Chapter 7

6K 662 49
                                    

Sebenarnya Jeno juga tak kalah populer dari kakaknya. Bukannya ia tuli untuk mendengar bisik-bisikan memuja para siswi selama ia melewati lorong menuju kelasnya, hanya saja ia sama sekali tak mempedulikan itu. Prinsip pertemanan yang ia miliki semenjak bertemu Jaemin adalah 'Jika dia mau berteman denganku, ok. Jika tidak mau ya sudah' . Jika kakaknya sering mengikuti aktivitas di sekolah sehingga membuat Renjun semakin banyak teman dari kalangan ekskul maupun organisasi sekolah, maka ia lebih suka menghabiskan waktu senggang di perpustakaan untuk mencari dan meminjam buku lalu kembali ke kelas untuk membacanya.

Namun, walaupun begitu ia tak keberatan jika ada yang mengajaknya berbincang. Ia hanya banyak tertawa, dan tak banyak bicara. Bukannya tak mau menanggapi mereka, hanya saja malas. Hei, menurut Jeno jika kau menyahuti orang yang sedang berbicara omong kosong sama saja kau itu orang yang omong kosong.

Lelaki bersurai hitam itu kini sangat tidak fokus memahami buku yang tadi ia pinjam dari perpustakaan. Pikirannya malah sedang bercabang ke Jaemin yang kini telah menghilang dari bangkunya meninggalkan Haechan yang kini lebih memutuskan bergabung dengan dua pemuda blasteran.

Tanpa mengalihkan atensinya dari buku yang ia baca, Jeno bisa mendengar suara Renjun mengajak Jaemin untuk pergi ke kantin bersama. Pemuda chinese itu tidak mengajak Jeno karena ia tahu Jeno pasti akan menolak.

Sebenarnya Jeno juga tak rela Jaemin didekati orang lain. Tapi orang lain itu adalah kakaknya, jadi Jeno bisa apa?. Apa lebih baik ia mundur saja? Arrrgghh tidak tahu ah!.

Ketika ia mencoba fokus kembali pada bukunya, seseorang murid dari kelas lain dengan suara lumba-lumbanya berteriak di depan kelas Jeno.

“Aku perwakilan dari ekskul basket ingin memberitahu kalian bahwa beberapa murid kelas ini didaftarkan untuk mengikuti pertandingan basket antar sekolah!” pemuda bersuara lumba-lumba itu memberi jeda hingga suasana kelas Jeno menjadi lebih tenang.

“Wong Yukhei,..”

“Woohoo! Geokjeonghaji ma
So what? We hot! We young! ~” ketika hendak melanjutkan nama yang lain, Lucas malah memotong pembicaraan Chenle dengan menyanyi lagu slogan geng mereka bertiga dengan Haechan dan Mark.

“Hei! Aku belum selesai!” protes Chenle.

“Lee Jeno, dan Park Jisung.” Jeno menoleh kaget karena ia sama sekali tidak mendaftar ke ekskul itu, pasti kakaknya yang mendaftarkan dirinya.

Nama yang terakhir disebut Chenle menghampiri Jeno.

“Hyung, aku belum punya banyak teman disini. Boleh aku berteman denganmu? Kita satu tim, kan?” walaupun satu angkatan, Jisung masih ingat ia paling muda di angkatannya jadi ia masih harus memanggil Jeno dengan sebutan 'hyung'. Jisung pikir Jeno terlihat sedikit dingin, makanya ia meminta izin dulu ingin berteman dengan Jeno.

Jeno sadar kalau Jisung pasti menganggapnya dingin, jadi ia tersenyum hangat pada Jisung dengan tak lupa lengkungan sabit matanya.

“Ne, mari berlatih bersama! Fighting!” sambil mengepalkan tangan kanannya keatas.

“Ne, Hyung! Fighting!” ternyata percakapan keduanya terdengar semua teman sekelasnya, sehingga para siswi memekik gemas.

“Baiklah, kalian yang tadi aku sebut namanya jangan lupa pulang sekolah nanti kita akan memulai latihannya!” Chenle kembali berteriak karena kelas 1-3 kembali riuh.

“Iya! Iya! Kau sangat berisik!” itu Jisung yang menanggapi.

“Hei! Kau mau mati ya?! Akan ku keluarkan kau! Aku kaptennya asal kau tahu!” entah walaupun kelas mereka senang berisik, rasanya kalau hanya satu orang yang berteriak itu Chenle itu akan sangat melukai gendang telinga mereka.

Chenle keluar dari kelas itu, ia akan mengingat  anak yang membuatnya kesal tadi. Ugh, awas saja!




~~~~~~~






Renjun mengajak Jaemin ke taman dekat ruang kepala sekolah, disana banyak bunga yang dirawat rapih dan juga suasananya tenang. Mereka duduk dihadapan bunga-bunga itu.

“Jaemin-ah, kau mau mendengar ceritaku kenapa bisa aku jadi kakak angkatnya Jeno?”

“Siapa yang tidak ingin tahu? Sebenarnya dari awal juga ingin aku tanyakan, tapi kupikir itu cerita pribadi. Jadi, aku hanya memendam saja keingin-tahuanku itu.” Jaemin menggaruk pipinya yang tiba-tiba gatal.

“Bukankah kita sudah 'dekat'? Makanya, aku tidak ragu-ragu akan berbagi apapun yang ingin aku bagikan dengan orang yang sudah 'dekat' denganku.”

Jaemin tidak tahu saja 'dekat' yang dimaksud Renjun dengan yang dimaksudnya itu beda. Ia hanya mengangguk menunggu cerita Renjun.

“Ayah dan Ibu Jeno menemukanku saat aku masih di Jilin(China) dan yang aku tahu, mereka sedang berlibur di kampung ibunya Jeno. Waktu itu aku baru lulus TK. Orang tua kandungku tidak melanjutkan pendidikanku ke SD.

Aku sedang bermain sendirian di lapangan bola milik warga kampung. Lalu ternyata ada orang lain yang menghampiriku. Itu Jeno, ia menyapaku dengan menanyakan namaku. Aku yang bisu ingin mengatakan sesuatu malah lebih terdengar mengerang. Aku melihat wajah kaget Jeno karena diteriaki olehku yang mana membuatku menangis. Tangisanku terdengar oleh Baba, lalu Baba menarikku ke rumah dan menyiksaku. Katanya, aku tidak berguna dan lain-lain.”

Jaemin bisa melihat sorot mata Renjun menjadi lebih mendung daripada saat mengajaknya ke taman ini. Ia masih setia mendengar cerita Renjun dan mencoba menenangkan pemuda chinese itu dengan mengusap punggung tangan Renjun yang mengepal menahan emosi.

“Aku tidak tahu bagaimana tiba-tiba Jeno membawa orangtuanya ke rumahku. Mereka menolongku, aku sangat bersyukur kedatangan mereka. Ternyata Baba membuangku, lalu Sehun Appa dan Luhan Eomma mengangkatku menjadi anak mereka. Jeno sangat menyayangiku, begitu pula Sehun Appa dan Luhan Eomma. Eomma yang ingin punya anak perempuan, mendidikku seperti anak perempuan.”

Renjun terkekeh karena ingat ia juga sempat berpikir untuk menjadi seorang submisif sebelum bertemu dengan Jaemin.

“Tapi Sehun Appa mendidikku sepertinya. Makanya, kini aku berpenampilan mirip dengannya. Kalau dipikir-pikir, aku lebih dekat dengan Appa dan aku sangat mengaguminya.”

Air muka Renjun kembali cerah setelah menceritakan bagian terakhir itu.

“Aku pernah bertemu dengan Bibi Luhan sekali saat pertama kali aku pindah kemari. Ah, aku jadi merindukannya.” Jaemin jujur, ia ingin sekali bertemu lagi dengan 'calon mertua' –nya itu.

“Nanti kau datang saja ke rumah kami, tapi tidak bisa hari ini.”

“Eh,kenapa?”

“Aku dan Jeno akan berlatih untuk pertandingan basket antar sekolah. Sebenarnya aku tidak mengatakan dulu pada Jeno aku mendaftarkannya, padahal dia bukan anak basket. Lucas dan Jisung dari kelasmu juga akan masuk team karena mereka berdua memang anak ekskul.” jelas Renjun sambil terkikik.

“Wah, kau jahat Hyung!” Jaemin juga ikut tertawa.

“Dia itu terlalu menyia-nyiakan bakatnya dengan mendekam di kelas terus-menerus.” pemuda bersurai keemasan itu mendengus kesal.

“Saat pertandingan nanti wajib hukumnya kau menonton kami!”

“Iya iya cerewet!” Jaemin mengerucutkan bibirnya. Membuat tangan Renjun dengan otomatis mengusak surai coklat itu.







TBC ~

✔️Still My No.1 [NoMin] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang