📎ㅡ dix-sept

140 23 40
                                    



mark turun dari mobilnya kemudian lari tunggang langgang menuju rumah dihar.

mark menyeka keringatnya, teringat bayangan aca yang mengamuk hingga dirinya diusir keras oleh ayahnya. mark kehilangan aca. kehilangan harta yang sudah didedikasikan kepadanya, ludas.

namun kali ini mark yakin dihar belum meninggalkannya.

ditekuknya lengan kemeja itu, kemudian mark merapihkan bagian kerahnya. rupawan tetap ditampakkan. lalu kembali pada keahliannyaㅡ, akting.



mark memencet bel, tak butuh jeda lama dihar membuka pintunya bersamaan dengan mark yang memulas senyum tanpa berdosa.

kiranya bersua dengan dihar adalah obat setelah kerusakan hari ini. namun tuhan sudah tidak mau menutupi bangkai seorang mark yang kesekian kalinya mengecewakan semesta.

"hai, d-dihar!"

dihar diam tak merespon, pandangannya kini terkunci pada satu titik fokus yang berbinar menyiratkan serdadu permainan virulen.

sebelah tangannya meremas erat sebuah kertas, asumsi mark. namun ternyata itu adalah fotonya dengan dihar.

isak dihar mulai menyeruak berhembus dengan dinginnya angin malam yang meraba kulit. giginya bergemeletuk menahan emosi.

"punya muka datang kesini?" dihar mendecih.

mark masih sok lugu, berharap masih ada setitik timbal balik dari alam untuk tabiat kejinya, namun ternyata sisi hitamnya sudah kalah.

"d-diharㅡ,"

"aca sama jeno udah jelasinㅡ, semuanya."

mark terbelalak, "kamu nggak percaya lagi sama aku?"

"sayangnya nggak, mark. kenapa? kamu mau berkilah?" tukas dihar ditengah isak, "selama ini aku mau dinomorduakan, berusaha mengerti kalau aku bukan satu-satunya, bahkan aku nggak ingin bertanya siapa yang lebih antara aku dan aca, karena aku nggak mau buat kamu nggak nyaman, mark."

mark menunduk malu, sesekali mencari celah dari jeruji yang sekiranya semakin menyempit. tapi tak dapat, rasanya penghuni langit pun merasa kalut dan lelah memulas penanya untuk mengukir dosa mark.

dihar mencoba merenggangkan urat lehernya, kemudian menatap seseorang yang tertunduk didepannya,"kamu tau seberapa sakit aku kalau liat kamu sama aca? aku bertahan mark. sebanyak itu aku berjuang, tapi kamu bohong kan?" dihar berhenti sejenak, tangisnya semakin menjadi, "kamu bohong! bukan jeno yang kotor! TAPI KAMU! dan bahkan sekarang aku kehilangan jeno!"

mark menatap wanita didepannya yang masih setia dengan isakan memilukannya.

"dihar, maafin aku, aku janji aku akanㅡ,"

"kalau seandainya kamu bisa sejahat ini sama aca, nggak menutup kemungkinan kamu pun akan sejahat itu ke aku, who knows you do more?"

"dihar, tapi aku janjiㅡ,"

"untuk kamu seorang yang menjalani dua cinta sekaligus dalam satu waktu, tentang itu aku maafkan. tapi untuk kamu seorang yang bahkan berani 'merusak' acaㅡ, aku kecewa mark!"

mark berlari melaburkan pelukan ke badan dihar, mencoba meminta maaf, "dihar, maafin aku, aku cinta kamu, aku janji."

dihar mendorong bahu mark kasar, "dalam keadaan apapun orang sepertimu fasih mengucap janji. bahkan berjuta kali kamu berlutut sekalipun, rasaku untuk memaafkanmu sudah habis."

mark melengos pasrah, sekiranya sudah cukup untuk hedon. karena jika ingin merujuk kepada siapapun rimbanya berlari, tetap seluruhnya akan mendoktrin dirinyalah orang berdosa.

"kamu boleh pergi, mark.".

mark mengangguk, airmatanya meluruh dengan sendirinya. dirinya merasa telah kehilangan semua. disaksikan semesta bahwa akhirnya sang pembohong besar kini meluruhkan tangisnya setelah beberapa kali membuat orang menangis.

mark berbalik, kemudian melangkah lunglai untuk pergi sejauh-jauhnya.



























































ASLINYA INI TUH ENDㅡ, tapi aku gatega bikin mark kayak gini :'( jadi, satu part lagi aja deh.

NABASTALA |✓|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang