03 : Soal Abang
Gue tuh cuman pengen punya malaikat pelindung yang mereka sebut "abang"
- Jingga Senja -
MOTOR milik Haikal keluar dari pekarang sekolah. Lalu melaju dengan cepat, layaknya membelah jalanan ibu kota. Tujuan pertamanya, mengantar seseorang yang Haikal sebut "tuan puteri" selamat sampai tujuan.
Anggap saja motor ini sebagai kuda kerajaan. Penuntas janjinya beberapa jam lalu. Ia bukannya tak berharap lagi pada Jingga, namun apa daya dia menyebut dirinya tak pantas. Dia hanya berusaha tahu diri, bukan ia yang diinginkan Jingga.
Haikal tersenyum kecut dibalik helm full face-nya itu. Ini juga salahnya di masa lalu, hingga akhirnya ia menyesal sekarang. Memang, penyesalan selalu datang di akhir sebagai penutup rasa sakit yang sempurna.
Rasa sakitnya sempurna.
"Ical, ical!" panggil Jingga setengah berteriak dari belakang sana. Padatnya jalan raya membuat pendengaran para pengendara motor sedikit terganggu hingga Jingga memutuskan berteriak untuk memanggil Haikal.
"Apaan?!" ujar Haikal yang sama berteriak. Haikal pun membelokan motornya menuju jalan tempat apartment Jingga berdiri dengan kokohnya.
"Gue mau punya abang! Lo jadi abang sekaligus sahabat ya bagi gue?" pinta Jingga penuh harap. Jingga sendiri memperhatikan langit yang terbentang indah di atas sana dari motor Haikal. Rasanya tenang, ia selalu berharap jika ia memiliki abang yang mungkin akan turun dari langit. Rasanya itu terlalu mustahil.
"Gue bahkan bisa jadi orang yang lebih dari abang buat lo," ujar Haikal. Tak lama setelahnya Haikal sampai di apartment Jingga.
Apartment Jingga cukup mewah, mengingat Jingga sendiri sudah sangat mandiri di usianya yang baru memasuki umur tujuh belas tahun. Jingga sudah mampu menghasilkan uang yang cukup banyak di usia sebelia itu, dengan pekerjaannya sebagai model yang sudah cukup terkenal namanya.
Haikal jadi terkekeh sendiri ketika tadi pagi banyak siswa yang menatap takjub pada model remaja ini. Tapi tak elak, Haikal sendiri malah termakan oleh kecantikan sederhana namun indah milik Jingga.
"Mau mampir dulu gak, abang?" tanya Jingga.
Mendengar kata "abang" yang ditujukan untuknya, Haikal mengangkat alisnya sebelah. Lalu tersenyum, namun mencoba menolaknya secara halus. "Gak ah, gak enak kalau kita cuman berdua di apartment lo. Kalau gitu gue balik deh, takut keburu hujan," ujar Haikal menolak secara halus.
Lalu Haikal menaiki motornya kembali dan memakai helm full face-nya. Namun sebelum pergi Haikal sempat melirik Jingga kembali. Tak lupa Haikal berkata, "Hati-hati di apartment nanti, kalau ada apa-apa hubungi abang. Oke?"
Tangan Haikal terangkat, lalu mengacak pucuk rambut Jingga. Jingga tersenyum mengetahui bahwa dirinya sekarang sudah memiliki seorang malaikat pelindung yang mereka sebut "abang".
"Iyaaa, udah ah sana! Malu dilihatin orang!" ujar Jingga dengan salah tingkahnya. Haikal pun tersenyum lalu menjalankan motornya kembali. Tak lupa dengan hati yang berbunga-bunga melihat seseorang yang menyebut dirinya sebagai "abang" tersenyum.
Sedangkan di sisi lain kota ini, seorang pemuda tampan turun dari mobil mewahnya. Lalu menghampiri sebuah tempat yang tertulis ukiran kayu dengan nama "Panti Asuhan Senyum Indah".
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga
Teen FictionTentang kita yang tak pernah disangka. Mengalir, kata mereka begitu saja. Desir perih mencintai, hingga berjarak lalu patah di ujung yang sama. Awal kisah ini tak terduga. Bahkan sosok gadis cantik bernama Jingga sendiri tak menduganya. Ia jatuh cin...