23

51 10 0
                                    

Gilang Arieseto lelaki itu nampak terpukul setelah mendengar kenyataan yang menimpa Alnaya Septya. Dilorong rumah sakit ini lelaki itu menangis sendirian.

Bilamana seorang lelaki menangisi wanita selain ibunya maka wanita itu sangat berarti dihidupnya. Gilang sudah cukup tahu dari Yudha dan Qayla yang bercerita tentang sesuatu yang ia tak pernah tau, dan ia sangat bodoh dan menyesal.

Sekitar dua jam yang lalu cerita Yudha dan Qayla dimulai,  saat itu mereka sedang menunggu di sebuah taman yang ada dirumah sakit.

"Lang, selain penyakit yang Naya derita, ada satu hal lagi yang perlu lo tau." Ucap Qayla sambil mengusap tangannya yang dingin karena udara malam ini.

Gilang dengan sigap langsung bertanya, "Apa? Apa yang gue gatau juga selama ini?"

Yudha yang baru saja kembali setelah membelikan keduanya minuman hangat dikantin rumah sakit ikut menimpali.

"Perasaan Alnaya, Lang."

Gilang mengernyit bingung bukan kah Alnaya tiga tahun belakangan ini bersama Angkasa. "Alnaya selama ga sama gue, dia sama Angkasa kan?" tanya Gilang mengutarakan pemikirannya.

"Gilang... Gilang.... Gue ga habis pikir sama pikiran lo Lang,  kenapa sih lo buta banget. Gabisa apa ya lihat tatapan seseorang itu gimana?" ucap Yudha sedikit menyindir.

Qayla mengusap lengan Yudha, "Udah biar aku aja Yud yang cerita."

Qayla menyeruput minuman yang diberikan Yudha terlebih dahulu lalu ia mulai bercerita.

"Lang asal lo tau ya, Alnaya itu sebenernya sayang sama lo."

Gilang langsung menjawab,"Gue juga sayang kok,  sayang kalian berdua juga."

"Gue tau itu, tapi perasaan yang dia punya sama kaya perasaan gue ke Yudha, lo paham?"

Gilang membisu, benar dugaannya tapi jangan salah jauh didalam lubuk hatinya ia juga sangat menyayangi Alnaya bahkan mungkin mencintai namun hanya saja ia tutupi dengan ego.

"Dia selalu pingin lo bahagia, apalagi pas tau lo jadian sama Vira. Dia rela dicelakai Vira, ditampar bahkan diancam dan satu lagi dia mau jadi pacar pura-pura lo yang sebenarnya itu buat hatinya sakit karena lo cuma anggap dia sahabat."

"Lo bukannya udah taukan masalah dia anak yang broken home karena kurang kasih sayang dari orang tuanya, tapi kenapa Lang lo gabisa bikin dia setidaknya merasa terlindungi dengan kehadiran lo ya walaupun cuma sahabat. Perasaan itu ga ada yang Lang, mereka mau jatuh ke siapa seiring berjalannya kita sama-sama semua jadi berubahkan, semisal gue dan Yudha sekarang."

Qayla menghelas nafasnya diam karena lelah. Lalu Yudha yang diam kini gantian berbicara.

"Karena gue tau Lang, kesempatan ga dateng dua kali, kalau lo suka, sayang, bahkan cinta utarakan itu apapun resikonya nanti mau dia benci lo ataupun dia juga sama-sama punya semua rasa itu kan bisa jadi lebih baik."

"Kita udah dewasa, bukan cerita cinta anak SMA Lang, yang takut ngutarain apa yang kita rasa. Gue juga tau lo bohong sama perasaan lo sendiri yang bilang cuma sayang sebagai sahabat. Gue yakin dari pertama kita ketemu sama Alnaya dan Qayla dulu lo udah jatuh cinta tapi lo terlalu nganggep perasaan lo itu serius jadi sekarang intinya lo harus jujur sama perasaan lo, atau lo bakal terima kenyataan kehilangan dia buat orang yang bisa bikin dia bahagia seperti Angkasa."

Setelah menceritakan semuanya Yudha dan Qayla pamit untuk pulang tak bisa menjaga hari ini di rumah sakit jadi Gilang lah yang menjaga disini didepan ruang rumah sakit sedang menangis mengingat cerita yang kedua sahabatnya itu ceritakan.

"Arrghh, bego. Gue cuma cowo yang brengsek bisa bisanya nyia nyiain cewe berhati malaikat seperti Naya, dan sekarang semuanya terlambat gue gabisa ada disaat dia lagi kesakitam ngelawan penyakitnya dari tiga tahun lalu." Gilang berdiri memukul kaca, tangannya yang memar sekarang berubah mengeluarkan darah segar.

Bertepatan dengan dokter yang keluar dengan suster mendengar suara pecahan kaca.

"Ada apa ini?  Tangan anda terluka, sus tolong bawa dia kedalam dan obati lukanya." Ucap sang dokter setelah itu berlalu.

"Mari mas masuk kedalam, tangannya harus segera diobati."

Bau khas rumah sakit tambah terasa saat Gilang memasuki ruangan Alnaya untuk diobati. Gadis itu masih setia menutup matanya, sebegitu dropnya wanita itu.

"Dia kapan bangunnya sus?" tanya Gilang disela ia diperban oleh suster.

"Mungkin besok pagi, karena dokter sudah memberikan suntikkan agar dia istirahat terlebih dahulu."

Gilang hanya mengangguk setelah itu perbannya telah selesai dipakaikan suster dan tinggal lah mereka berdua di ruangan ini.

Jika bertanya soal Bii Asih dan Mang Ujang mereka sudah bertemu dengan dokter dan langsung memberitahukan pada kedua orang tua Alnaya untuk segera pulang.

Gilang menatap nanar Alnaya yang masih menutup matanya.

"Naya..."

Gilang menggenggam salah satu tangan Alnaya, "Gue nyesel, gue lebih milih lindungi lo dari jauh padahal yang lo butuh ada perlindungan dan kekuatan dari dekat. Gue bego ya Naya, bisa bisanya gatau tentang perasaan dan penyakit lo."

"Gue harap lo cepet bangun, lo boleh marah sama gue, boleh benci gue tapi jangan suruh gue ngejauh, udah cukup tiga tahun gue jauh dari lo. Gue mau jadi pengganti rasa sakit yang lo rasain baik penyakit lo dan hati lo."

Airmata Gilang kembali menetes.

"Kenapa harus lo sih Naya yang ngalamin semua ini, kenapa ga gue aja. Lo cukup rapuh dan ditambah sekarang lo sakit."

Isakkan Gilang terdengar pilu, lalu ia mengecup tangan yang ia genggam, dan menyimpannya dipipi di dekat tangan itu dan tertidur.

Sedangkan seseorang yang terbaring lemah itu, sedari tadi bisa mendengar Gilang berbicara walau mata menutup dan tubuhnya terasa mati rasa. Alnaya meneteskan air matanya lewat mata yang tertutup itu.

*****

Pagi-pagi sekali Alnaya berusaha untuk membuka matanya, efek suntikan itu telah usai ia menatap langit rumah sakit, dan melihat sekeliling dan Gilang yang masih tertidur beralaskan tangannya.

Tangan satunya berusaha mengusap rambut Gilang sangat pelan tak mau membangunnya, biarlah seperti itu ia menikmati dan menatap dekat lelaki itu dengan puas setelah sekian lama mereka hanya saling memperhatikan dari jauh.

Pukul enam pagi yang ditujukan jam dinding yang ada diruangannya itu,  namun tak lama ia menikmati pintu ruangannya terbuka menampakkan Bii Asih.

"Non Naya.... Alhamdulillah akhirnya bangun juga." Ucap Bii Asih senang sehingga membuat Gilang yang sedang tertidur itu jadi terbangun.

Alnaya hanya tersenyum sebagai pertanda jawaban pada Bii Asih.

Gilang yang sadar, Alnaya sudah bangun nampak tersenyum lega reflek mencium kembali tangan Alnaya seperti semalam.

"Gue seneng lo bangun Naya..." berkali-kali ia mengecup tangan itu, sedangkan Alnaya hanya mengeluarkan sikap dinginnya.

*****

SKY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang