15. Kedua Kalinya

10.8K 216 7
                                    

Nisa melenguh karena merasa pundaknya diberi kecupan hangat bertubi tubi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nisa melenguh karena merasa pundaknya diberi kecupan hangat bertubi tubi. Ia mengerjap-ngerjapkan mata yang terasa berat. Satu ronde dengan kak Farhan membuat tubuhnya pegal-pegal...
Ia melihat jam diatas nakas. Masih pukul 22.00 WIB ternyata. Ia tak sadar jika tertidur setelah orgasme yang luar biasa tadi. Nisa membalikkan badan. Menghadap ke arah suaminya yang semakin erat memeluk tubuh kecilnya dari belakang.

"Ada apa, kak ?" Tanya Nisa dengan suara serak. Rasa ngantuknya entah menguap kemana. Sudah pasti ini karena sentuhan seringan bulu yang ia rasakan sejak baru membuka mata.
Farhan tersenyum. Senyuman mesum yang sering terlihat akhir-akhir ini. Nisa mengerutkan kening. Pura-pura marah...
"Lagi ??!"
Farhan beringsut. Menenggelamkan wajahnya di dada Nisa. Bagai bayi yang tengah mencari kehangatan dari sang ibu.
Nisa menghela nafas. Yah. Mau bagaimana lagi. Syahwat Farhan memang selalu marathon seperti ini. Namanya juga pengantin baru.
"Aku ditinggal tidur. Jahat ih" Farhan berucap dari balik dada Nisa. Suaranya sedikit teredam. Nisa terkekeh. "Iya. Maaf-maaf. Kirain udah puas kamunya"

Farhan menggesek gesekkan hidungnya sebagai jawaban. Nisa meringis geli karena kumis halus Farhan mengenai permukaan sensitifnya.
"Geli sayang" Nisa berusaha menyingkirkan kepala suaminya. Tubuh polosnya menggeliat geliat.
Tiba-tiba kekehan geli tersebut digantikan dengan desahan. Farhan melumat puncaknya. Tak hanya memakai bibir. Suaminya itu juga memakai tangan untuk menangkup sisi yang lain.
Kelihatannya malam ini akan menjadi malam yang panjang (lagi) bagi mereka berdua...

**********

#1 Minggu kemudian. Hari pengumuman....

Zulaikha telah memasukkan buku terakhirnya ke dalam kardus. Ia duduk di kursi belajar dan menatap kamar kecil yang sudah ia tempati beberapa minggu ini. Pengumuman sudah keluar pagi tadi. Seperti yang sudah dijelaskan didalam perjanjian, bagi penerima beasiswa akademik akan ditempatkan dalam satu asrama khusus. Mereka diharuskan untuk segera menempati asrama sebelum perkuliahan aktif dimulai.
Dan Zulaikha, termasuk salah satunya. Tadi pagi ia sudah menelpon buya-ayahnya,kyai siddiq- untuk mengabarkan berita menggembirakan tersebut. Sebenarnya buya tidak mendorong putrinya untuk mendapatkan beasiswa akademik. Ia juga tidak pernah mendorong putri bungsu satu-satunya, kesayangannya, untuk pergi merantau di kota nan jauh disana. Sebenarnya banyak PTN bergengsi di lampung. Universitas Islam masyhur juga menjamur disana.
Tapi, keinginan kuat sang putrilah yang akhirnya membuat buya luluh. Umayya-istrinya- bahkan menangis tiap malam karena harus menahan rindu pada sang anak. Tapi inilah satu-satunya keinginan kuat Zulaikha. Buya juga tidak paham apa alasan dibaliknya. Putrinya tersebut sangat rapi jika urusan menyembunyikan perasaan.
"Nggak apa-apa, Buya. Zula disini baik-baik saja. Abi juga rajin telfon Zula, kok" gadis itu tersenyum. Senyum lebar yang bahkan tidak bisa dilihat sang Ayah.
Kyai siddiq menghela nafas. "Janji sama buya, ya. Kalau ada apa-apa, langsung hubungi Abinya Farhan. Tidak perlu sungkan. Buya berharap sekali kamu bisa bantu mengurangi kecemasan buya dan umayya disini, nak..."
"Iya-iya, Buya. Janji..."
Percakapan singkat itu berakhir dengan wejangan-wejangan Buya yang sudah Zula hafal diluar kepala.
"Alhamdulillahi 'Ala kulli haal" ucap Zula lirih.
Pintu kamarnya diketuk. Mbok Sari berdiri anggun dengan sanggul rendah khas beliau.
"Nduk. Itu taxi online nya sudah sampai. Sini. Mbok bantuin angkat barang-barangnya sampean"
"Eh. Iya-iya Mbok. Terimakasih ya" Zula bergegas mengangkut barang-barangnya ke dalam mobil dibantu oleh Mbok sari dan pak supir taxi online yang mungkin usianya sudah lebih dari setengah abad.

Nikah Muda (Bukan Perjodohan) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang