16

4K 355 0
                                    

Dering ponsel menyita fokus Revia yang tengah berjibaku di dapur kecil miliknya. Dia kemudian mengecilkan nyala api agar sambal yang ia goreng tak gosong.

"Hm? Siapa yang nelepon?" Untuk sesaat, Revia melirik jam dinding. "Jam lima pagi. Tumben ada yang nelepon sepagi ini."

Revia meraih ponselnya dan mengecek siapa yang menelepon. Dia mengernyit karena nomor yang kini terpampang di ponselnya adalah nomor asing.

"Halo? Assalamualaikum. Maaf, ini dengan siapa?" ucap Revia sesaat setelah menerima panggilan.

"Waalaikumsalam. Pagi Revia. Ini saya, Regan."

Butuh waktu beberapa saat bagi Revia untuk segera tersadar. Nyatanya, dia cukup terkejut setelah mengetahui siapa gerangan si penelepon.

"Bapak dapat nomor saya dari mana?" todong Revia cepat.

"Bukan hal sulit bagi saya untuk mendapatkan nomor kamu," ucap Regan misterius. "Begini Revia, perihal kecelakaan kecil kemarin, saya rasa mobil kamu harus segera diperbaiki."

"Oh, jelas. Bapak harus memperbaiki mobil saya secepatnya."

"Tentu, saya akan segera mengatasi hal tersebut dan mengusahakan yang terbaik untuk mobil kamu."

Masih sepagi ini dan Revia sudah dibuat jengkel dengan perkataan tidak jelas Regan. Entah bualan apa lagi yang akan Regan katakan untuk memancing emosinya.

"Baguslah jika Bapak sadar. Saya kira Bapak tipe orang yang biasa lari dari tanggung jawab."

"Hei. Jangan remehkan saya, Revia. Bukankah saya sudah mengatakan, jangankan bertanggung jawab untuk hal kecil seperti ini, bertanggung jawab untuk hal-hal lain saja saya siap, selama itu dilakukan untuk kamu," tekad Regan yakin.

Perkataan lekaki itu membuat Revia mual. Sosok seperti Regan ini sudah banyak dia jumpai. Tipe playboy yang mengandalkan tampang dan kekuasaan untuk memikat wanita. Menjebak para wanita menjadi budak mereka. Jangan harap dia akan tertarik.

"Terserah Bapak. Saya harap Bapak segera mengganti kerusakan mobil saya."

"Ternyata kamu kurang suka berbasa-basi, ya? Baiklah, kapan kiranya kamu bisa meluangkan waktu agar kita bisa secepatnya bertemu?"

Revia coba mengingat-ngingat apakah hari ini, dirinya memiliki pekerjaan mendesak atau janji bertemu dengan seseorang. Dan hasilnya nihil. Ia tidak memiliki pekerjaan yang harus segera diselesaikan, juga tidak memiliki janji dengan siapa pun untuk bertemu.

"Selepas kerja nanti saya free."

"Oke. Kamu saya jemput."

"Tidak perlu!" Revia spontan menjerit. "Maksud saya, silakan Bapak tunggu saja di bengkel yang harus saya datangi. Berikan alamatnya."

"Oh, oke," jawab Regan patuh. "Sampai jumpa di bengkel nanti, Revia. Hati-hati bawa mobilnya. Jangan sampai kamu kenapa-napa. Saya nggak akan sanggup melihat kamu terlu—"

Tut!

"Terserah! Bodo amat, bodo amaaat! Amit-amit ya Allah. Ih, ilfeell gila! Itu orang kenapa coba? Dari kemarin tingkahnya nggak bener. Perasaan nggak ada tuh gue goda-goda dia. Ngapain juga gue harus godain orang setengah gila itu?" gerutu Revia dongkol.

Miss Copywriter [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang