12

4.3K 381 3
                                    

Melupakan kejadian menyebalkan yang terjadi padanya di malam kemarin, Revia mencoba untuk memfokuskan diri pada proses pengobatan Banu. Sejujurnya, semalam dia menjadi sukar untuk tidur karena merasa sangat malu. Berulangkali coba mengalihkan pikiran, yang ada dia malah semakin terbayang dengan tingkah konyolnya di hadapan Regan.

"Nambah beban pikiran aja tuh account satu," ujar Revia kesal.

Lupakan saja. Yang perlu dia pikirkan adalah Banu. Makin ruwetlah jalan pikiran Revia karena untuk membantu Banu, pasti tidak akan berjalan mudah begitu saja. Mengingat saat ini, Banu tinggal di apartemen yang juga ditempati Revo.

"Semoga orang itu cukup tahu diri dan nggak gangguin gue," gumam Revia penuh harap. "Semoga aja Banu udah kasih tahu penyakit dia."

Revia bisa saja sewaktu-waktu pergi meninggalkan Banu jika kemarahannya kembali tak tertahankan. Sulit baginya untuk tidak melarikan ingatannya pada kejadian menyakitkan itu. Jadi, apabila sewaktu-waktu hal tersebut terjadi, paling tidak ia meninggalkan Banu bersama Revo.

Beruntung saat ini, Revia belum memiliki deadline yang harus dikerjakan. Hanya ada beberapa konten yang ia yakin, bisa dengan cepat diselesaikan. Maka dari itu, selepas jam makan siang nanti, mungkin dia akan meminta izin untuk sedikit terlambat kembali ke kanto. Dirinya berencana akan menemani Banu pergi menemui dokter yang selama ini memantau kesehatan Banu.

Revia tidak mengizinkan Banu untuk berkendara sendiri, jadi dirinyalah yang akan menjadi sopir. Lihat, dia sudah seperti Kakak yang baik dan bertanggung jawab, bukan?

Semalam setelah Revia mengatakan hasil pertemuannya dengan Banu kepada sahabat-sahabatnya, respon yang mereka berikan menghangatkan hati Revia. Mereka benar-benar menyemangatinya agar bisa bertahan dalam menjalankan peran sebagai seorang Kakak.

Hal itulah yang saat ini sangat Revia butuhkan, dukungan semangat dari orang terdekatnya. Ia bersyukur karena bisa bersahabat dengan sekumpulan manusia abnormal yang menamai mereka sebagai Gadis Jablay Pemburu Eksekutif Muda itu. Mereka selalu memberikan support dan memberikan yang terbaik bagi Revia.

Hanya dari keempat orang itulah, Revia memiliki semangat untuk menjalani hidup. Dia harap, mereka akan tetap bersahabat sampai maut yang memisahkan.

Saat ini, kelima gadis itu tengah menikmati makan siang di kantin kantor. Revia sendiri hanya akan makan sebentar saja karena harus bergegas pergi. Beruntung Kalista sudah memberikannya izin.

"Udah sehat lo, Res? Cepet amat sembuhnya," celetuk Rifa yang mencampur kuah baksonya dengan sambal.

Resi yang sedari tadi begitu semangat dalam menghabiskan soto, seketika merubah ekspresinya seperti tengah kesakitan.

"Iya, nih. Kaki gue masih sakit. Gila aja bok! Kaki gue kegencet mobil yang ukurannya segede gaban!" ungkap Resi berapi-api.

"Kata Mama nggak boleh bohong," ujar Tika disertai dengkusan kecil.

"Ih! Harus percaya dong, Itik. Sakit tahu, mana sopirnya kabur gitu aja lagi!"

"Coba mana gue liat lukannya. Seharusnya lo pake sendal jepit dong!" Elma memarahi Resi karena gadis itu malah memakai heels.

"Sebenarnya, sih, pengen, El, tapi demi menjaga kecantikan paripurna, gue nggak make sendal jepit. Gue bawa kok, tapi dipake pas lagi di kubikel doang."

Miss Copywriter [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang