Farhan baru saja selesai mengimami jamaah dhuhur di musholla fakultasnya. Ia cari-cari batang hidung Subhan. Sahabat koplaknya itulah yang tadi mengabari sedang ada di kampus.
"Heh, Le !" Subhan menepuk pundak Farhan keras. Lalu menunjukkan cengiran tanpa dosa. Farhan sudah terbiasa menghadapi sikap sohibnya ini.
"Ada kuliah ?" Tanya Farhan sambil tetap fokus pada hp nya.
"Ora"
"Ada jadwal ngaji ?" Maksud Farhan adalah apakah subhan ada jadwal mengisi pengajian hari ini.
"Ora"
Farhan pun menoleh. Menatap Subhan heran. "La terus kowe nyapo neng kene, Le ?" (La terus kamu kenapa disini, sob ?)
"Golek AC" (Cari AC). Subhan menjawab polos.
"Kipas kos mu mati lagi ?" Farhan kembali pada smartphone nya.
Subhan terkekeh. Saat itulah Farhan tau apa jawaban dari pertanyaannya barusan.
"Kapan-kapan tak benerin"
"Kok kapan-kapan to, Nan" Subhan memprotes. Biasanya kalau ia sudah mengeluh kipas kos nya mati, Farhan akan secepat mungkin datang ke kos nya untuk memperbaiki.
Farhan menghela nafas. "Kan yo kamu tau sendiri. Istriku lagi di Bandung. Masa mau tak tinggal sendirian"
Subhan benar-benar lupa soal itu. Ia hampir lupa juga kalau sahabatnya ini tidak 'jomblo' lagi seperti dirinya. Ada sebersit rasa sedih di hati Subhan.
"Kok sedih ya, denger kenyataan kalo kowe iki sudah nikah"
Farhan menoleh. Menatap Subhan lekat. Ada rasa ngeri yang melintas di bola matanya.
"Heh ! Bukan gitu maksudnya. Ya allah... mikirmu kok ya kemana-mana to nan" Subhan meremas rambutnya sendiri.
Kemudian, pandangan sahabatnya itu menerawang. Seolah mengenang sesuatu. "Apa seharusnya waktu itu aku nggak ngasih fotomu ke Abi,ya ?" Gumam Subhan lirih. Hampir tak terdengar.
Tapi suara itu seakan jadi petir di siang hari bagi Farhan. Ia seketika menoleh kaget. Menarik kemeja Subhan. "Sek. Opo maksudmu, han ?" (Bentar. Apa maksudmu, han ?)
Subhan terkejut bukan main ditarik tiba-tiba seperti itu. "Apa-apaan sih kowe iki" Subhan menarik dirinya. Menyentak cengkraman Farhan dengan sekali hentakan.
"Apa maksudmu tadi ?" Farhan sedikit menggeram. Suaranya merendah.
Subhan menatap sahabatnya tanpa dosa. "Abi benar-benar menjaga amanah. Beliau nggak ngasih tau kowe, siapa yang ngasih foto itu ?"
Lalu Subhan tersenyum miring. Demi Allah, baru kali ini Farhan merasa sumbu nya sudah disulut hingga terbakar habis. Ia menghela nafas agar tetap menjaga tangannya tetap di samping badan. Jangan sampai ia pukul wajah menyebalkan sahabat satu-satunya ini.
"Apa yang ada di pikiranmu iku, han !" Farhan menekan perkataannya dengan suara lirih. Ia sadar. Ini masih di dalam musholla. Rumah Allah yang harus dihormati.
Subhan tak menjawab apa-apa. Wajahnya tetap tenang dan menyebalkan seperti biasa. Farhan tidak tau kalau muka sahabatnya ini bisa 100 kali lebih menyebalkan di posisi seperti ini. Banyak pertanyaan dan makian yang ingin ia lontarkan. Tapi hp nya berdering disaat yang tepat. Saat sumbu-sumbunya sudah habis dan minta untuk dilampiaskan.
Istrinya menelfon...Setelah menerima telfon dari sang istri, Farhan kembali lagi ke dalam untuk mengambil jaketnya. Ia melihat Subhan masih duduk di posisi yang sama. Farhan tak peduli lagi. Laki-laki itu pergi meninggalkan Subhan tanpa mengucapkan salam apapun. Dalam hati, Farhan berpikir untuk tidak menghubungi Subhan dalam beberapa waktu ke depan. Ia sungguh emosi.
Saat sampai di tikungan jalan raya, Farhan bisa melihat istrinya di seberang sana. Dengan seorang gadis. Farhan memperlambat laju mobil. Ia hanya melihat bagian punggung gadis itu, hingga akhirnya masuk ke dalam angkot. Bahkan saat angkot menjauh, Nisa tetap setia memandanginya. Farhan hanya bertanya basa-basi dengan tingkah istrinya.
Hingga ia mendengar nama gadis itu disebut. 'Zulaikha'....
Farhan merasa gugup tiba-tiba. Entah kenapa, ia merasa bersalah karena tidak pernah menceritakan tentang Zula kepada istrinya. Tentang keinginan Umi. Di satu sisi, ia merasa bahagia karena Zula tumbuh dengan baik. Bukan lagi gadis kecil pecicilan yang dulu selalu mengganggu Farhan. Bukan lagi gadis kecil yang selalu tidak lancar menghafal surat-surat pendek. Dari cerita istrinya, Farhan tau Zula yang sekarang bukanlah Zula yang sebelum akil baligh dulu.
"Kak. Kenapa ?" Pertanyaan Nisa mengagetkan Farhan. Dengan bodohnya, Farhan memakai nama Subhan sebagai alasan agar terbebas dari mata menyelidik itu. Farhan mencoba tenang agar emosinya terkendali. Agar ekspresinya tetap datar.
Saat Nisa semakin banyak menceritakan Zula dan semakin banyak memuji gadis itu, Farhan masih berusaha tenang.
Ia tak pernah berencana untuk menyakiti hati istrinya. Demi Allah...
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Muda (Bukan Perjodohan) [END]
Romance[REVISI] 18++ "Maaf Nis" ujar Farhan lirih. Keheningan seperti ini sangat berbanding terbalik dari kehangatan mereka saat pacaran dulu. Ya. Mereka saling mencintai. Bahkan sudah menjalin hubungan spesial sejak kelas 1 SMA. Tapi, kenapa pernikahan i...