Perasaan dan pikiran adalah suatu pasangan. Tugasnya saling melengkapi, bukan saling mengkhianati.
🌙🌙🌙
"Lifera Amelya Dewitahari."
Gadis dengan rambut diikat kuda itu, berjalan perlahan menuju ke depan barisan di lapangan. Napasnya masih belum teratur, sebab kakinya dengan cepat membawa tubuhnya berkeliling lapangan.
Memang kelas 11 IPA-B melaksanakan kegiatan olahraga, dengan takdir bersamaan saat upacara bendera dimulai.
"Kamu coba praktekkan yang barusan saya jelaskan. Bagaimana me-servis bola voli dengan benar." ujar Pak Ragan, salah satu guru olahraga di SMA Metranasional.
Lifera mengangguk paham, ia segera meraih bola voli. Mengangkat sejajar dada, lalu memukul kuat dengan sebelah tangannya.
Duk.. Duk.. Duk..
Bola voli itu jatuh memantul di lapangan dengan perlahan. Lifera seketika tersenyum kikuk. Ia menoleh ke arah Pak Ragan, dengan suara tawa menggelar menertawai Lifera.
"Maaf Pak, sekali lagi ya Pak?"Pak Tahan mulai menatap tajam Lifera, ia mengangguk berat. Dan berjalan mendekati Lifera. "Ini cuman servis, kalau kamu tidak bisa lagi. Keliling lapangan sepuluh kali!"
"Perut nyeri, kenapa main voli yang bikin ngeri?" gumam Lifera mendengus sebal, dan kembali bersiap melakukan servis.
"Bilang apa kamu?"
Lifera menggeleng lalu tersenyum. Ia menunjuk sosok Sera dengan sorot ingin membunuh. Memang tak salah Lifera begitu, karena Sera adalah orang yang paling kencang menertawai dirinya. Sampai gadis itu memukuli orang yang ada di sekitarnya, pelampiasan sebab tak kuasa menahan tawa.
"Demi seluruh kekuatan segala mie ayam, rasakan kemenangan Liferayam." seru Lifera lalu memukul kembali bola voli itu, dengan mata terpejam.
Jedukk...
Lifera refleks membuka matanya terkejut, karena jeritan melengking dari segerombolan perempuan dugaannya. "Heh? Kenapa pada jerit?"
Sera lalu berlari menghampiri Lifera sembari menutup mulutnya. Ia menunjuk-nunjuk ke arah lapangan basket di sudut pojok. Alis Lifera terangkat sebelah, ia menatap heran ke arah Sera.
"Bola lo Lif, kena bola shooting Kak Forest. Bakal tamat riwayat lo." timpal Sera menepuk pundak Lifera.
Sedangkan Pak Ragan, sosok guru olahraga itu justru berjalan keluar lapangan menuju kantor guru. Lifera menganga, usahanya memasukkan bola melewati net berhasil. Tapi sama sekali tidak di saksikan Pak Ragan.
"Gila! Gue servis sambil tutup mata, beruntung bisa masuk. Malah gak digubris. Btw, tadi lo ngomong apaan Ser? Otak gua belum nyantol." ucap Lifera lalu menggeret tangan Sera menepi.
"Ehh, anu Lif! Gue bilang bola lo bentrok sama bola basket Kak Forest. Itu orangnya nyamperin ke sini! Omaigottt!" Sera terus memukul lengan Lifera pelan.
"Woi!"
Lifera dan Sera langsung berdiri menyambut kedatangan Forest. Semua perempuan yang menghuni lapangan menjerit histeris, suara berat Forest memang selalu mengundang respon berlebihan dari kaum hawa.
"Kenapa?"
"Lo yang gagalin shooting gua?" tanya Forest menatap serius Lifera.
Lifera mengangguk santai. "Iya, kenapa? Gak terima?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lifera
Novela Juvenil"Tawa yang menjadi penyamar luka." Lifera Amelya Dewitahari. Gadis cantik dengan sikap seperti wanita pada umumnya. Ia nampak sempurna banyak pria yang ingin memilikinya, hanya saja itu pujian belaka. Goresan luka oleh sang masa lalu, membuatnya eng...