23

4.5K 371 8
                                    

Revia adalah gadis yang tergolong cukup kolot dengan hal-hal yang biasanya terjadi pada pria dan wanita dewasa. Saat masih kuliah dulu, sempat santer terdengar rumor yang mengatakan bahwa banyak laki-laki yang menyukainya. Namun, sayangnya mereka tidak berani mendekatinya karena keder akan latarbelakang keluarganya.

Pernah ada dua orang laki-laki yang berani mendekatinya, tapi baru saja hendak mengutarakan perasaan mereka, keduanya malah dihadang Revo, Angga, serta Banu. Ketiga orang itu memang ketat mengawasi gerak-gerik Revia. Itulah alasannya mengapa sampai saat ini Revia tidak begitu paham mengenai dunia romansa.

Kendatipun dia tidak sebuta itu dengan situasi romantis yang selalu terjadi pada pria dan wanita, tapi tetap saja Revia tidak terbiasa akan hal tersebut. Dan tindakan yang belakangan ini Regan lakukan, masih menyisakan tanda tanya besar bagi Revia. Entah apa motif Regan sampai mengganggunya seperti ini. Kalau memang benar lelaki itu menyukainya, kenapa tidak berterus terang saja?

Tunggu, bukan berarti dia berharap Regan benar-benar menyukainya. Bukan, bukan seperti itu. Ayolah, dia hanya ingin memastikan saja. Wajar, 'kan? Apa yang salah dengan memastikan perasaan laki-laki itu untuknya?

Benar. Tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Iya, 'kan, Revia? Lirih Revia dalam hati.

"So, Revia, gimana? Kamu bisa dateng, 'kan?"

Agaknya kebiasaan melamun Revia memang sudah sangat parah. Dia lupa dengan siapa ia sedang mengobrol. Pertanyaan Rosa tidak ia gubris. Matanya malah terpaku pada milk shake miliknya yang tinggal tersisa sedikit.

"Hei, earth to Revia." Rosa melambaikan tangan di depan wajah gadis itu.

"Eh? Gi-gimana-gimana, Bu?" gagap Revia setelah tersadar. Ia mengerjap linglung.

"Ngelamunin apa, sih? Saya ngomong banyak lho dari tadi."

"Maaf, Bu. Anu, saya kepikiran hal yang nggak penting aja tadi."

Rosa mengerutkan dahi bingung. "Aneh kamu. Justru kalau nggak penting, kamu nggak sampai kepikiran dong."

"Iya juga, sih, hehe."

Gelengan kepala Rosa membuat Revia tersenyum malu.

"Jadi gimana, Rev? Sabtu malam kamu bisa nggak dateng ke rumah?"

"Wow. Ini ceritanya Ibu beneran mau tunangan?"

"Iya. Kamu, sih, nggak nyimak dari tadi," rajuk Rosa cemberut. Namun, setelah melihat gurat kengeriam tergambar dari paras gadis di hadapannya, Rosa kembali bertanya, "Wait, kenapa ekspresimu gitu?"

"Yaa ... saya amazed aja dengan keteguhan Ibu. Calon suami Ibu agak nakutin. Tampang kaku Pak Hendri sempat bikin saya pesimis. Takut kalau dia bakal mainin Ibu. Biasanya, 'kan, yang kaku gitu sering gantungin hubungan. Dan, urusan kerjaan jadi alibi," ujar Revia frontal.

"Ada-ada saja kamu. Nggaklah, Rev. Muka dia emang gitu. Lempeng, tapi cakep, 'kan? Yaa, walau wataknya agak keras. Mau gimana lagi? Saya udah cinta banget sama dia. Rasanya nggak bisa hidup tanpa dia," Rosa terkekeh geli dengan perkataannya sendiri.

Bucin, imbuh Revia dalam hati. Jenis romansa seperti ini yang belum pernah Revia rasakan. Ah, ia jadi sedikit iri dengan bosnya.

"Oh iya, Bu, anakya Pak Hendri gimana? Dia ... setuju, 'kan?"

"Alhamdulillah. Anisa mau nerima saya. Walau masih kaku, tapi saya berjanji akan menjadi Ibu sambung yang luar biasa untuk Anisa. Sayang banget saya, Rev, sama dia."

"Glad to hear that." Revia menghela napas lega. Ia lalu melirik jam tangannya. "Udah sore nih, Bu, saya bisa balik duluan nggak? Soalnya masih ada keperluan lain setelah ini."

Miss Copywriter [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang