☀ Lifera-8 #Kembali dan Terpaksa☀

115 15 32
                                    

Cinta itu tidak kasat mata. Jadi, tak mengapa bila memberikannya dengan terpaksa. Memang cinta bisa murka?

»»Pola Pikir Tuan F.

🌙🌙🌙

"Desta?"

Forest mengernyitkan dahi, ia ikut mengarahkan pandangan mengikuti arah mata Lifera. Seseorang di sudut belahan sana, juga ikut menoleh. Namun, Forest tak mengerti mengapa lelaki itu nampak terkejut. Dan masih tenang dalam tubuh terdiam kaku, menatap Lifera gusar.

"Lifera.." panggil Forest dengan lembut.

Gadis itu masih terdiam dengan kepala tertunduk ke bawah. Forest perlahan menelungkupkan tangannya pada pipi gadis itu, mengangkat wajah cantik untuk memandangnya. Dan perlahan tapi pasti, Forest dapat melihat wajah sembab penuh air mata gadis ini.

"Dia siapa? Kenapa lo nangis lihat dia? Dia penjahat? Bilang sama gue, biar gue yang kasih pelajaran."

Lifera menggeleng lemah, "Itu gak penting, lo tunggu di sini dulu. Biar gue urusin masalah ini sebentar."

Lifera bergegas berlari seraya mengusap air matanya. Ia tak menyangka dirinya menjadi terlihat lemah, menangis hanya karena orang itu datang. Apa pantas kata sedih mewakili perasaannya saat ini? Lifera akui, ia hanya gadis biasa. Bisa menangis karena sesuatu yang dirindukan.

Gue rindu sama lo. Hanya mampu berkata dalam hati, Lifera tahu bahwa kerinduan ini tak pantas ia rasakan.

Lelaki itu memandang wajah Lifera lekat, meneliti lebih seksama sosok ini. Hatinya berdesir, menjadikan semua rasa tercampur aduk.

"Perah? Ini beneran kamu?"

Lifera justru semakin memperderas aliran air di pipinya. Ia memukul dada bidang lelaki itu, meluapkan segala emosi. Antara emosi marah maupun bahagia. "Lo jahat! Kemana lo selama ini? Menghilang saat gue butuh perhatian, kasih sayang lo. Dimana lo saat kejadian itu? Disaat gue terpuruk? Jawab gue!".

Lelaki itu menarik tubuh Lifera ke dalam pelukannya. Ia mengelus rambut panjang Lifera dengan lembut, menyalurkan rasa sayang.

"Maaf."

Lifera menautkan alisnya, memunculkan raut muka menahan emosi. Ia mendorong pelan tubuh lelaki di hadapannya. "Maaf?"

"Lo bilang maaf? Apa kata itu pantas lo ucapin buat mewakili semua sikap lo? Itu gak cukup! Kenapa lo bikin rasa benci gue sama lo, semakin besar dengan ngomong gitu?" lanjut Lifera dengan menggertak.

Lelaki itu menggeleng. "Sayang, dengerin dulu penjelasan gue. Dengan segala sisa keyakinan lo sama gue, kasih gue kesempatan untuk jelasin semuanya."

Lifera kembali menyeka air matanya, ia berusaha mencari kebohongan pada mata orang ini. Namun, ia tak menemukannya. Mungkin tidak salah bila dirinya memberikan kesempatan. "Jelasin di rumah aja. Sekalian ada Paom."

"Paom?"

"Papa Om gue. Seseorang yang ada saat gue terpuruk waktu itu, dan sampai sekarang. Bukan kayak lo." cerca Lifera membuat lelaki itu terbatuk.

"Ngena banget itu mulut, makin pedes aja."

"Sial, emang fakta yang sangat jelas!"

LiferaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang