21 - Kehilangan

176 34 0
                                    

Untukku yang belum dewasa dan egois. Beruntunglah aku bertemu denganmu. Terima kasih karena telah mau mengerti diriku. Dan menyelami hidupku yang penuh pilu ini.

Suasana di rumah duka terlihat ramai oleh pelayat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suasana di rumah duka terlihat ramai oleh pelayat. Setelah selesai dengan rentetan upacara pemakaman. Bunda mengadakan pengajian di rumah. Orangtua Rosé turut serta pun begitu dengan Arjuna dan Yogi yang hadir walau rumahnya berada di luar kota. Ibam duduk dalam diam. Masih syok. Sama halnya dengan Farhan yang masih saja menangis walau sudah ditenangkan teman-temannya. Chandra? Entah ke mana perginya laki-laki itu. Setelah acara pemakaman usai, Chandra sudah menghilang entah pergi ke mana.

"Assalamu'alaikum."

Rosé menatap ke arah pintu lantas tak terkejut jika Pamela datang untuk melayat hanya saja kehadiran Jayden di belakang perempuan itu yang justru membuat Rosé terkejut. Mengapa Jayden datang bersama Pamela?

Rosé menghampiri keduanya lantas meminta mereka berdua untuk duduk. Bunda masih belum bisa diajak berbicara. Walau tidak menangis dan terlihat begitu tegar. Rosé yakin, hati wanita cantik itu sama terlukanya. Wanita itu pasti merasa teramat kehilangan.

"Mau minum apa?"

"Nggak perlu."

Setelahnya suasana seperti semula. Jayden memilih menepi sementara Pamela sedang berusaha mengobrol dengan bunda. Tak mau menimbrung, Rosé memilih mendekati Farhan yang sedang dikelilingi teman-temannya termasuk juga Hanin. Orangtua Rosé sudah pulang beberapa menit sebelum Pamela dan Jayden datang. Sedangkan Rosé memilih tetap tinggal walau tak harus. Namun ia ingin menemani bunda. Mungkin juga ingin menghibur Chandra.

"Kamu udah nangis seharian. Perut kamu pasti keroncongan. Makan dulu yuk. Sesuap juga nggak masalah yang penting perut kamu keisi," tutur Rosé pada Farhan yang tangisnya boleh saja sudah berhenti tapi gairah pun tak ada. Matanya terlihat kosong dengan mata yang membengkak karena sejak kemarin menangis. Wajah lelaki yang lebih muda tiga tahun itu terlihat pucat. Sejak semalam, belum ada asupan di perut Farhan. Rosé hanya tak ingin Farhan sakit.

Jelas sekali mudah ditebak, Farhan pasti akan membalas dengan gelengan kepala. Menolak untuk makan. Walau Rosé memaklumi hal itu. Tetap saja jika nantinya Farhan jatuh sakit maka bundalah yang repot.

"Han. Denger. Kamu boleh aja sedih. Kamu boleh nangis seharian. Tapi inget kamu jangan sampai jatuh sakit. Nggak mau 'kan kamu nambah beban pikiran Bunda?"

Hema yang duduk di sebelah Farhan menyeletuk, "Tuh dengerin calon ipar lo yang calon dokter juga," celetuknya sebelum akhirnya balas memandang Rosé dengan senyum manis tanpa rasa bersalah sama sekali.

Melihat teman-teman Farhan yang rela menemani masih dengan baju seragam yang belum sempat diganti membuat Rosé merindukan masa-masa sekolahnya.

"Mau makan di sini apa di dalem aja?"

[0.1] Belum Usai (BangRosé) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang