Seseorang yang menginginkan cinta, dialah yang berani berbuat apapun untuk orang yang ia suka.
🌙🌙🌙
Lifera melirik ke tempat duduk di sampingnya. Ia mengelus dadanya yang terasa meletup-letup, karena menahan amarah. "Kenapa harus lo yang nganter gue sih?"
Desta menutup pintu mobil, lalu ia menjepit hidung Lifera. Dengan kedua jari dan menariknya pelan.
"Paom udah ke kantor duluan, gue yang ngantar. Emang ada yang salah, kakak nganterin adiknya berangkat sekolah?"
Lifera menghela napas, menepis tangan Desta yang berani memegang hidungnya. Mungkin suasana hari ini, menurutnya tak sesejuk angin pagi yang hadir berbisik. "Gak salah sih. Tapi gue belum terbiasa aja. Ganjal dikit."
"Bisa gitu ya? Padahal waktu lo masih SMP. Yang selalu nganterin lo, kalau bukan gue siapa emang?" bela Desta tersenyum. Walau rasanya perkataan Lifera sedikit menyakitkan.
Lifera tidak bisa membantah lagi perkataan cowo ini, memang itu adalah realita. Desta terkekeh merasa dirinya kali ini menang, ia lalu menginjak pedal gas untuk melajukan mobil. Mulai berperang membelah padatnya si musuh lalu lintas.
"Hmm, gue nganter lo sekolah. Tapi gue gak tahu lo sekolah dimana. Kasih tahu pak sopir ganteng ini dong.."
"SMA Metranasional." jawab Lifera singkat.
Desta nampak berpikir sejenak, merasa tak asing dengan nama sekolah itu. Astaga, mengapa dirinya perlu berpikir keras. Padahal itu adalah sekolah yang pernah ia jadikan tempat menimba ilmu. "Hah?!!"
"Serius lo sekolah di sana? Lo perlu tahu, gue pindah lanjutin sekolah di situ. Setelah kejadian waktu itu, saat gue kehilangan lo."
Lifera menoleh, menyipitkan mata bermakna jengah. Memang tak jarang bila seorang Desta, menanggapi suatu kabar dengan berlebihan.
"Gue tahu. Lo bisa sekolah di sana karena lewat jalur beasiswa kan? Gue milih sekolah di sana juga, cuma karena pingin nemuin informasi tentang lo. Dan ternyata, lo udah lulus tahun lalu."
Dalam diam, Desta tersenyum senang. Ternyata Lifera peduli padanya, sungguh kenyataan yang menyenangkan. "Ternyata lo masih peduli juga sama gue. Makasih."
"Ngomong apa sih lo, gelap. Gue gak dengar. Mending cepetan, hari ini upacara. Lo mau bikin adik perempuan lo ini telat?" cerca Lifera.
"Cieee.. Udah mau ngaku jadi adik perempuan nih." goda Desta.
"Terserah."
Setelah itu, keduanya saling menutup mulut rapat. Enggan untuk kembali berbicara, merasa masih belum terbiasa. Keadaan ini terus berlanjut hingga sampai ke depan gerbang SMA Metranasional. Desta bergegas turun, dan membukakan pintu untuk Lifera.
"Gue bukan tuan putri, berlebihan amat." Lifera berkomentar dengan sikap Desta ini. Terlalu memanjakan dirinya.
"Siapa bilang lo bukan tuan putri? Lo itu tuan putri kecil, pangeran ganteng ini. Jadi harus dijaga aparat berwajib." timpal Desta.
Lifera mengangkat ujung bibirnya lebar, "Se merdeka kamu aja bang, adik gak peduli. Pamit dulu, ingin menuntut ilmu lewat meja coklat." jawabnya asal.
"Terharu saya dek." Desta berlagak seperti merasa tersentuh oleh ucapan Lifera, dengan mengusap ujung matanya yang tak basah.
Lifera tersenyum getir, ia melambaikan tangannya pada Desta. Dan beranjak melanjutkan langkahnya menuju kelas.
"Perah.." panggil Desta membuat langkah Lifera terhenti.
![](https://img.wattpad.com/cover/148566065-288-k809943.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lifera
Teen Fiction"Tawa yang menjadi penyamar luka." Lifera Amelya Dewitahari. Gadis cantik dengan sikap seperti wanita pada umumnya. Ia nampak sempurna banyak pria yang ingin memilikinya, hanya saja itu pujian belaka. Goresan luka oleh sang masa lalu, membuatnya eng...