Chapter 6

7.4K 765 31
                                    

Sebelum mengalami kecelakaan yang membuat pita suaranya menjadi cacat, ia memiliki hobi bersenandung yang mana ketika ia masih si masa TK ia selalu menjadi pemimpin kelompok paduan suara anak-anak. Semenjak operasi pita suaranya berhasil, Renjun kembali mengolah vokalnya. Ia sering mengikuti festival seni yang sering diadakan disekolahnya pada masa Junior High School. Suara lembutnya ketika bernyanyi dan bahkan hanya sedang berceloteh membuatnya menjadi terkenal dan memiliki cukup banyak penggemar.

Seperti sekarang, pemuda bersurai keemasan itu sedang berjalan di koridor. Kebanyakan dari teman-teman dan kakak kelas yang pernah satu sekolah pada masa Junior High School yang menyapanya. Ia mencoba ramah dengan menoleh sebentar dan tersenyum tipis saja, sedangkan tangannya masih di dalam saku celananya.

Ia hanya ingin ke kelas yang berbeda dua kelas dari kelasnya. Ya, kelas 1-3 kelas adiknya juga pujaan hatinya. Seorang siswi bertanya pada Renjun,

“Renjun–ssi, sedang apa kau disini?” mungkin salah satu penggemarnya, hihi.

“Ah, aku ingin mencari bangku Na Jaemin.” Renjun tersenyum kikuk, takut dicurigai kenapa mencari seorang Na Jaemin.

“Kau masuk saja, ada anak yang sedang tertidur. Ia Na Jaemin.” siswi itu sambil terkikik.

“Gomawo.” ia mencoba tersenyum lagi.

Pemuda Chinese itu mendekati seorang pemuda yang tertidur dengan tangannya terlipat di ats meja.

“Na Jaemin?” Renjun hanya memastikan kalau yang ia panggil itu memang orang yang sedang ia cari.

Pemuda Na itu terlihat tersentak dalam tidurnya. Renjun tersenyum karena tingkah lucu Jaemin. Kini Jaemin dengan mata merahnya menatap polos kearah Renjun sambil berkedip-kedip. Yang mana membuat pemuda bersurai keemasan menahan pekikan gemasnya di dalam hati saja.

“Oh Renjun Hyung!” akhirnya kesadarannya terkumpul lagi.

“Mau ke kantin bersama?” ajak Renjun.

Jaemin sebenarnya diajak oleh Haechan, namun ia tak kuasa menahan kantuknya. Selama pelajaran Han–ssaem, ia sama sekali tidak bisa mengantuk disaat semua temannya sudah tertidur. Makanya, ia baru merasakan kantuknya sekarang. Akhirnya, Haechan ke kantin hanya dengan menggandeng pemuda Kanada-Korea dan pemuda Hongkong. Sedangkan Jeno yang paham dengan keadaan Jaemin langsung mengajak Jungwoo saja.

Baiklah, percuma kali ini ia menolak juga. Rasa kantuknya hilang karena kejutan dari Renjun tadi. Ia mengangguk,

“Baiklah, ayo!” ia pikir, apa salahnya menerima ajakan ke kantin oleh kakak pujaan hatinya? Hehe.

Sedangkan, dalam hati pemuda chinese itu sedang bersorak kemenangan. Ternyata tidak sesulit yang ia bayangkan ketika mengajak seorang pujaan hati.

Sesampainya di kantin, suasana disana langsung riuh oleh bisikan-bisikan tentang kebersamaan Renjun dengan Jaemin.

Merasa dua orang yang ia kenal menjadi bahan pembicaraan murid-murid lain, Jeno mencari dua orang itu di sekeliling ruang kantin. Dan atensinya terhenti ketika mendapatkan Renjun sedang merangkul Jaemin sambil mengantre mendapatkan makanan.

Dia sudah selangkah lebih maju, batin Jeno. Ia tersenyum kecut.

“Hei, kau kenapa?” Jungwoo membuyarkan lamunannya. Ia hanya membalas gelengan 'tak apa' saja.

Di sudut lain, Haechan yang sedang dua pemuda lainnya kini sedang menggerutu dalam hati. Sialan kau Lee Jeno, kenapa diam saja? Lihatlah hyung-mu bahkan sudah selangkah maju didepanmu.

Kembali pada Jaemin dan Renjun, keduanya telah duduk di sudut yang lumayan jauh dari Jeno dan Haechan. Bisikan-bisikan yang sebenarnya sangat terdengar jelas di telinga yang sedang dibicarakan didalamnya. Dari bisikan-bisikan yang didengarnya, dapat Jaemin simpulkan bahwa Renjun dulunya salah satu anak yang terbully karena kekurangan fisiknya itu. Lalu setelah operasi pita suara, Renjun menjadi siswa yang populer.

“Tak perlu didengarkan, Jaemin–ah.” Renjun tersenyum lembut.

“Apa?” Jaemin tersentak.

“Tadinya mau aku jelaskan, well yeah malah mereka menjelaskan dengan sangat detil. Yasudah.” Pemuda Chinese itu mengedikkan bahunya.

“Maaf.”

“By the way, bagaimana kau bisa dekat dengan adikku?”

“Ah, itu. Aku dulu pernah pindah ke daerah sini, saat itu ayahku bertugas disini. Lalu aku sekelas dengan Jeno...” semua yang diceritakan Jaemin persis yang ditulis dibuku milik Jeno yang tak sengaja Renjun temukan saat masuk ke kamar adiknya. Ya, ia bertanya begitu bukannya tidak tahu. Hanya saja ingin melakukan pendekatan dengan Jaemin.

Renjun tahu Jaemin salah satu orang yang paling berkesan dalam kehidupan Jeno, setelah membaca buku milik Jeno itu ia bisa menyimpulkan bahwa hanya orang yang Jeno sayang yang ditulis disana. Di buku itu hanya Ayahnya, Ibunya, Dirinya, dan Jaemin.

Namun, baginya cinta pertama itu harus diperjuangkan. Katakan saja, Renjun jahat sesuka kalian karena kalian juga tahu Jaemin juga cinta pertama Jeno.

“Oh iya, Hyung. Aku mau bertanya. Um— saat pertama kali kenal dengan Jeno, dia itu sangat dingin. Bahkan, kata Haechan Jeno itu tidak mau berteman dengan anak-anak lain. Apa kau tahu kenapa dia begitu, hyung?” lalu pemuda manis itu mulai melahap makanannya.

“Ah kurasa itu karena aku.” Renjun memberi jeda.

“Aku juga pernah bersekolah di Elementary School itu. Hanya bertahan selama kelas 1. Saat itu aku dan Jeno berbeda kelas, dia kelas B aku kelas A. Semua anak-anak kelasku tahu, aku hanya seorang anak angkat dan bisu pula. Semua membully-ku. Hanya Jeno yang selalu berusaha melindungi ku.” ia tersenyum getir karena harus mengingatkan pada masa yang membuatnya hampir 'mau mati saja'.

Jaemin melambatkan kunyahan makanannya.

“Selama setahun itu aku bertahan karena Jeno. Hingga saat kenaikan kelas 2,dokter psikiater menyarankan pada ayah-ibu Jeno untuk memindahkan aku ke sekolah luar biasa saja. Walaupun aku terlihat biasa saja, namun psikiater itu bilang mentalku mulai rapuh karena sering mendengar cacian dan hinaan dari teman-teman sekelas.Yang aku tahu Jeno juga dihasut untuk menjauhiku, karena yang mereka benci itu hanya aku. Karena itulah, Jeno tidak mau berteman dengan mereka karena mereka telah menjahatiku. Padahal sudah aku suruh dia tetap berteman, karena aku sudah pindah sekolah lagi pula kan? Tapi anak itu keras kepala.”

Jaemin melihat kerapuhan dari mata Renjun, yang padahal raut wajahnya sama sekali biasa saja.

Jam istirahat habis, keduanya berpisah karena berbeda kelas. Namun, Renjun berhasil membujuk  Jaemin untuk pulang bersamanya nanti.

Jaemin menghampiri teman sebangkunya.

“Kau membuat hampir satu sekolah gempar karena kau pendekatan dengan siswa populer.” Haechan menggerutu gemas pada Jaemin.

“Renjun Hyung sepopuler itu, ya?” Haechan mengedikkan bahunya.

“Kenapa kau memanggilnya Hyung? Yah memang lebih tua beberapa bulan, tapi tetap saja dia kan seangkatan.”

“Karena dia Hyung-nya Jeno.” Jaemin mengucapkannya hampir berbisik pada Haechan.

“Oh!kau masih memikirkan Jeno rupanya? Ku kira kau bahkan lupa kau menyukai siapa, malah mendekati siapa.” Haechan menggerutu lagi dengan nada berbisik pula.

“Hei, dia kan hanya ingin berteman. Apa salahnya? Kau kan sendiri tahu aku suka berteman.” Jaemin mempoutkan bibirnya tak terima jika dikira ia ada maksud lain dengan berteman dengan orang lain.

Haechan melirik ke arah bangku belakang. Ia mendapati Jeno yang tenang-tenang saja. Ia pikir apakah Jeno memang tak memiliki perasaan pada Jaemin? Jadi, perkiraannya selama ini salah? Selama berpisah dengan Jaemin, Jeno selalu menanyakan pemuda bersurai coklat itu. Ia kira dengan perhatian Jeno yang seperti itu , ia bisa menyimpulkan Jeno menyukai Jaemin. Sial! Apakah Jaemin bertepuk sebelah tangan dengan pemuda dingin itu? Padahal ia sudah menjadi shipper untuk keduanya. Tapi apakah harapannya sudah kandas? Arrrgghh, terserah! Haechan hanya menyerahkan segalanya pada Jaemin dan Tuhan saja!









TBC~

✔️Still My No.1 [NoMin] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang