhannya berhasil menemukannya.

"Baik. Kamu pantau terus kegiatan dia sehari-hari bila ada gerak-gerik yang mencurigakan segera ambil tindakan secepat mungkin. Terima kasih."

"Baik tuan."

Sambungan terputus. Tangan kanan Nevan menggenggam erat ponselnya. Emosi Nevan sedang naik dan ia harus bisa mengendalikan emosinya agar tidak menimbulkan luka terhadap orang tersayang Nevan. Mungkin ia membutuhkan es yang cukup banyak untuk ditumpahkan di atas kepalanya demi memadamkan kepulan asap yang keluar dari kepala Nevan.

Sekian tahun Nevan mencarinya. Kasihan, dendam, dan rindu itulah kata yang mampu menggambarkan bagaimana hati Nevan sekarang. Luka yang digoreskan olehnya begitu kuat dan menyakitkan. Nevan pernah menderita, derita yang terus menumpahkan segalanya dalam diri Nevan. Jika mengingat-ingatnya membuat Nevan ingin marah dan membalas semua perlakuannya.
Emosi Nevan kali ini sulit untuk dikontrol dalam pikirannya lebih baik ia berada di rooftop untuk menenangkan pikiran yang kacau. Ia juga merasakan bila kepalanya sedikit pusing mungkin efek keterkejutan yang diberikan oleh orang suruhannya tadi.

Alena berjalan dengan
santai. Sangat santai sehingga ia tidak melihat cowok yang berjalan ke arahnya. Karena mata Alena sedang tertutup sambil menghafal rumus fisika. Tadi ia izin ke toilet sebelum ulangan harian fisika dimulai. Alena berusaha menjaga ingatan-ingatan rumus fisika yang telah ia hafalkan semalam suntuk demi menghadapi ulangan kali ini.

"Awhh...." ringis Alena ketika mendapati dirinya tersungkur di lantai. Alhasil pantat indah Alena mendarat mulus ke ubin. Sadar akan tindakan bodohnya yang berjalan sambil menutup mata membuat Alena celaka.

Tak beda dengan Nevan yang terkejut melihat kekasih keras kepala itu jatuh tertabrak olehnya. Kemudian ia berjongkok berniat membantu Alena berdiri. Tangan Nevan memegang pundak Alena tetapi malah ditepis kasar Alena.

"Allahu ternyata lo yang nabrak gue. Sakit tau mana gue ada ulangan fisika lagi," maki Alena saat melihat Nevan-lah yang menyebabkan pantat indahnya merasa nyeri.

"Minggir! Nggak usah pegang-pegang gue bisa sendiri." Nevan menyingkir begitu saja.

Pandangan Nevan nyaris tak melihat bila ada Alena disisinya. Alena yang melihat raut wajah Nevan pun mengerutkan kening tak mengerti mengapa Nevan seperti orang lain dimatanya? Berbeda dengan Nevan yang suka membalas omelan Alena.

'Alah.. Peduli apa gue sama kak Nevan. Mendingan gue balik ke kelas aja' batin Alena bingung.

Nevan memutar tubuhnya 180° guna memastikan gadisnya tidak apa-apa. Ia tahu bila Alena tadi memakinya sepertinya energi Nevan melemah sehingga tak sanggup untuk membalas makian Alena tadi.

Creatha [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang