Haikal Jadian?
Aku butuh waktu untuk sekadar meneruskan kisah lama yang tertunda akibat patah hati. Menuangkan segala hal tentang luka dalam sebuah perasaan yang mungkin tak pernah terbalas.
- Haikal Adhyasta -
BENTAR, kenapa pada memperhatikan saya di sini? Aduh kan saya jadi malu. Pangeran Haikal dari Negeri Pelangi Jingga merasa tersandung kalau gini. Eh, maksudnya tersanjung.
By the way anyway bus kota, itu ada cewek cantik banget. Kayak kenal. Apa saya yang SKSD ya? Aduh cantik euy. Tapi kata pak ustadz gak boleh deket-deket sama cewek.
Ya udah,
Deketin kuyy!
Eh itu Jingga kan? Si model yang beuh, cakep. Aduh, beneran cantik. Eh, dia ngapain di sini? Kayaknya murid baru deh. Saking sibuknya mikirin doi, saya malah nabrak dia. First impression soal eike pasti buruk deh.
"Eh? Gak apa-apa kan? Sakit gak?" tanya saya. Lumayan, memperbaiki kesan pertama yang sepertinya buruk. Jingga cuman senyum, abis itu dia jalan lagi.
Buru-buru amat si geulis.
"Nama gue Haikal! Lo mau kemana? Ayo gue antar!" seru saya. Jalan deh saya serasa lagi catwalk. Tapi saya bukan kucing. Aduh, apaan sih?
Tinggal selangkah lagi, saya berhasil dapat tangan mulus itu. Dan, hap! Lalu ditangkap. Cicak sini cicak, pangeran nunggu. "Lo mau kemana? Kok buru-buru banget?"
"Ke ruangan kepala sekolah," kata Jingga.
"Oke, pangeran akan mengantarkan tuan puteri ke ruang kepala sekolah," ujar saya lalu membusungkan dada dan berjalan. Eak! Eak! Dasar petakilan!
Kata mama saya sih, jadi anak gak boleh kecentilan. Eh dasar kutukan, anaknya jadi kecentilan kan. Mama sih! Harusnya mama tuh syukur apa adanya. Sadari, syukuri, dirimu sempurna.
Jadi kangen Annisa Cherrybel.
Awokawok.
Aduh tetap jaga image, Ial. Tetap jaga image ya anak kesayangan mama. Biar nanti uang jajan nambah. Kalau kata papa, pencitraan kudu meyakinkan.
Ial bisa!
"Receh!" Eh, eh, tunggu bentar. Dia ngatain saya receh?! Oh, oh, tidak bisa dibiarkan. Tidak boleh ada yang tahu sifat receh ini. Ini aib! A, I, B. AIB GUYS!
"Mau pakai kuda kerajaan gak?" Ah emang dasar mulut gak bisa diajak kerja sama. Tapi kan Jingganya malah ketawa. Saya jadi bahagia lihatnya. Tanpa sadar, senyum saya mengembang dengan begitu lebar.
"Apa sih ah! Receh!" dia bilang begitu. Tidak apa-apa saya dikatain receh, tapi kasih waktu saya sebentar aja buat bisa menikmati ketawa dia. Sementara itu, saya sadar, tawa dia mengalihkan dunia saya.
Pada saat jalan berdua pun ada rasa yang tak mau hilang. Dada bagian kiri saya berdebar, tak mau melewatkan sebuah kesempatan. Mata saya menyapu rambut panjang indah yang menjuntai itu, sedikit tergerak ketika pemiliknya berjalan. Senyum manis dari bibir ranum itu tak pernah lepas dari sudut mata saya. Merah yang tak berlebihan, gincu padat namun tampak cukup. Make up tipis tak pelak menjaga kecantikan dari wajah itu. Cantik dan sempurna.
Ia terlalu sempurna.
Dan pangeran ini jatuh cinta untuk kedua kalinya.
"Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Wahai wanita, kamu telah sampai lalu tiba," ujar saya ketika sudah sampai di depan ruang kepala sekolah. Namun ruangan itu terkunci rapat, sepertinya ada orang di dalam sana.
"Lo receh banget deh! By the way, makasih ya, lo udah mau anterin gue ke ruangan kepala sekolah." Saya kembali melirik ke arah Jingga一tak lagi ke arah pintu ruangan kepala sekolah.
Jingga tersenyum, saya balas.
Princess saya telah tiba. Princess yang sudah saya tunggu sejak tiga tahun lalu, akhirnya saya berani mengaku. Kisah lama itu, kisah yang tak henti saya tunggu.
Sedari dulu, saya merindu.
Pada sosok yang satu.
Tak ada lagi selain itu.
Jingga Lembayung, ini saya, Haikal Adhyasta. Sesosok cowok payah, yang berani mendekatimu pun tidak pernah. Sesosok cowok kurang ajar, akal dari segala ulah dulu yang membuat kamu menangis hingga fajar.
Inilah saya, yang mencinta tanpa dicinta. Yang merindu tak kenal waktu. Yang menyesal hingga kehilangan akal. Maaf, princess. Tak ada yang lebih baik dibanding saya menyimpan kisah kelas itu dengan apik.
Karena kamu, Jingga.
Cinta pertama saya.
*
Minggu kedua musim hujan. Tempat perkemahan. Gadis itu menangis tergugu. Bonekanya hancur tanpa ragu. Boneka panda yang kusam itu, satu-satunya benda yang gadis kecil itu peluk.
Gadis kecil itu masih terisak.
Seorang laki-laki datang. Menariknya menuju payung miliknya. Tak lama kemudian, laki-laki itu memeluk si gadis kecil dan membawanya pergi.
Seragam lusuh putih biru. Rok biru yang sudah terkena noda. Rambut gadis kecil itu basah. Tak ada lagi yang bisa digambarkan selain kekacauan.
Haikal berdiri di sana, merasa kesal rencananya gagal.
*
Mimpi itu datang lagi!
Napas saya engap-engap-an. Jantung saya berdebar, apakah ini yang namanya cinta? Abaikan, saya lebay. Tapi ini beneran, woi! Deg-degan tahuu!
Saya menggeleng, itu cuman masa lalu. Kesalahan yang benar-benar saya tak inginkan terjadi. Saya menarik rambut saya kasar. Memukul cermin di dekat sana, hingga hancur tanpa sisa.
Darah.
Bahkan ini darah ini tak bisa menggantikan rasa sesal atas tangis Jingga waktu itu.
Maaf, Jingga Lembayung.
Dari si Haikal Adhasta.
*
halo,
mau bilang,
entah kenapa, aku tuh udah gak ngerasain lagi feel dari menulis. kayak kalau nulis tuh muka aku flat aja. aku udah gak ngerasain bahagia dari nulis ini.
entahlah, terakhir kali aku ngerasain bahagia pas nulis itu waktu aku lanjutin draf cerita aku. sehabis itu ilang lagi feelnya. bahkan setelah aku baca novel berkali-kali.
tapi aku gak mau lapak ini gak update update. kayaknya aku kena writerblock abis-abisan. maaf ya, kalian jadi nunggu lama.
tapi aku akan berusaha balikin feel itu. gak tau kapan akan kembali lagi, semoga aja cepet kembali.
dah, terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga
Teen FictionTentang kita yang tak pernah disangka. Mengalir, kata mereka begitu saja. Desir perih mencintai, hingga berjarak lalu patah di ujung yang sama. Awal kisah ini tak terduga. Bahkan sosok gadis cantik bernama Jingga sendiri tak menduganya. Ia jatuh cin...