Chapter 8

5.1K 599 43
                                    

"Eomma, kau sangat berisik. Mark hyung pasti menjemput, kok.” namun ucapan Haechan benar-benar tak diindahkan oleh ibunya. Yang malah terus mengomeli dirinya yang belum berangkat ke sekolah sedari tadi, padahal ini pukul 7.30 yang artinya 30 menit pagar sekolah akan ditutup.

“Ah terserah! Lebih baik aku menunggu di depan gerbang, agar tidak bisa mendengar ocehanmu itu!” gerutu Haechan yang masih terdengar oleh ibunya. Haechan dan ibunya memang terlihat seperti teman. Disamping sikap sebagai ibu, Kyungsoo selalu bertingkah ingin menjadi teman untuk anaknya itu. Makanya, interaksi keduanya lebih sering terlihat seperti sepasang sahabat dekat.

Akhirnya sosok yang ditunggu Haechan berhenti didepannya, dengan motor kesayangan sosok itu.

“Ayo cepat! Nanti kita terlambat!” seru sosok itu.

“Hei! Kau yang terlambat menjemputku kalau kau lupa!” seru tak mau disalahkan Haechan.

“Baiklah, cerewet.” sosok itu meringis mendengar teriakan Haechan.

Perjalanan ke sekolah sebenarnya cukup 15 menit jika menggunakan motor. Tapi baru 10 menit perjalanan mereka, tiba-tiba motor yang mereka gunakan mogok tak mau berjalan lagi.

“Ya! Mark Hyung! Motornya mogok lagi?!” Haechan panik. Tentu saja! Sekolah masih jauh dari tempat motor Mark mogok,lalu bagaimana ia akan mencapai ke sekolah sebelum bel berbunyi? Jalan kaki? Mana mungkin cukup waktunya.

Sedangkan si pemilik motor itu sedang ber'hehe'–ria.

“Ayo, cari bengkel terdekat.” Haechan hanya bisa mendengus kesal sembari membantu Mark mendorong motornya.

Butuh 5 menit untuk mencapai bengkel itu. Artinya 15 menit lagi gerbang sekolah akan ditutup. Dia benar-benar kesal pada Mark.

3 menit...

6 menit...

9 menit...

Habis kesabaran Haechan.

“Ya Tuhan! Ini 6 menit lagi Mark Hyung! Kita akan terlambat!” Dia mengacak-acak rambutnya frustrasi.

“Hei, sabar. Sebentar lagi... Ya, kan ahjussi?” Mark berusaha menenangkan.

“Sudah selesai! Silahkan.” ucap ahjussi itu.

(recommended song: Vincent Lee- The Beauty Inside ost. The Beauty Inside)

5 menit kemudian mereka sampai di depan gerbang sekolah mereka...yang sudah tertutup. Oke, Mark rasa Haechan akan meledak.

“MARK PABO! MARK PABO!” dengan brutalnya Haechan memukul punggung Mark. Dia sudah kesal, benar-benar kesal!.

“Kita parkir motorku di dekat kedai dekat sekolah. Nah, kita masuk lewat samping memanjat tembok.” Mark memang gila, tapi Haechan tidak tahu ternyata Mark segila ini. Ia hanya bisa mengangguk saja menyetujui ide gila sahabat sepopok–nya itu.

Setelah menitipkan motornya pada pemilik kedai, Mark menarik Haechan yang ogah-ogahan ke samping sekolah. Ia yakin, bagian samping sekolah ini tak akan ada memergoki mereka.

Mark sedikit membungkuk memberi akses pada Haechan agar bisa memanjat tembok.

Dengan pacuan jantung yang tak karuan, Haechan yang telah di atas tembok mengulurkan tangannya agar bisa menarik Mark. Baru kali ini ia melakukan  hal gila,adrenalinnya tertantang. Ia setuju dengan ungkapan masa SMA masa yang paling indah. Masa indah ini ia alami bersama orang yang ia diam-diam sukai.

Mark ternyata sudah turun dari tembok yang lumayan cukup tinggi itu. Ia yakin Haechan pasti akan kesakitan pada lututnya jika turun dengan melakukan hal yang sama seperti dirinya. Maka dari itu, ia merentangkan tangannya mengisyaratkan akan menangkap tubuh Haechan.

Jantung Haechan makin berdegup kencang dan tidak karuan, karena ia malah membayangkan jatuh ke pelukan Mark terlebih dahulu. Ia menggelengkan kepala untuk mengusir khayalan gila itu. Saat melepaskan pantatnya dari puncak tembok itu, seseorang ternyata memergoki mereka...

“Kalian berdua! Sedang apa?!” tanya seseorang yang ternyata kepala sekolah.

Haechan yang sedang mode terbang akhirnya jatuh dengan tidak elitnya dipelukan dari Mark. Karena kaget mendengar suara kepala sekolahnya,Mark refleks melepas Haechan.

Kepala sekolah memergoki mereka dengan keadaan berpelukan.

“Kalian ikut saya, ke lapangan basket!” pernah mutlak kepala sekolahnya itu.

“Mampus aku.” Mark merana dengan meremas rambutnya.

“Hei, Hyung! Kenapa sih tidak mati saja sana?! Aish, hari ini aku benar-benar sangat kesal sekali padamu!” gerutu Haechan yang hari ini benar-benar sial mengalami kesialan pagi-pagi.

“Hehe. Sabar sayang... Kita dihukumnya bersama-sama, kok.” goda pemuda Kanada-Korea itu.

Sayang? Ah, kenapa masih saja sempat untuk merona saat keadaan seperti ini?

“Kalian saya hukum karena kalian telah melakukan hal berikut—” Kepala sekolah itu seolah-olah menghitung kesalahan yang mereka buat hari ini.

“Datang terlambat , memanjat tembok sekolah, dan– berpacaran.” astaga, kenapa harus menyebut hal yang tidak mereka lakukan itu di akhir kalimat sih?

“Ssaem, jadi begini sebenarnya—” Mark berusaha menjelaskan.

“Diam! Tak ada penyanggahan! Kalian saya hukum keliling lapangan 20 kali! Itu telah saya pertimbangkan karena saya tahu Mark adalah salah satu siswa berprestasi di SMP–nya.”

Haechan harusnya berterima kasih pada sahabatnya, setidaknya karena kesalahan yang mereka perbuat hari ini tidak melibatkan orang tua mereka. Tapi tetap saja, 20 itu tidak sedikit!

Mereka hanya bisa mengangguk patuh dan melaksanakan hukumannya sekarang. Mark menggenggam tangan kanan Haechan yang malah terkejut akibat perlakuan pemuda Kanada-Korea itu. Sehingga membuat pemuda tan itu hampir terhuyung karena Mark menarik tangannya tiba-tiba dan berlari sembari tetap menggenggam tangannya.

Ternyata tidak semua kelas dimasuki oleh guru. Tingkat 2 mendominasi kerumunan di pinggir lapangan. Semua murid yang sedang free class menyoraki mereka berdua yang sedang berlari sambil berpegangan tangan.

‘Astaga! Mereka sangat serasi! Kyaa’

‘Hei, aku kenal murid bule itu! Dia sangat berprestasi di SMP, aku satu SMP dengannya’

‘Ya tuhan! Aku mau seperti itu dengan kekasihku’

Mark terlihat seperti kekasih yang perhatian...

Pekikan kakak kelasnya membuat Haechan merona. Kekasih? Hei, mereka hanya sahabat sepopok.

Ia sedikit melirik ke wajah Mark, ternyata biasa saja. Tampak tak menanggapi pekikan yang terdengar.

Sadar Haechan memperhatikannya, ia menoleh. Memberikan senyuman terbaiknya pada pemuda tan itu. Ia tahu Haechan merona, makanya ia tergelak. Mereka tergelak bersama masih dengan keadaan berlari.

Tak terasa sudah 15 putaran, Haechan sudah merasakan napasnya mulai memendek. Mark menyadari itu,
“Haechanie, semangat! Ayo, aku bersamamu!” mengeratkan genggaman tangan mereka.

“Ne!” semangat Haechan pun bangkit lagi. 5 putaran lagi, semangat!

Akhirnya putaran ke-20 pun sudah selesai. Haechan terlebih dahulu merebahkan diri di sudut lapangan, Mark menyusulnya. Awalnya, mereka merebahkan tubuh mereka berdampingan. Namun Haechan merasakan perutnya di tindih tangan seseorang. Saat membuka matanya untuk melihat pelakunya, ternyata kepala Mark didepan wajahnya. Ya, pemuda Kanada-Korea itu memeluknya. Pipinya merona sebentar, lalu tangannya mengusak surai hitam Mark.

Masa SMA memang yang paling indah, apalagi dibumbui dengan hal-hal yang tak terlupakan seperti ini. Haaahh, terimakasih Tuhan...






TBC~

Full markhyuck ya? Heheh:v

✔️Still My No.1 [NoMin] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang