Kata khawatir hanya untuk orang yang kenal kata peduli, dan kata sayang yang tak kikir.
🌙🌙🌙
Suara tak beraturan memenuhi lorong yang bernuansa putih. Derap kaki yang menandakan kegentingan disertai suara roda bergesekan dengan lantai, berhasil menyita beberapa pasang mata.
Degup jantung seorang gadis yang juga ikut berperan dalam situasi itu semakin cepat, kekhawatiran timbul terus menerus. Dikala mata gadis itu memandang seseorang yang kini terbaring di hadapannya.
Langkah Lifera berhenti saat suster berhasil menghentikan langkahnya. "Mohon tunggu di luar, dokter akan berusaha menangani."
Dua orang di sampingnya mengangguk dan menepuk pundak Lifera. Gafa tersenyum berusaha membuat suasana tenang dan tak tegang.
"Forest cowok kuat, udah biasa dia kayak gini." ujar Gafa.
Lifera langsung menautkan kedua alisnya menyatu, ia melayangkan tatapan heran. Biasa dengan keadaan seperti ini? Jadi tak jarang cowok itu masuk ke tempat dengan aroma obat menyeruak di setiap sudutnya.
"Maksud lo? Biasa?"Dano yang sedari tadi menggigit ujung kukunya refleks memukul pundak Gafa. Ia melototi tajam Gafa, sedangkan yang dipelototi langsung menepuk-nepuk bibirnya.
"Anu, maksud gue anu Forest biasa anu-"
"Gak usah bohong sama gue Kak, bohong itu dosa." ucap Lifera melembut, ya beginilah jurus seorang wanita yang ingin mendapat kejelasan dari seorang pria.
Gafa menoleh ke arah Dano, ia menggeleng berulang kali. Sedangkan Dano ia mengangguk, kedua tangannya ia lipat di depan dada. Dano lalu berjalan pelan mendekati Lifera.
"Saya selaku sahabat dari Forest, dengan berat hati mengatakan. Saya tidak ada hak, dan sahabat bermulut ember lima ribuan ini pula. Untuk menceritakan kehidupan sahabat saya yang lebih ganteng dari saya. Maafkan baby." jelas Dano dengan nada menjijikkan dikata terakhir yang ia ucapkan.
"Kak Dano lupa, kalau gue sahabatnya Sera. Pilih jujur sama gue atau gue aduin ke Sera kalau Kak Dano suka bohong." bujuk Lifera dengan seringainya.
Mimik wajah Dano berubah seketika, ia justru berganti menoleh ke arah Gafa. Pria satu hanya mengedikkan bahu tak tahu, dua pria yang kalah bicara dengan satu gadis.
"Duh, demi Gafa jomblo seumur hidup. Gue beneran gak ada hak Lif, buat cerita tentang Forest. Lo tunggu dia cerita aja, gue yakin dia bakal ceritain tentang kehidupannya." timpal Dano dengan nada serius.
Lifera diam. Ia berusaha mengerti dengan keadaan kedua kakak kelas di depannya ini. Mereka hanya berjuang demi sahabatnya, tak ingin berbicara yang akan menimbulkan masalah. Lifera paham, dan juga menyimpan segala pertanyaan yang ia ingin tanyakan.
"Oke, gue bisa pahami kalau kalian cuma mau menghargai sahabat. Gue akan tanya alasannya langsung ke sahabat kalian." cerca Lifera lalu duduk dengan memijat kepalanya pelan.
"Nah gitu dong dari tadi, lo bikin kita jurit jantung. Hampir melambaikan tangan ke kamera." Gafa dengan aneh mengelus dadanya.
"Jurit jantung mana ada nyet, dasar mongkey ya kamu." seru Dano memukuli lengan Gafa.
"Gua human tayo! Dasar tayo ayam kamu, mending lo diam deh. Ini Forest lagi sakit bego! Kasihan tuh ceweknya, kita cowoknya juga lagi khawatir. Lupa sikon lu ah."
Mulut Dano langsung mengatup saat ingin terbuka membalas ucapan Gafa, alasannya pintu UGD terbuka. Menampakkan sosok wanita dengan seragam serba putih, walau rambutnya berwarna hitam. Lifera berdiri dari duduknya, ia menatap wanita itu penuh harap.
"Gimana dok kondisi teman saya?" tanya Lifera.
Dokter wanita itu tersenyum. "Kondisinya baik, cuma ada beberapa luka dalam. Yang mengakibatkan beberapa hari kedepan, dia akan sering merasa pusing. Itu akibat beberapa benturan di kepalanya, dan tidak terlalu serius."
Lifera langsung membuang napas lega, sungguh dirinya sangat lega mendengar penuturan dokter itu. Dirinya mengangguk seusai menampakkan ekspresi lega. "Terima kasih dok, saya boleh masuk?"
"Silahkan, dia sudah sadar."
Lifera bersama dua sahabat Forest itu masuk ke dalam ruangan. Mereka seketika dapat melihat sosok cowok yang terbaring membelakangi mereka. Dano dan Gafa malah menuju ke sofa dan berebut tempat duduk.
Kini Lifera duduk di kursi dekat ranjang Forest berbaring. Pria itu masih membelakanginya, entah memang belum sadar atau sengaja tidak sadar dengan kehadiran Lifera.
"Gak usah pura-pura tidur."
Lifera semakin geram, ucapannya masih belum direspon oleh pria itu. Sial, dia merasa malu dengan kedua cowok yang sedang terpingkal-pingkal di sofa sana. Dan Lifera tak mau melihat kedua cowok itu.
"Lo sengaja ngacangin gua? Kentut lu ya!" Lifera geram sendiri, ia melayangkan tamparan pelan di lengan Forest.
"EHH KETEK!!" Forest terlonjak kaget dari tidurnya. Ia berdiri tegak di atas ranjang sambil memegangi lengannya.
Forest menunduk mengamati Lifera, pria itu melipat bibirnya seperti orang merajuk. Forest perlahan duduk kembali di ranjangnya, masih dengan memegangi satu lengannya. "Sakit dis."
Lifera mengernyitkan dahinya, pria itu baru memanggil namanya dengan apa? Sudah gila, salah. Mungkin tambah gila otak lelaki itu.
"Dis? Nama gue Lifera, lo amnesia?" tanya Lifera mulai panik.
Forest tersenyum, yang pastinya membuat lubang di kedua pipinya. Manis, mungkin untuk mayoritas perempuan. Tapi terkecuali Lifera, entah gadis itu tidak atau belum terpesona dengan senyum itu. Ya, senyum seorang Forest Dewanolan.
"Gadis. Gadisnya Forest."
"Pala lu! Sumpah, gue harus bilang sama dokter. Otak lo kena tinju, mungkin geser." cerca Lifera, ia baru saja ingin beranjak. Namun tangannya langsung ditarik cepat oleh Forest.
"Lo yang bikin otak gue geser."
Lifera semakin bingung, gurauan apa lagi yang diberikan pria ini.
"Gue? Kenapa gue kentang!"
Forest mengangguk membenarkan. "Iya, elo. Bikin otak gue geser ke hati lo."
"ACIEEE CIEEE!! Tersentuh hati dedek!" sorak Dano dan Gafa secara bersamaan, sangat kompak jika untuk alasan menyoraki.
Pipi Lifera mulai terasa memanas, berkedut kedut untuk membentuk lengkungan. Sangat ingin menampakan sebuah senyum, tapi ia menahannya dengan keras. Tangannya segera ia angkat untuk menutupi kedua pipinya yang sudah berubah merona.
"Hehehe, gombalan gue berhasil. Ngomong-ngomong lo wonder woman? Bisa gitu ya angkat gue terus dibawa ke rumah sakit. Jadi makin sayang." timpal Forest.
Lifera memutar kedua bola matanya jengah, pria itu mulai mengeluarkan segala gombalan recehnya. "Siapa juga yang sudi gendong lo. Tuh dua manusia astral seperjuangan dan sehidup semati sama lo, yang berkenan bawa lo ke sini."
Forest memalingkan wajahnya melihat ke arah dua orang di sofa sana, Dano dan Gafa tak disangka malah sudah terlelap. Ya, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Memang waktu terkadang membuat manusia lupa segalanya.
"Udah malam, lo gak pulang? Atau gue antar aja."
Lifera menggeleng sebagai jawaban, yang benar saja ia diantar orang sakit. Bisa dan tak diragukan ia juga nantinya akan ikut menjadi seorang yang sakit.
"Gak usahlah! Ya kali gua diantar orang sakit, ikut sakit rugi digue. Udah pesan taxi gue." jawab Lifera seraya beranjak berdiri.
"Ya udah, hati-hati. Makasih buat malam ini, udah jadi malaikat gue."
Lifera hanya mengangguk. "Tapi cerita lo masih gue tunggu."
🌙🌙🌙
Short part:(
Tetap tidak dilarang untuk vote and comment!
Salam Penulis Amatir,
Fisela..
KAMU SEDANG MEMBACA
Lifera
Teen Fiction"Tawa yang menjadi penyamar luka." Lifera Amelya Dewitahari. Gadis cantik dengan sikap seperti wanita pada umumnya. Ia nampak sempurna banyak pria yang ingin memilikinya, hanya saja itu pujian belaka. Goresan luka oleh sang masa lalu, membuatnya eng...