Nisa berjalan beriringan dengan Farhan di pemakaman umum ini. Bogor diguyur hujan sejak kemarin. Nisa menengadahkan kepalanya. Memandang langit yang mulai mendung...
"Kak. Mendung..." Kata Nisa lirih
"Kan emang mendung" jawab Farhan sekenanya. Ia sibuk mencari jalan yang tidak becek agar aman dilewati istrinya. Selesai berdo'a di makam bunda tadi, Farhan sempat menangis. Tangis yang tidak ia biarkan dilihat oleh Nisa.
"Kak. Sebelum meninggal Bunda sempet nanyain kak Farhan. Bunda titip pesan. Kalo kak Farhan udah pulang, nggak usah pergi-pergi lagi ninggalin Nisa"
Nisa tidak bohong. Itu memanglah pesan terakhir bundanya untuk Farhan.
Farhan tersenyum kecil. Ia menggandeng tangan Nisa erat. "Nih. Nggak dilepasin lagi..."Semua terasa manis dan tepat. Farhan menemukan tempatnya kembali dan Nisa merasa kepingan puzzle nya sudah disempurnakan. Tapi kewajiban laki-laki itu di Tarim belum selesai. Ia harus kembali untuk menyelesaikan pengambilan sanad yang tertunda. Tinggal beberapa pertemuan lagi dengan guru besarnya. Tawaran dari prof. Habib tempo lalu untuk mengajar di universitas ia tolak secara halus. Ia bertekad untuk pulang dan mengajar di Indonesia. Ia tidak akan bermuqim di Tarim lebih lama lagi meskipun hati kecilnya sangat menginginkan itu.
Setelah sampai di dalam mobil, Farhan bertanya pada istrinya, "mau langsung pulang, atau mampir dulu ?"
"Pulang aja. Kakak pasti capek. Semalem tidurnya nggak nyenyak, kan ?"Farhan diam saja tak mau menjawab. Bagaimana tidurnya bisa tenang saat seranjang dengan Nisa. Ia sudah mirip seperti perjaka yang baru menghadapi malam pertama. 7 tahun. Ia sudah tidak menyentuh istrinya selama itu...
"Dek. Tentang KB kamu. Gimana ?"
Di perjalanan, Farhan memecah keheningan dengan pertanyaan yang membuat Nisa tersedak.
"Oh. Itu. Hehe. Nisa sudah lepas KB setelah 2 tahun kepergian kakak ke Tarim"
Farhan terpekur memandang jalanan. Ia melihat dan merasakan perubahan apa saja yang terjadi di negara ini. Perubahan yang terjadi pada istrinya dan orang-orang terdekatnya. Ia jadi berfikir. Lebih baik berkelana di negeri orang atau berkelana tapi tetap di negeri sendiri ?
"Maaf, ya Nis..." Ucap Farhan akhirnya.
"Maaf untuk apa, kak ?"
"Kakak nggak melihat momen-momen penting yang terjadi di hidup kamu. 7 tahun ini kakak melewatkan kebersamaan dengan keluarga. Waktu memang lah sangat penting. Tapi waktu yang penting seharusnya dimanfaatkan dengan bijak. Dulu, kakak itu punya prinsip yang kuat kalau Waktu itu harus dibagi 2. Untuk dunia dan akhirat. Kakak baru sadar kalau prinsip itu malah tak langgar sendiri..."
Nisa mendengarkannya dengan seksama. Memilih diam dan tidak memberikan pendapatnya sekarang. Untuk memecah keheningan ini, Nisa memutar MP3 mobil yang mengalunkan lagu milik Admesh berjudul "Hanya Rindu"Saat ku sendiri, ku lihat foto dan video
Bersamamu yang telah lama ku simpan
Hancur hati ini melihat semua gambar diri
Yang tak bisa, ku ulang kembaliNisa bersenandung mengiringi suara Admesh yang mengalun dari MP3.
Ku ingin saat ini, engkau ada di sini
Tertawa bersamaku, seperti dulu lagi
Walau hanya sebentar, Tuhan tolong kabulkanlah
Bukannya diri ini tak terima kenyataan
Hati ini hanya rinduSegala cara telah kucoba
Agar aku bisa tanpa dirimu,
Ho-oh
Namun semua, berbeda
Sulitku menghapus kenangan bersamamuKu ingin saat ini, engkau ada di disini
Nisa terkejut saat Farhan mulai melanjutkan lirik lagunya dengan suara soft yang dalam.
Tertawa bersamaku, seperti dulu lagi
Walau hanya sebentar, Tuhan tolong kabulkanlah
Bukan diri ini tak terima kenyataan
Hati ini hanya rindu,
Ho oh
Hanya rindu
Ho-oh
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Muda (Bukan Perjodohan) [END]
Romance[REVISI] 18++ "Maaf Nis" ujar Farhan lirih. Keheningan seperti ini sangat berbanding terbalik dari kehangatan mereka saat pacaran dulu. Ya. Mereka saling mencintai. Bahkan sudah menjalin hubungan spesial sejak kelas 1 SMA. Tapi, kenapa pernikahan i...