📎ㅡsix

271 41 40
                                    

"mark!" aku memanggil seseoknum yang sedang bersender dikendaraan, berteduh pada rindangnya pepohonan kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"mark!" aku memanggil seseoknum yang sedang bersender dikendaraan, berteduh pada rindangnya pepohonan kota.

aku tersenyum girang, tiada bahagia selain mark.

setitik, dalam bisik, berbaur dengan lirik. ah, cinta memang sungguh cantik.

"dihar, gonna having fun?" aku mengangguk.

aku kesusahan memasang seat belt, terlihat mark jengah dan sesegera mungkin ingin membantuku memasangnya, tapi bahaya, aku wanita lemah, ahahaha.

akhirnya aku dorong dahinya menggunakan telunjuk, "jangan deket-deket! bau!" sergahku.

"bilang aja kamu salting, iyakan?"

iya, bener.

tapi kamu hiperbola kalo menggodaku, aku sebel, soalnya bisa tambah sayang.

mark menertawaiku, semudah itukah? padahal dirinya jauh lebih menggemaskan dibanding diriku, ia itu spesies pinguin versi homo sapiens.

aku memandangi garis wajah mark. ingin tertawa, demi langit dan bumi mark itu menggemaskan, bukan tampan.

kalau tampan itu jeno, kalau imut itu mark. gitu rumusannya.

ah, jeno.

yah, waktunya gambaran virtual nan virulen muncul menghiasi serebumku.

sedari tadi, aku memuja pria disampingku. mengikuti intuisi batin yang selaras sekali dengan badan.

lalu? telaah lagi secara nastiti, adakah aku terbesit betapa sakitnya hati jeno jika ia 'mengetahui' secara holistik? lelaki paras dewa yang benar-benar memukau sepertiga wanita dibumi.

aku itu beruntung, sangat.

punya jeno, pria majesti, yang berpretensi besar untuk membahagiakan.

jeno memang milikku, aku pun mengakui.

tanpa jeno tau, hatiku tidak mengalir kepadanya.

aku hanya mencintai mark, kekasih sahabatku, aca.

aku hanya terlanjur.....munafik.



"har? ngelamun? ayo turun, udah sampai di namsan."

aku menggelengkan kepala, tanpa sepengetahuan mark, aku mengusap jejak air mata yang tak kusadari terukir sendiri.

"udah sampe ya, mark?"

mark mengangguk, mengusak lembut suraiku yang sedikit berantakan, mark telaten merapihkan.

erotis memang, tapi setelah teringat ini adalah sejenis kebahagiaan bertajuk dosa, momentku bersama mark hanya sekedar berjalan klise.

mark menggandengku, benar-benar seperti takut aku hilang dari jangkauan.

hatiku menghangat, melihat derwana yang memang asli menumpahkan curahnya lewat perbuatan dan prakata yang diucapkan, siapa tidak perduli?

aku sangat mencintai mark, jauh sebelum mengenal jeno.

aku menunduk parau, tanganku ta pa disadari mengerat hingga buku-buku jari menghunus kulit. aku teringat ayah, aku teringat saat bagaimana kerasnya ayah memaksaku bertunangan dengan jeno.

padahal aku tidak mencintainya.

hatiku sudah tau kemana harus berlabuh, jadi? ayah yang diktator dan imperatif seperti ini menurutku memang patut, untuk ditentang.

bahkan almarhumah ibunda, ia yang paling tau, bagaimana anak putrinya berfikir.

andai ibunda masih hadir, aku tidak akan menjadi penghianat seperti ini.

aku bukan durhaka, melainkan tersiksa, semuanya serba perusahaan, lalu perasaanku? ia nomor berapakan?


mark lagi-lagi menatapku, akhirnya maniknya bersibobrok, mark tau ada hal galat yang implisit. secara, aku payah menyembunyikan kesedihan, payah sekali.

"babe, what do you think about? are you sick? you look so pale," mark mulai khawatir, aku tersenyum.

"nope, mark. im ok," kataku, "but actually, not," lanjutku, membatin.

mark mandengus, mark merapatkan kedua telapaknya ke kedua sisi pipiku, lalu memencetnya.

"hey, pinguin mark," katanya.

pinguin ngatain pinguin.

"kalo ada masalah, cerita ya? jangan disimpen sendiri, you need to sharing with others, kalo dirasa berat," mark tersenyum lalu menepuk-nepuk pundaknya, "sini, aku bantu mikul beban kamu, asal jangan kamu sendiri, nanti sakit."

andai aku bisa seperti mark, bengkar menjalani romansa dengan ringan lahir batin, kenapa bisa? sedangkan setiap aku dengan mark, rasa bersalahku semakin nyata adanya. menggerogot secara virulen dan secara gradual.

aku benar-benar butuh perestroika hati.















seoul memang tiada tanding, kupandangi lamat-lamat seluk-beluk seoul dari menara namsan, aku mencoba melepaskan semuanya, hanya perlu enjoy.

aku dan mark bertukar pandang, kemudian bertukar senyum, dapat sangat terasa ada hibat dan afeksi yang berujar.

aktifitasku terhenti, ada yang memanggil namaku,




















"m-mark? dihar?"

"a-ca?"

NABASTALA |✓|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang