Bagian 12

2K 124 5
                                    

1 bulan kemudian di luar negeri...

Suasana saat itu di rumah sakit sangat tenang, hanya terdengar suara mesin penopang hidup Hillal saat ini. Nevira yang baru saja selesai berdoa dan beribadah merapikan mukena dan Al-Quraannya. Tak lupa dia juga merapikan ikat rambutnya lalu menoleh kearah kasur, betapa kagetnya dia melihat tangan Hillal yang di infus bergerak.

Nevira yang panik segera menekan bel, dan keluar ruangan untuk memanggil dokter serta suaminya.

"Dokter! Ayah!!"

Sedangkan di sisi lain. Hillal yang sudah mulai mendapatkan kesadarannya dan perlahan, mata indahnya terbuka dan cahayapun menyesuaikan masuk, dan bau obat-obatan mulai tercium oleh hidungnya. Hal pertama yang dilihat lelaki itu adalah cahaya lampu di atasnya dan tak lama wajah seorang pria berpakaian putih di sebelah kanannya dan wajah ibunya di sebelah kirinya.

Aku sudah kembali, tunggu aku... batin Hillal.

@@@

Nevira dengan telaten menyuapi Hillal anaknya, dia tersenyum sambil menatap penuh sayang Hillal. Lelaki itupun sama, dia makan dengan lahap dan tenang walau belum terasa apapun. Tentu saja, sebulan tidak makan membuat mulut agak sedikit mati rasa—tapi masih terasa sedikit atau mungkin memang bubur dirumah sakit ini tidak berasa—dan juga perut yang sangat lapar karena lama tidak terisi.

"Bun," panggilnya.

"Kenapa?"

"Minum," katanya manja.

Nevira mengambil gelas yang berisi air putih dan memberikannya kepada Hillal. Hillal meninumnya dengan semangat.

"Ahhh... aku senang sekali akhirnya bisa merasakan air mengalir ditenggorokanku."

"Kamu sih, nakal. Koma kok lama banget," ketus Nevira.

Hillal terkekeh.

"Aduh, Bundaku yang cantik ini kok, sensian sih. Nanti kalau aku koma lagi, giman..."

Nevira memeluk Hillal, "Jangan! Jangan, bicara macam-macam. Bunda gak mau kamu kaya kemaren lagi," katanya lirih.

Hillal tersenyum tipis dan mengelus punggung Bundanya, "Aku gak akan tinggalin Bunda, maaf kalau kemarin buat kalian semua khawatir."

Nevira melepas peluknya dan mencium kening Hillal. Setelah sarapan, Nevira mengupaskan buah untuk Hillal. Sebenarnya lelaki itu kenyang, tapi mau bagaimana lagi Bundanya dengan kata-kata manis tapi tegas—galak, akhirnya membuatnya menurut saja.

"Bun," panggilnya.

"Kenapa lagi, hmm?"

"Aku boleh tanya sesuatu."

Nevira memberikan apel yang dipotongnya, Hillal menerimanya dengan membuka mulutnya lebar.

"Nanya apa?"

Hillal terdiam sebentar untuk menghabiskan Buahnya.

"Soal Dea..."

"Kenapa kamu mau tanya soal wanita itu?" Tanya Nevira dingin.

"Dia kan calon tunangan aku, Bun," jawabnya polos.

"Udah enggak!" ketus Nevira kembali menyuapi Hillal.

Hillal mengerutkan dahinya.

"Maksud Bunda?"

"Pertunangan kalian dibatalkan."

Deg

"Dibatalkan gimana?"

Nevira menaruh buah dan pisaunya sebentar dipiring dan menatap anaknya.

"Kamu dan dia tidak jadi bertungangan ataupun menikah karena perjodohan kalian sudah tidak ada lagi! Masa bodo sama janji dulu, Bunda gak mau kamu tersiksa karena hal ini."

Hillal bergeming ditempatnya. Dia menunduk dan menatap kosong tangannya yang terinfus. Sesaat nafasnya seakan berhenti.

"Hillal," panggil Nevira.

Wanita itu mencoba melihat wajah anaknya dengan menarik dagunya. Hillal menatap bundanya dengan tatapan berkaca-kaca. Nevira terdiam, anaknya itu mau menangis.

"Kamu..." belum selesai Nevira berucap, Hillal sudah memeluknya erat.

Lelaki itu tidak menghiraukan tangannya yang sakit karena infus—bahkan darahnya sudah naik keselang, dan juga anggapan orang lain tentang 'anak lelaki tidak boleh menangis', dia masa bodo dengan itu. Yang jelas, dia ingin menangis sepuasnya dipelukan sang bunda.

"Hikss... Bun, aku mencintainya Bun. Hikss..."

Nevira menatap kearah pintu. Ada suaminya yang terdiam disana, tak lama dirinyapun ikut menangis karena mendengar suara tangisan Hillal yang begitu menyesakkan dan menyakitkan. Rival menghela nafas melihat pemandangan di depannya.

Perlahan, dirinya mendekati keduanya yang masih berpelukan.

"2 hari lagi kau boleh keluar dari rumah sakit, dan kita akan pulang ke Indonesia 2 hari setelahnya."

Hillal melepas pelukannya dan menatap Rival.

"Yah, apa aku boleh minta sesuatu?"

Rival yang mau duduk di sofa menoleh ke Hillal.

"Minta apa?"

Hillal berdehem, "Izinkan aku bekerja di perusahaan, Pah. Aku ingin berubah."

Rival mengangguk.

"Boleh, dengan syarat kau harus menyelesaikan UN susulanmu dulu, baru kau boleh bekerja."

Hillal tersenyum, dan mengangguk.

"Baik Ayah!" jawabnya semangat.

"Hillal darah kamu menetes!" pekik Nevira.

Hillal meringis. Dia baru ingat tentang tangannya yang diinfus,

"Sakit Bun," ucapnya polos. 

....................................

Sori agak dikit dari kemaren buntu ide 😅


Hiya hiya A'a Hillal 😍


Ughhh 💕💕

Aku tak janji ya untuk minggu depan ya. Lebaran woy lebaran. Asiaapp siap siap ngabisin makanan banyak  🤣🤣 yey!

Oke... oke... byebye 💕

Alien Ganteng !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang