"REVIA PREMAN KOSAN DATANG! PREMAN KOSAN DATANG! DIA BAWA PISAU DAPUR! MAMPUS LO! KABUR-KABURRR! LO BAKAL DIMUTILASII! KABURR, VII!"
Gadis yang tengah bergelung nyaman dalam selimut lusuhnya itu, seketika terbangun karena dikagetkan oleh suara lantang yang memperingatkannya tentang preman kos, ralat—Ibu kos—datang seraya membawa pisau dapur. Nyawanya berusaha ia kumpulkan agar kembali menyatu dengan raganya. Dia terduduk, lalu segera mengarahkan tatapan pada benda pipih yang baru saja menjadi tersangka utama dari terusiknya tidur nyenyaknya.
Teriakan tersebut berasal dari benda yang tidak lain adalah ponselnya sendiri. Ponsel itu tergeletak pada meja kecil tepat di samping kasur. Diambilnya ponsel itu dan segera ia matikan alarm antimainstreamnya. Alarm yang tidak lain adalah suaranya sendiri.
Revia memang sengaja merekam suara tersebut. Hal itu adalah salah satu usaha yang harus ia lakukan agar dirinya dapat segera bangun. Hanya dengan menyebut kata Preman Kosan, kesadaran, tepatnya kewaspadaan Revia akan terjaga. Idenya tentang alarm itu agak sedikit sinting, tapi yang jelas efeknya sangat ampuh.
Setelah beberapa saat terdiam, Revia menggulirkan netranya pada ruangan yang saat ini ia tempati, ruangan yang tidak lain adalah kamar kosnya sendiri. Senyum kecut muncul di bibir tipis gadis itu. Lagi, harinya akan kembali ia mulai.
Pukul 04:21 AM
Ia turun dari kasur, melangkahkan kaki ke arah kamar mandi yang berada di luar kamar. Tujuannya tidak lain adalah untuk berwudu dan bersegera melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.
Usai salat, Revia bergegas menuju dapur sempit yang hanya dibatasi sekat berupa tripleks dengan kamarnya sendiri. Ia Mulai menyiapkan bahan-bahan yang sudah dia beli dari pasar untuk diolah menjadi sambal goreng. Keseluruhan fokusnya ia tumpukan pada bahan-bahan tersebut. Karena tidak ingin terlambat masuk kantor nanti, Revia lekas menyelesaikan sesi memasaknya. Jika hari ini dia terlambat lagi, pasti sang bos tidak akan segan memarahinya di depan umum seperti yang sudah-sudah.
Sambal yang dia buat ini, nantinya akan dititipkan di toko depan kos-kosan bersama abon yang semalam sudah dia olah. Selain berjualan sambal goreng, Revia juga menjual abon agar pemasukannya bisa bertambah.
Kehidupan seorang Revia yang sekarang, berubah amat drastis. Kini, ia hidup sebatangkara tanpa sanak saudara. Dulu dia bergelimang harta, tapi kini tak lagi sama. Dulu, Revia tidak perlu susah payah bekerja hanya untuk memenuhi segala kebutuhannya. Lagi pula, hei! siapa yang tidak kenal dengan keluarga Aritama? Keluarga yang menggandrungi dunia saham dan properti di Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri?
Kekayaan Aritama menggurita. Ongkang-ongkang kaki adalah hal yang biasa Revia lakukan, tapi itu dulu sebab sekarang tidak lagi. Kata ongkang-ongkang kaki seketika hilang, digantikan dengan tungkai yang harus selalu berjalan ke sana kemari untuk bekerja demi mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Kehidupannya yang sekarang, jauh dari kata berleha-leha. Brand mahal baik itu pakaian dan aksesoris yang dahulu menempel di tubuh Revia, kini hilang tak tersisa. Semuanya dia tanggalkan. Itu, adalah pilihan yang Revia ambil. Gelimang harta Aritama ia tinggalkan.
Jika bukan di karenakan ancaman luar biasa yang dilontarkan oleh ayahnya, sudah pasti sekarang kehidupan Revia masihlah baik-baik saja. Dia tidak bisa lagi memikul beban yang diberikan oleh Joseph. Beban yang terdengar tidak masuk akal dan di luar nalar.
Menikah.
Semudah itu sang Ayah memerintahkannya untuk menikah. Andai kata Revia gila, mungkin dia sudah menerima rencana pernikahan itu, tapi tidak. Dia menolak keras. Menikah bukan perkara mudah bagi Revia. Ya, tentu bukan untuknya saja, semua orang pasti memiliki pemikiran yang sama dengan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Copywriter [✓]
ChickLit| Tamat | | Akan direvisi kembali | Revia tidak tahu apa maksud mereka. Ayah, Ibu, Kakak dan Adiknya diam-diam memendam kebencian padanya. Selama ini mereka mengenakan topeng dan bersikap munafik, for god sake! Semua tawa, kasih sayang dan senyum ha...