☀Lifera-12 #Sulit Diterka☀

36 7 16
                                    

Kamu kelabu dan mungkin suram. Warna yang tak menentu, semua sikap yang berbeda dengan waktu silam. Terkadang kamu itu putih dan tak dapat kuterka kamu berubah hitam.

»Lifera Amelya Dewitahari

🌙🌙🌙

Mentari sore hari mulai berubah warna menjadi jingga. Menelusup lewat setiap celah di gedung basket indoor SMA Metranasional, membuat seseorang gadis menghalau sinar yang mengenainya dengan telapak tangan.

Sudah hampir dua jam setelah bel berdering, menandakan bahwa semua penghuni sekolah berhak pulang ke rumah. Gadis itu rela menunggu sendirian dan merelakan waktu untuk ia segera pulang.

Piinngg..

Ia langsung menoleh cepat ke arah benda pipih di samping kanannya. Gadis itu segera mengecek pesan yang masuk, dirinya berharap pesan ini dikirim oleh orang yang sedang ia tunggu.

>Desta Benci Tapi Sayang

Woi dek! Kemana lo sayang kok kagak pulang? Nih Paom khawatir sama lo, kalau ada urusan izin dulu. Sekarang dimana?


Me<

Lagi di sekolah nunggu teman, bilang sama Paom ini lagi mau pulang.


"Argghh! Sial tuh cowok! Yang janji mau ketemu di sini siapa, yang gak datang siapa! Kalau gue gak penasaran, gak sudi nunggu sampai karatan kayak gini. Lagian bodo amat sama urusan cowok hutan, mending gua balik. Gak guna!" Lifera beranjak setelah puas memaki di tengah lapangan kosong ini.

Seperti janji Forest kemarin malam, ketika pria itu mengatakan akan menemui Lifera di lapangan basket. Gadis itu hanya ingin membalas kebaikan Forest dengan berlaku lembut, salah satunya menuruti perkataan cowok itu untuk sekali ini.

Tapi apa yang ia dapatkan, justru penantian dua jam dengan suasana hening sendirian. Hanya membuang waktunya yang sangat berharga untuk beristirahat.

"Kenapa lo jadi bodoh gini sih Lif! Bego banget mau nurut sama playboy, yang omongannya gak bisa dipercaya!" Gadis itu terus menghentakkan kaki saat berjalan keluar gedung.

Ia berulang kali menarik napas perlahan dan menghembuskannya, menetralkan degup jantung akibat luapan amarah. Lifera lalu kembali duduk di halte, lagi dan lagi dirinya hanya sendiri.

"Udah dua kali dia janji tapi gak mau nepatin, dan itu akan bikin kata maaf yang gak bakal gue maafkan. Titik!" gumam Lifera.

Lima belas menit berlalu begitu saja, langit di atas sudah menandakan sang kelam akan segera mengisi waktu. Semburat jingga sudah sangat pekat, Lifera melihat arlojinya sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. Dan dengusan kasar yang ia keluarkan.

Lifera merogoh saku seragam untuk mengambil ponselnya, pilihan untuk memesan taxi online akhirnya ia pilih. Ia mengotak atik sebentar, lalu memasukkan ponselnya lagi. Ia kini tinggal menunggu kembali.

Kruyukkk...

Perut Lifera tiba-tiba berbunyi, menandakan bahwa dirinya kini sedang membutuhkan asupan makanan. Ia berdiri dan mulai mengajak kakinya berjalan mencari penjual di sekitar sekolah. Ya sebenarnya banyak, hanya saja yang sesuai dengan selera gadis itu tidak ada.

"Bego. Itu di depan halte tadi bukannya ada minimarket. Gila, kenapa gue jadi blank." gerutu Lifera pada dirinya sendiri, entah mungkin ini efek ia sedang dilanda lapar hebat.

Lifera kembali berjalan letoi sudah tak bertenaga. Ia memasuki minimarket lalu mengembangkan senyum tipis saat sang kasir tersenyum padanya.

LiferaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang