05 : Harap-harap
Bahkan matahari pun gak tahu cara bulan bertahan, sama seperti lo yang tidak akan pernah tahu cara gue bertahan di balik tuduhan lo yang gak nyata.
- Haikal Adhyasta -
HAIKAL memutuskan kembali ke rumahnya. Lagian, untuk apa ia ke sekolah, toh dia sudah terlambat. Akhirnya mobil mewah hitam itu melaju dengan cepat. Haikal tiba di rumahnya, dan seperti biasa rumahnya kosong tak berpehuni.
Orang tuanya selalu saja begini, lebih mementingkan uang dari pada kepentingan anaknya sendiri. Tak jera mendapatkan perceraian karena sibuk mencari uang, mereka malah melantarkan anaknya sendiri dirumah yang besar nan mewah ini. Menyebalkan.
Langkah kaki Haikal membawanya menuju pintu utama, lalu membukanya dengan tangan kekar itu. Tangan yang telah lama tak memeluk orang yang ia cintai pertama kali, orang tuanya. Ah, Haikal tak mampu mengingatnya, terlalu menyesakan.
Haikal melangkahkan kakinya penuh wibawa, tak ada lagi Haikal yang ringan tawa. Iris itu tak lagi memancarkan kehangatan, melainkan raga dingin penuh penderitaan. Iris itu tegas, kelam, dan juga rapuh. Haikal tiba-tiba berubah menjadi sosok yang dingin tak terbantahkan. Sosok dingin yang menyembunyikan banyak kesakitan, dan kerapuhan.
Rumah yang seharusnya menjadi tempat berpulang ternyaman. Namun, bagi Haikal rumahnya justru menyajikan sebuah kesesakan. Haikal hanya mampu membisu, memendam dalam semua kesakitannya. Haikal hanya diam, tak ingin terlalu bilang kepada seluruh orang yang mengenalnya, bahwa ia sakit, ia rapuh, ia sesak. Orang-orang harus mengenalnya sebagai Haikal yang ramah, riang tanpa beban.
Haikal berjalan ke lantai atas dimana kamarnya berada. Haikal membuka pintu besar berwarna hitam itu, lalu berjalan menuju ranjangnya. Di atas ranjang itu terdapat foto lama yang selalu Haikal taruh di sana, foto bersama sang sahabat lama, Andra Nagara.
Hanya Andra yang mengetahui bagaimana ia rapuh. Hanya Andra yang mengetahui bagaimana jalan kehidupannya. Andra adalah sosok pertama yang menjanjikannya sebuah kebangkitan. Andra adalah sosok pertama yang membawanya menuju senyuman. Tapi, Andra juga sosok pertama yang menghantarkan kepada penyesalan.
Sesal itu Haikal telan bulat-bulat, bahkan ia menelan tanpa suara. Merasakan rasa sakit yang nyata, menikmati segala sesak yang menyiksa. Haikal menelan salivanya sendiri. Rasakan, maka kecewakan. Andra bahagia, Haikal mati rasa.
Haikal melepas seragam kebanggaan sekolahnya, menyisakan tubuh kekar sempurna tanpa goresan luka, tubuh kekar sebagai cover dari segala kehancuran yang ada dalam hati Haikal, tubuh yang digandrungi banyak wanita, yang nyatanya menyimpan banyak luka. Ia memasuki kamar mandi lalu membiarkan air dari shower menghujaninya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga
Teen FictionTentang kita yang tak pernah disangka. Mengalir, kata mereka begitu saja. Desir perih mencintai, hingga berjarak lalu patah di ujung yang sama. Awal kisah ini tak terduga. Bahkan sosok gadis cantik bernama Jingga sendiri tak menduganya. Ia jatuh cin...