6 - Bom Waktu

153 32 0
                                    

Memang tak ada yang sempurna dalam alam semesta ini. Termasuk sebuah hubungan. Ada kalanya saling curiga hadir dalam perjalanan suatu hubungan. Itu wajar. Termasuk perjalanan kisah kasih di antara Rosé dan Chandra. Mereka memulai hubungan ketika duduk di bangku kelas sebelas bersyukur hubungan tersebut masih terjalin hingga sekarang. Mereka pun sudah melalui banyak rintangan selama ini. Saling curiga pernah mereka lalui walau pada akhirnya berakhir damai karena mereka saling mempercayai satu sama lain. Tak mudah memang memegang rasa percaya tapi diyakini keteguhan hati. Hal itu bisa terjadi. Mereka selalu berjuang bersama. Melewati segala halang sambil berpegang tangan. Teguh pendirian jika mereka melalui semuanya bersama maka semua akan terasa mudah. Rosé dan Chandra tak ayal pernah pada posisi terbawah mereka. Merasa putus asa pada nasib Tuhan. Bahkan pernah meragu terhadap jalan hidup yang mereka pilih. Dan hal yang mereka lakukan adalah saling mendukung satu sama lain. Saling mengobati satu sama lain dan selalu berjanji akan berada di sisi satu sama lain. Dan ketika masa-masa itu telah mereka lalui. Datang masa baru. Di mana ada seseorang yang datang sebagai bumbu pelengkap konflik hubungan mereka. Sebenarnya Rosé tak ingin curiga. Tapi beberapa hari belakangan melalui sambungan telepon. Chandra bercerita banyak hal termasuk seorang perempuan bernama Pamela. Chandra bilang Pamela banyak membantu. Mengajari beberapa hal yang Chandra belum mengerti karena sering izin kuliah karena sibuk latihan dan turnamen. Awalnya Rosé bersikap biasa. Tapi rasa cemburu serta khawatir datang bersamaan dengan Chandra yang selalu bersemangat menceritakan perempuan itu. Rosé sadar Chandra mulai tertarik dengan Pamela. Kekhawatirannya terbukti. Dan sekarang Rosé takut kehilangan. Seolah ada bom waktu dalam kisah mereka. Bom itu sewaktu-waktu dapat meledak dan merusak segala hal yang telah Rosé dan Chandra bangun dengan susah payah.

"Permisi. Maaf, sumbangannya, Mba."

Rosé yang sedari tadi asik melamun reflek mengambil dompet.

"Bentar ya."

"Hahaha."

Rosé mengernyit setelah mendengar suara tawa. Rosé mengenal suara tawa yang khas itu.

"Jayden?"

Rosé terkejut. Seseorang yang Rosé panggil Jayden sedang berdiri di ambang pintu ruangan sambil tersenyum. Senyumnya masih sama manisnya dengan dulu. Bedanya, sekarang wajahnya jauh lebih tegas dari yang terakhir Rosé lihat. Jayden lebih dewasa sekarang.

"Ngelamun aja. Gue ngetok pintu dari tadi juga."

"Maaf. Maaf. Ayo masuk. Kenapa ya?"

Rosé menggiring Jayden agar duduk di deretan kursi yang memutari meja panjang yang biasa digunakan anak-anak untuk rapat.

"Gue mau gantiin ketua acara kerja sama event anak FK sama kedokteran gigi. Sekarang gue ketuanya," ucap Jayden mengutarakan maksud kedatangannya ke markas anak Kedokteran.

"Oh iya gue udah denger. Katanya ketua fakultas lo masuk rumah sakit ya? Semoga cepet sembuh."

Jayden mengangguk, "Aneh engga sih?"

Rosé mengernyitkan dahi bingung.

"Kita satu kampus walaupun beda fakultas. Fakultas kita deketan tapi kita engga pernah ngobrol. Ini obrolan pertama kita setelah tiga tahun."

Rosé tersenyum canggung. Ada alasan mengapa Rosé selalu menghindari Jayden. Walau pernah tak sengaja berpapasan di jalan, Rosé hanya akan tersenyum tanpa berniat menyapa atau sekadar berbasa-basi bertanya kabar.

"Lo masih langgeng aja ya sama si atlet renang kebanggaan SMA kita dulu."

Rosé kembali tersenyum seadanya, "Sampai sekarang Chandra juga masih jadi kebanggaan kok. Kebanggaan fakultas teknik."

[0.1] Belum Usai (BangRosé) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang