mark duduk santai disofa tengah, masih menetap di apartemen aca di china. sesekali memainkan smartphone-nya, menghapus riwayat chatnya dengan dihar serta mengabari jika mark sedang bersama aca.
dihar itu peka, jadi ya otomatis, dihar nggak akan mengiriminya sebait dua bait pesan apapun.
bukan dihar yang rugi, tapi mark.
"MARK!" aca keluar dari kamar mandi, udah pakai baju kok, tapi rambutnya masih kayak korban kesetrum.
mark tertawa, "aca, kalo mandi terus keramas, keringin dulu rambutnya, liat sih, sekarang kamu nggak ada bedanya sama sapu lidi."
aca mengerucutkan bibir,"males, ntar, enak tau rambut basah."
mark menggeleng,"tapi bajunya ikutan basah!" mark berdiri untuk mengambil handuk kecil, "sini, duduk dibawah!" kemudian mark duduk disofa.
aca menurut saja, yang sebetulnya pun tidak tau, mark akan bertindak apa dengan perintah random seperti tadi.
"ayo, sini."
"mau ngapain sih?"
"aca sayang, sini."
sedetik itupun aca merotasikan bola mata, menyilangkan tangan depan dada, semuanya dilakukan karena aca tidak mau terlihat salah tingkah.
"ck, iya!"
"nah, gitu dong!"
mark telaten membungkus rambut aca dengan handuk, mengusak rambut wanitanya acak agar mengering, kemudian menarik dan memelintir rambut-rambut kecil aca.
"ih, mark! sakit anjir," sang pinguin cuma ketawa.
"ekhem," otomatis keduanya menegok ke sumber suara.
"ayah! ngerusak momen aja!" aca bersungut.
ayahnya tertawa, "udahan dulu pacarannya, kamu pindah duduk ke sofa, ayah mau ngomong penting sama mark."
aca mengangguk, sedangkan keringat dingin mulai menjalar di badan mark.
mark sibuk memelintir tepian bajunya, aca terpingkal-pingkal melihat mark yang canggung diseberang.
"mark? kamu canggung sama om?" tanya ayah aca setengah tertawa.