13

4K 382 2
                                    

"Lepasin."

Revia berusaha menahan gejolak amarah karena dia tiba-tiba dipeluk oleh orang yang sama sekali tidak ingin dia temui. Pantas saja gelagat Banu terlihat aneh saat dia meminta alamat apartemen yang Banu tinggali waktu itu. Revia memang tahu Banu tinggal di gedung apartemen yang sama dengan Kakak tertua mereka, tetapi dia tidak mengira ternyata kedua orang itu menempati unit yang sama.

"Vi ... dengerin Kakak dulu. Ayo, kita bicarain semuanya di dalam. Kakak mohon. Sekali ini saja, kasih Kakak kesempatan," mohon pria yang kini memeluk erat Revia.

Pria yang tidak lain adalah Revo. Orang yang pernah Revia anggap sebagai pelindung keduanya setelah Ayahnya, tapi juga orang yang ikut membuatnya hancur.

Semua terjadi begitu saja. Sesaat setelah dia menekan bel apartemen yang merupakan unit di mana Banu tinggal, Revia dikejutkan dengan orang yang tiba-tiba saja memeluknya. Dia sama sekali tidak siap dengan 'serangan' ini. Belum sempat Revia melakukan perlawanan, tubuhnya telah dikunci oleh dekapan Revo yang sulit dilepaskan.

"Lepasin!"

Lelah sebab permintaanya tak kunjung digubris, Revia coba memberontak. Berusaha mendorong Revo sekuat tenaga agar melepaskannya. Ia tidak sudi dipeluk oleh orang yang sepenuh hati di bencinya ini.

"Lepasin berengsek!"

"Nggak. Kakak nggak mau. Kamu tenang dulu, dengerin kata-kata Kakak, ya, Sayang?"

"Banu! Cepetan keluar! Kalau tidak, Kakak nggak akan pernah bantuin kamu lagi!" Revia berteriak tak terkendali, masih berusaha melepaskan pelukan Revo. Dia tidak peduli jika penghuni unit lain terganggu. Sungguh, mengapa pelukan Revo sulit dilepaskan?!

"Apa-apaan, sih! Lepasin! Banu cepetan!"

Tidak berselang lama setelah Revia meneriaki namanya, Banu tergesa-gesa keluar dari dalam apartemen. Dari ekspresi wajahnya, Revia dapat memastikan bahwa Banu terkejut dengan apa yang saat ini dilihatnya.

Tidak membiarkan dirinya hanya terdiam, Banu cepat-cepat menarik Kakak perempuannya dari dekapan Revo dan menempatkan Revia di balik punggungnya.

"Kak! Lo apa-apaan, sih? Jangan bikin celah untuk Kak Revia ninggalin gue!" Banu mencerca Revo yang saat ini memandang nanar pada Revia. Sayangnya, Revo tak sekalipun menggubris kata-kata Banu.

"Dapetin bantuan Kak Revia nggak mudah. Sekarang saja gue belum sepenuhnya dimaafin. Cuma gara-gara penyakit sialan ini, Kak Revia sudi bantuin gue. Tolong ... tolong, Kak, jangan bikin semua usaha gue sia-sia."

Revo seolah tuli atas perkataan sang Adik. Dia kembali mendekat pada Revia, tapi dengan gesit, Banu menghalau pergerakan Kakak tertuanya itu.

"What the hell are you doing?! Don't you dare to move!" maki Banu mulai kehilangan kesabarannya. Dia menyesal telah membuat Revia datang ke tempat ini.

"Via, ayo. Kita bicarain semuanya di dalam. Kakak bakalan jelasin semua yang sudah terjadi. Ini hanyalah kesalahpahaman saja, Sayang."

Revia yang merasa situasinya mulai kacau, memutuskan untuk keluar dari keadaan yang kini dia hadapi.

"Kakak tunggu kamu di mobil. Tiga menit. Kamu lama, Kakak nggak bakal berpikir dua kali buat ninggalin kamu."

Miss Copywriter [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang