"Mbok. Pamit dulu ya..." Zulaikha keluar dari rumah sederhana tapi memiliki kesan klasik itu. Ia mencium tangan seorang wanita paruh baya dengan sanggul rendahnya. 'Mbok sari'. Begitulah sapaan sehari-hari beliau. Mbok sari adalah mantan abdi ndalem keluarga keraton jogja yang sekarang menetap di Bandung. Beliau janda tanpa anak. Memiliki beberapa tempat kos yang memang menjadi sumber penghasilan utama bagi wanita itu. Zula adalah salah satu penyewa kos Mbok sari. Tapi, setelah tau bahwa Zula ini adalah anak kyai besar, Mbok sari menawarkan rumah pribadinya untuk ditinggali Zula selama gadis cantik itu menetap di Bandung.
Setelah keluar rumah beberapa langkah, smartphone nya bergetar lama. Tanda telefon masuk. Zula tersenyum menatap nama yang muncul di layar hp nya.
"Assalamu'alaikum bi" sapa Zula cerah. Abi di seberang sana tersenyum saat mendengar suara cerah putri semata wayang sahabatnya ini. "Waalaikumsalam, ning. Gimana kabar di bandung ?"
"Alhamdulillah baik, Bi. Ini zula lagi cari angkutan umum buat berangkat ke kampus. Hari ini interview gelombang pertama zula"
Zula tak pernah kehilangan senyumnya. Bahkan tukang becak yang sedang parkir menunggu penumpangnya langsung berdiri tegak saat gadis ayu itu lewat. Tapi Zula hanya menyapa ramah. Ia tak mungkin kan berangkat naik becak dengan jarak yang lumayan jauh ini. Bisa-bisa nanti terlambat.
"Oh iya. Subhanallah Abi lupa"
Zula menanggapi dengan senyum yang tentu saja tak akan terdengar dari seberang telepon.
"Ning, apa panjenengan sudah pernah ketemu Farhan di Kampus ?" Abi bertanya lirih.
Zula tersenyum lagi. Gadis itu benar-benar memiliki stok senyum tak terbatas. Kepalanya kembali mengingat pertemuan-pertemuannya dengan laki-laki itu di alam mimpi. Jika di dunia nyata,tentu saja Zula tak akan sempat menoleh. "Sudah, Bi" Jawabnya kemudian.
Hening sebentar di seberang sana "oh. Yasudah kalau begitu. Ning, kalau ada apa-apa langsung telfon Abi ya..."
"Iya,Bi..."
Jawabnya lembut. Setelah bercakap cakap sepersekian detik, telfon ditutup. Zula menatap jalan dari jendela angkot yang ia tumpangi.
'Alhamdulillah. Masih dapat menemui hari ini..' Lirihnya dalam hati lalu tersenyum lagi.**********
Nisa keluar dari kamar dengan berjalan hati-hati. Selangkangannya masih terasa nyeri. Tadi, saat ia bangun untuk sholat tahajud, bahkan sakitnya tak tertahan. Untuk bangun dari ranjang saja susah. Suaminya, yang waktu itu baru keluar dari kamar mandi dengan handuk yang masih melilit pinggang langsung berlari ke arahnya. Farhan melihat kerutan sakit di dahi sang istri. Ia segera sigap seketika itu juga.
"Sayang, kenapa ?" Farhan duduk di tepi ranjang. Memegang bahu sang istri. Punggung tangannya ia letakkan di dahi Nisa.
"Ih, Kak. Tangan kamu dingin" Nisa bergidik sambil menarik tangan Farhan lembut. "Udah dibilangin berkali kali kalo habis keramas itu rambutnya digosok. Liat tuh. Netes-netes di selimut" Nisa bangun dengan susah payah. Ia usap air yang menetes dari rambut suaminya.
"Dek, kakak nggak tanya itu. Kamu kenapa ? Lagi sakit ?"
Wajah Nisa seketika memerah saat kilasan balik itu menyeruak di ingatannya. Ia ingat sangat bernafsu malam tadi.
"Eng-enggak. Nggak papa"
"Hiss. Ayo bilang" Farhan memegang pipi Nisa yang memerah. Ditariknya pipi itu hingga bibir istrinya berbentuk mirip seperti ikan cupang.
"Cuma...Nyeri" Jawab Nisa seperti orang yang berkumur. Ya bagaimana bisa bicara jelas kalau pipi ditarik-tarik begini -_-
Farhan mendelik. Ia hentikan aktifitas menggoda istrinya.
"Masih sakit ?" Tanya laki-laki itu lirih. "Iya. Nyeri" Nisa mengeluarkan cengiran andalannya.
"Tapi nggak papa. Nanti juga sembuh" Nisa akan turun dari ranjang. Tapi saat kakinya ia gunakan untuk menopang beratnya sendiri, nyeri itu terasa menusuk perut bawahnya. Akhirnya gadis itu terduduk lagi sambil menghela nafas.
"Itu yang namanya nggak papa ?" Farhan berkacak pinggang. Menggurui.
"Mending kakak pake baju deh. Nggak dingin apa telanjang dada begitu" jawab Nisa pelan.
"Sakit banget ya, sayang ?" Farhan sudah berada di bawah. Berlutut di pangkuan Nisa. Nisa yang melihatnya terkejut.
"Nggak papa. Ini tuh udah biasa. Udah sana. Sana. Jangan lebay kak. Nisa bisa sendiri"
Farhan kemudian berdiri. Memegang pipi Nisa dan menekannya. Setelah itu, tanpa di duga Farhan mengecup bibir istrinya. Kecupan seringan bulu.
Blush....
Tak sampai disitu. Dengan sigap Farhan gendong tubuh Nisa ala bridal style. Ia bawa ke kamar mandi. Nisa berteriak teriak panik. 'Kenapa sih suaminya ini !!'
"Nah. Udah sampe. Sekarang kamu mandi. Jangan lupa niat mandi junub. Aku tunggu diluar. Kalo udah selesai bilang. Nanti ku gendong lagi" ucap Farhan santai. Sebelum Nisa sempat menyela, Farhan sudah keluar dari kamar mandi dan menutup pintunya.
Nisa hanya memakai terusan dengan lengan pendek. Di dalamnya, ia tak memakai apapun. Bagaimana tidak malu. Ya allah...
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Muda (Bukan Perjodohan) [END]
Romance[REVISI] 18++ "Maaf Nis" ujar Farhan lirih. Keheningan seperti ini sangat berbanding terbalik dari kehangatan mereka saat pacaran dulu. Ya. Mereka saling mencintai. Bahkan sudah menjalin hubungan spesial sejak kelas 1 SMA. Tapi, kenapa pernikahan i...